Bagian 3 : Jalan Hidup

22.4K 828 7
                                    

matahari belum terbit Teoheluo Yulan sudah mulai menyulam, serta menjahit untuk di jual di pasar, Yulan berhenti sejenak ia memandang keluar jendela, sinar matahari pagi menyinari wajahnya yang putih seputih susu. Yulan tak lagi mengenakan riasan atau busana mewah apapun namun ia tetap cantik jelita, bibirnya masih merona, matanya tetap bulat indah semakin bersinar, alis matanya tak menbutuhkan pewarna dan masih tetap tipis panjang seperti dulu, kulitnya bersih mulus seperti jade putih.

di kejauhan tampak Anqiu memikul banyak kayu bakar di punggung, Anqiu kelihatan sudah terbiasa memikul setumpukan kayu itu, wajahnya tak memperlihatkan kelelahan ,tenang bak air di permukaan. Anqiu meletakkan setumpukan kayu bakar itu di sebelah sudut halaman, dia menbersihkan dirinya dari debu lalu masuk ke dalam rumah meminum secangkir air. Anqiu melihat di meja masih terdapat banyak sapu tangan sulaman, serta beberapa yang masih setengah jalan. Anqiu meletakan cangkirnya menghela nafas.

"nona kau bekerja hingga pagi lagi?" Yulan tak menjawab dia mengedarkan pandangan matanya "itu tak baik untuk kesehatanmu . . ."

"ini semua demi keluarga ini, anqiu kau juga berusaha keras mencari uang maka aku juga harus begitu" ujar Yulan mengambil sulamannya.

"tapi nona, kau itu terlahir dengan sendok emas tak pantas bekerja seperti ini" Anqiu duduk di kursi.

"itu dulu! sekarang aku cuma seorang rakyat jelata biasa, aku juga harus menghidupi keluarga ini"

"nona!" seru Anqiu.

"sudah. besok aku akan pergi ke pasar"

Anqiu akan menyahut, tapi suara barang jatuh mengejutkannya juga Yulan, mereka menberanikan diri mengendap-endap menuju dapur dimana sumber suara itu berada. Di dalam dapur Liguang terjatuh di lantai bersama piring pecah, dia kelihatan kesakitan, wajahnya pucat sepucat kertas.

Yulan menghampiri kakaknya, Liguang mengaduh kesakitan, Yulan memeriksa kaki kakaknya, ia menemukan kaki kakaknya bengkak memar kemerahan. Yulan menyentuh daerah bengkak tersebut Liguang mengaduh kesakitan lagi.

"kakak! kenapa ini?" tanya Yulan cemas.

"kakiku . . .patah tulang" Liguang menahan kesakitan "aku tertimpa beras 50 kg ketika bekerja buruh"

"kakak wajahmu pucat, mari aku antar ke tabib"

"tak usah, istirahat saja sudah cukup"

"kakak, patah tulang itu masalah serius"

"sudah, biarkan aku putuskan sendiri"

"kakak!" seru Yulan frustasi.

Yulan menyerah menghadapi kakaknya si keras kepala, padahal semua demi kebaikan Liguang, Yulan menelan mentah-mentah rasa marahnya. sekat penutup ruangan terbuka, nyonya Zhu'ergen membawa masuk ember berisi air, ia meletakkan embernya mendekati Liguang dan yang lain.

"Guang kau kenapa?" nyonya zhu'ergen membungkuk melihat keadaan kaki Liguang.

"Guang, kakimu . . ."

"eme, kakiku tak apa-apa, istirahat saja sudah cukup"

Liguang berusaha bangun tetapi tal bisa, kakinya terlalu sakit untuk digerakkan, nyonya Zhu'ergen dan Yulan turun tangan membantu Liguang menyandar di dinding.

"Guang, kakimu perlu diobati"

"eme, aku tak apa-apa" kata Liguang menahan sakit.

"kakak, dengarkan kata eme"

"Yulan jangan ikut  campur"

"tapi kak . . ."

"ada apa?"

paman Qi baru saja memasuki dapur, di tangannya terdapat cangkul dia akan pergi bercocok tanam. Dia datang memeriksa kaki Liguang, dia mengerutkan alis.

