[3]

2.8K 179 12
                                    


3. 2009 – Pocari Sweat?

"Serius kamu dikatain kaya gitu sama bang Tio?" Tari seperti tidak percaya saat kuceritakan tentang seleksi Osis kemarin.

"Nah, kenapa kamu kaya nggak percaya gitu sih Tar??? Ngapain aku bohong coba.." balasku sebal.

Tari tertawa, "Gimana mau percaya, By. Dia itu baik banget kok."

"Kata siapa baik?" kali ini kupasang tatapan tidak percaya.

Oh, mungkin saja Tari berkata seperti itu karena memang dia sering bertemu dengan si abang galak. Soalnya diam-diam, Tari sedang dekat dengan kak Raga yang notabene adalah teman dekat si abang galak. Tari masih belum sepenuhnya jujur denganku kalau dia dekat dengan kak Raga. Aku mengetahuinya sendiri saat tidak sengaja membaca chat Tari dengan kak Raga di handphonenya.

"Eee.. ya keliatan aja kok dia baik. Kan orang bandung lembut-lembut. Nggak mungkin aja dia yang kaya kamu ceritain, By."

Aku mendengus sebal. "Ah yaudah kalo kamu sendiri nggak percaya. Kamu tanya aja tuh sama Gibran. Gi, Gi, sini deh!"

"Apa nih cewe-cewe manggil gue?" Gibran yang sedang sibuk makan di bangkunya langsung menghampiri kami.

"Nih kamu 'kan saksinya aku suka dibentak-bentak sama si galak. Kasih tau Tari, Gi. Dia nggak percayaan gitu aku ceritain."

Gibran tergelak, "Beneran itu Tar. Tapi yah gue juga heran sih awalnya. Bang Tio itu kalau sama gue atau temen-temen Paskib yang lain baiiiiiik banget. Orangnya enak diajak ngobrol terus—"

"Kalau sama aku udah kaya kebakaran jenggot adanya maraaaaah mulu." sahutku sebal.

"Nah itu Tar yang gue heranin. Dia ramah terus enak diajak ngobrol kalo sama gue. Kalo sama temen lo ini adanya ngomel mulu. Dibentak lah, Byanca.. Diejekin lemah dan sebagainya. Bang Tio kaya gitu ke Byanca doang gue perhatiin."

Tari bingung, "Byanca pernah ada buat salah kali ya, Gi? Masa sih kaya gitu tanpa alasan??"

Gibran mengedikkan bahunya, "Tau deh. Lo pikir-pikir lagi aja, By. Siapa tau yang Tari bilang ada benernya juga."

"Bodo deh. Intinya aku males banget sama abang itu!" jawabku kesal.

Gibran dan Tari hanya geleng-geleng kepala menatapku. Aku sih tanpa harus berpikir apakah ada yang salah dariku aku yakin tidak akan menemukan apa-apa. Karena memang aku tidak pernah berbuat salah sedikitpun dengannya.

Sudahlah. Lama-lama memikirkannya membuatku pusing saja.

Sore hari datang dan kewajibanku untuk masuk ekskul harus kulaksanakan. Biasanya aku berangkat menyetir sendiri karena Papa belum pulang kantor pada jam segitu. Tetapi hari ini Gibran mengajakku berangkat bersama. Dia menjemputku di rumah setengah jam sebelum jam latihan dimulai.

"Eh By katanya sih hari ini kita fisik." katanya ketika aku baru saja mendudukkan diri di jok samping pengemudi.

"Ya ampun. Untung tadi aku udah makan. Semoga kuat deh. Kamu makan nggak, Gi?"

Latihan fisik ekskulku memang lumayan berat. Kami harus berlari mengitari Teladan 23 x disertai menyanyikan lagu-lagu yang sudah senior ajarkan. Ditambah push up, sit up dll. Kebayang 'kan tuh capeknya.

"Alah gue mah nggak makan emang dasarnya udah kuat. Tenang aja, By!" katanya yakin.

"Iya deh, iya.." jawabku sekenanya. Gibran tergelak sendiri dengan kepercayaan dirinya itu.

Kamipun tiba sebelum terlambat. Untunglah.. setidaknya aku terhindar dari omelan mereka para senior yang sudah berkacak pinggang di pinggir lapangan. Pada latihan sebelumnya, kami diperintah membawa roti rasa durian dan teh gula merah. Aku tidak suka dengan teh gula merah. Rasanya aneh deh pokoknya. Tapi ya mau tidak mau aku membawanya. Biasanya setelah latihan kami dikumpulkan di pinggir lapangan dan disuruh memakannya.

ANOTHER BYANCAWhere stories live. Discover now