9 | Heartbeat

1.9K 243 5
                                    

"hold my heart,
it's beating
for you anyway."

| Pierce The Veil |

...

"Siapa dia?"

Oni baru akan memakan sarapan yang disajikan Dara ketika Darwin datang dari arah pintu dapur dengan pertanyaan yang membuatnya bingung.

"Maksud Mas siapa?" Dara balik bertanya meski pertanyaan itu bukan ditunjukkan kepadanya. Dia mengambil tempat duduk di depan Oni, diikuti oleh suaminya.

"Anak laki-laki di depan, katanya nunggu Oni."

Mata Oni langsung melebar. Dia bangkit hendak memastikan dugaannya, tetapi belum dirinya menghindar, Darwin melontarkan kalimat sinis yang membuatnya seketika menghentikan gerakan kaki. "Buah jatuh nggak jauh dari pohonnya."

"Mas!" seru Dara tak terima.

"Maksud Om apa?" tanya Oni tak menghiraukan ekspresi bersalah di wajah tantenya.

Sambil mengambil sendok, Darwin menyeletuk, "Belum satu bulan di sini udah ada cowok yang jemput di depan rumah. Namanya laki-laki kalau sudah dikasih celah ya bakal langsung nerobos."

"Mas apa-apaan sih ngomong kayak gitu? Itu mulut nggak bisa dijaga, ya!"

"Aku bicara sesuai fakta."

Oni tak tahan lagi mendengar kata-kata menusuk dari Darwin, dengan emosi yang tumpah ruah, dia memutuskan pergi dari sana. Bahkan untuk menghabiskan sarapan pagi pun tak berselera, dia ingin cepat-cepat menjauh dari pamannya. Hatinya terluka menerima pandangan seperti itu, seolah-olah dialah satu-satunya yang patut disalahkan atas kejadian yang pernah menimpanya.

"Oni!" Dara beranjak. Dia menyusul gadis itu. "Sarapan dulu, Nak," sambungnya saat melihat Oni tengah memasang tali sepatu.

"Nggak perlu, Tan. Oni berangkat duluan." Lalu membuka pintu dan keluar sembari menjinjing hoodie dan tasnya dengan tergesa-gesa. Tanpa menyalami tantenya seperti biasa.

Gadis itu berhenti sebelum sampai di depan pagar rumah, melihat Leon tengah duduk di atas motor sambil memunggunginya. Kesempatan itu Oni gunakan untuk mengusap sudut-sudut matanya yang basah, kemudian memakai hoodie dan memasang topinya hingga menutupi rambut. Dia menghela napas lebih dulu untuk menetralkan suaranya agar tidak terdengar serak.

"Leon," sapanya.

Cowok yang dipanggil namanya itu spontan berbalik, dia mengulas senyum saat melihat Oni berdiri di depannya.

"Eh, Onion," balasnya ceria. Leon meloncat dari atas motor, lantas mengelap joknya dengan tangan. "Biar rok Onion nggak kotor."

"Aku 'kan bukan bawang," komentar Oni. Dia menghampiri Leon yang masih mengelap-elap jok motor untuknya.

Dalam waktu beberapa detik, Oni memperhatikan cowok itu. Dia pikir Leon tidak sungguh-sungguh soal menjemputnya hari ini, dia bahkan masih tak percaya melihat kedatangan Leon yang terlalu pagi.

"Anggap aja bawang putih, yang baik dan tidak sombong," imbuh Leon. "Nah udah bersih, sekarang lo bisa duduk."

Leon masih tersenyum dan rasanya hal itu menular kepada Oni, dia menarik sudut bibirnya ke atas. "Makasih."

Leon mengangguk. "Eh iya, gue baru beli helm cewek kemarin, nih lo pake." Sembari menyodorkan helm bogo bewarna pink polos. "Mulai sekarang gue yang bakal antar-jemput lo, jadi gue harus persiapan."

"Tapi—"

"Daripada naik bus desak-desakan sama orang nggak dikenal, mending sama gue dijamin aman sejuta persen," potongnya.

Incomplete | 1 ✓Where stories live. Discover now