[9]

2.4K 169 27
                                    


2009 – Desember Tahun Itu


Teladan baru saja menyelesaikan acara ulang tahun yang membuat OSIS cukup repot. Tau sendiri bagaimana sibuknya menjadi panitia acara yang lumayan besar. Sekolah kami memang selalu mengadakan dies natalis yang meriah tiap tahunnya. Bertepatan dengan berakhirnya mid semester dan menjelang libur natal, akhirnya acara itu terlaksana dengan lancar.

"Byanca!" aku yang sedang memakan bekal makan siangku di depan ruang OSIS dikagetkan dengan seruan Gibran. Dia datang dengan setengah berlari membawa dua pop ice rasa durian di tangannya.

"Nih gue baik 'kan." dia menyodorkan segelasnya untukku.

Aku tersenyum. "Thanks, Gi."

Gibran duduk di sampingku. "Lo rencana liburan kemana?"

Aku mengedikkan bahu lalu melanjutkan mengunyah makananku.

"Gue dong ke Bandung. Yah walaupun deket sih. Daripada di rumah doang. Ayo, By, ikut?" katanya sembari menyedot minuman miliknya.

"Emang kamu sama siapa liburannya? Kok ngajak-ngajak tumben?"

"Bertiga sama Mama gue sama Papa. Ayo dong. Nanti ajak Tari juga!"

Aku kaget mendengar jawabannya. "Eh, eh, liburan keluarga kok ngajakin temennya sih."

"Mama gue yang nyuruh ngajak lo sama Tari."

Kututup bekal makanku dan kuminum es yang tadi Gibran berikan. Memang liburan kali ini aku belum ada rencana kemana-mana sih. Tapi tidak enak juga kalau harus ikut bergabung dengan keluarga teman yang harusnya menikmati waktu family time-nya.

"Ya udah lo pikir-pikir aja dulu deh. Nanti kalo emang nggak ada tujuan liburan langsung aja ikut gue. Oke?"

Aku mengangguk. Gibran lalu mengobrol denganku agak cukup lama. Karena juga kami sudah menyelesaikan beberapa proposal kebutuhan OSIS. Dia bercerita tentang gencarnya mendekati senior idamannya—ya kalian taulah siapa. Gibran juga bercerita dia sibuk olahraga setiap hari untuk persiapannya masuk Akademi Kepolisian impiannya.

"Kalo lo sibuk apa By selain sekolahan sama Paskibra?"

"Aku.. les inggris gitu aja sih. Sama baru mau mulai les bahasa Thai."

Gibran membulatkan matanya. "Hah? Apaan? Bahasa Thailand? Lo yakin?"

Kutatap Gibran dengan tatapan bingung.

"Itu 'kan susah. Belom lagi nulis aksaranya. Siapa yang ngajarin lo By?" balasnya.

"Hmm, memang sih. Cuma ya itu tantangannya. Saudara aku ada yg udah pernah kuliah dan tinggal di sana. Jadi les sama dia deh. Aku suka banget sama Thailand, Gi, soalnya."

"Oh gitu. Hebat dong. Semangat deh kalo gitu!"

Aku membalasnya dengan senyum. Dia bangkit dari duduknya lalu pamit untuk pulang duluan.

"Jangan lupa kabarin gue kalo jadi ikut ya! Bilang ke Tari juga ya!"

Kulambaikan tanganku menatap punggungnya yang mulai menjauh. Gibran, Gibran, mungkin suatu hari nanti aku betul-betul ada waktunya untuk memberitahu perasaanku yg sebenarnya. Aku memasukkan segala peralatanku ke tas lalu berjalan menuju mobil untuk lekas kembali ke rumah. Kala itu ponselku berdering tanda panggilan masuk dari Tari.

"Ya?"

"Byanca! Jemput aku cepet. Aku jadi nih mau tidur di rumah kamu. Kamu masih di mana? Udah mau maghrib lho.."

ANOTHER BYANCAWhere stories live. Discover now