"tuan muda sebaiknya kau segera pergi ke tabib, kalau tak segera di tangani akan berakibat fatal"

Liguang berhenti sejenak dia kelihatannya sedang menimbang-nimbang wajahnya ragu, tanpa menunggu lama nyonya Zhu'ergen dengan bijak memerintahkan Yulan pergi memanggil tabib. Yulan berlari-lari kecil menuju pusat kota, ia mencari sebentar letak toko obat terdekat, Yulan menuju depan kasir toko tersebut.

"apa di sini ada tabib?"

"ya, aku seorang tabib" kata sang kasir yang kelihatan berumur empat puluh tahunan.

"tolong kakakku pak! ikut denganku"

"baik-baik biarku ambil peralatanku"

tabib itu memasuki ruangan dalam, dia keluar membawa sebuah kotak kayu kecil lalu bersama Yulan menuju rumah, tabib itu di tarik-tarik Yulan agar berjalan lebih cepat lagi, begitulah perjalanan tarik menarik ini. Mereka sampai di dalam rumah dan tabib itu pun memeriksa kaki Liguang, dia menggeleng pelan kemudian berhadapan dengan ketiga orang yang sedang cemas menunggu.

"tulangnya bengkok, perlu di benarkan posisinya"

"pak bagaimana pun tolong sembuhkan anakku" kata nyonya Zhu'ergen cemas.

"ya, pasti ku lakukan" tabib itu menghadap Liguang, ia mengangkat kaki Liguang yang terluka "tahan sebentar"

sekali dorongan tabib itu sudah selesai memperbaiki letak tulang Liguang, si pasien memekik kecil. tabib itu mengeluarkan serangkaian potongan kayu memanjang dari kotaknya, ia mengoleskan salep pada kaki bengkak Liguang lalu meletakan potongan kayu itu dan melilitnya dengan kain putih kasar.

"sudah selesai" tabib itu menutup kotaknya.

si tabib menuliskan beberapa nama obat-obatan di atas kertas setelah selesai dia memberikan kertas itu pada Yulan beserta beberapa salep.

"pergi ke toko obat dan resepkan obat-obatan tertera di kertas ini, salep ini perlu diganti setiap hari"

"terima kasih pak, berapa biayanya?" tanya nyonya Zhu'ergen.

"semuanya 12 liang"

Nyonya Zhu'ergen mengerutkan alis tertegun sejenak, dia merongoh kantong uangnya mengeluarkan seluruh isinya kemudian diberikan ke tabib tersebut. Nyonya Zhu'ergen dan Anqiu mengantar si tabib sementara Yulan masih berada diruangan membaca resep obatnya.

"aku benar-benar tak berguna! menghabiskan uang eme hanya gara-gara kecerobohanku" Liguang melontarkan isi hatinya.

Yulan meletakan kertas resep diatas meja ia menghadap kakaknya yang tengah berbaring diatas kasur "kakak jangan pesimis, coba pikirkan kalau kakimu tak di obati kau mana bisa mencari nafkah lagi. makanya kau harus cepat sembuh"

Yulan tersenyum pada kakaknya mereka saling tertawa lepas, Liguang berjanji pada adiknya dia akan membelikan bedak untuk Yulan kalau dirinya mendapat gaji.

------

Dataguo sedang lesu ketika pulang kerumah. hari ini pun dia belum mendapatkan pekerjaan, dia menghela nafas berat, nyonya Zhu'ergen memberi secangkir teh pada Dataguo serta menghiburnya.

"tuan, jangan pesimis masih banyak tempat lain"

"istriku bagaimana bisa aku tak pesimis, anak-anak berusaha keras untuk keluarga ini tapi aku . . ." Dataguo menghela nafas lagi.

Dia menutupi wajahnya dalam telapak tangan besarnya frustasi. Seharusnya di usia seperti ini dirinya berada dalam masa menikmati bakti anak-anaknya yang telah dewasa, namun dia salah jalan dan berakibat menyedihkan seperti ini. Bau wangi sayur bayam berterbangan diudara, Anqiu meletakkan sepiring bayam hangat diatas meja asap mengepul dari piring itu, Dataguo seketika termotivasi kembali.

"aku harus bangkit kembali tak boleh seperti ini! masih ada hari esok" batinnya dalam hati.

Cruel FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang