Salahkah aku mencintainya? (Bagian 2)

3.8K 316 41
                                    

Hai... hai...

sebelum baca cerita ini, kalian harus baca part sebelumnya yaaa (Salahkah aku mencintainya) karena dua part ini saling berhubungan hehehe...

Di tunggu kritik dan sarannya yaaaa

*peluk dan cium dari indrii*

***

Hatiku seperti ditikam palu setiap melihat Nasya hanya duduk terdiam sambil menatap jendela kamarnya. Dalam hati aku selalu menerka apa yang sedang di pikirkannya, tapi tak sekalipun kutemukan jawaban.

Kecelakaan itu tak hanya merebut kemampuan Naya untuk berjalan dengan kedua kakinya. Tapi kecelakaan itu juga merebut semangat hidupnya. Tak adalagi tawa Nasya yang selalu menghiasi rumah ini. Tak ada lagi senda guraunya yang selalu membuat kami semua tertawa.

Semenjak kecelakaan satu bulan lalu itu, tak pernah sekalipun aku mendengar suara keluar dari bibir indahnya. Kami sudah memeriksakan kondisi ini pada dokter yang merawat Nasya dan jawaban yang kami terima sangatla mengejutkan. Masih terukir jelas bagaimana raut sedih Dokter Herma saat mengatakan Nasya mengalami syok hingga dia tidak bisa berbicara, dan atas usul Dokter Herma, kamipun membawa Nasya ke psikiater.

Namun sudah hampir tiga minggu tak kami dapati kemajuan yang berarti. Menurut Dokter Shinta psikiater yang merawat Nasya tak hanya kondisi fisik Nasya saja yang harus di obati tetapi kondisi mentalnya juga. Ada sesuatu hal yang kami semua tak tahu apa itu telah menggoyahkan mental Nasya hingga membuatnya menjadi seperti ini.

“Nasya~” Dengan perlahan-lahan aku duduk di samping kursi roda Nasya. Butuh waktu beberapa detik hingga Nasya mencurahkan perhatiannya padaku.

Entah hanya perasaanku saja, tapi aku bisa melihat rasa sakit dan kerinduan yang teramat sangat dari kedua matanya. Ingin sekali rasanya aku menarik Nasya ke dalam pelukanku untuk menghilangkan sakit yang di rasakanya.

“Kita makan ya. Tadi Mbok Yum masak sayur ke sukaan kamu.” Perlahan aku menyuapkan makanan yang sejak tadi ku pegang. Jujur, aku tak bisa menahan rasa bahagia dalam hatiku melihat Nasya membuka mulutnya dan menerima suapan demi suapan yang aku berikan. Dan pada saat suapan terakhir, aku mengatakan sesuatu yang beberapa minggu ini inginku katakan pada Nasya.

“Disaat kamu lelah dengan semua yang kamu alami, kamu harus inget, kamu ga sendiri masih ada kakak sebagai tempat kamu bersandar.” Aku sangat terkejut melihat tetes demi tetes air mata yang jatuh dari kedua matanya.

Dengan penuh kelembutan aku menarik tubuh Nasya dalam pelukanku.

***

“Kau mencintainya.” Kata Naya saat aku baru saja keluar dari kamar Nasya.

“Apa maksudmu Naya?” Aku menatap bingung pada tunanganku.

“Jujurlah Kelvin, kau mencintainya.” Sungguh aku tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan Naya saat ini. Lalu sebuah kesadaran merasuki diriku ketika melihat tatapan Naya pada Nasya yang berada di balik punggungku.

“Tentu saja aku mencintainya Naya dia adikku.” Untung saja kami walaupun kami berada di depan pintu kamar Nasya, aku yakin Nasya tidak dapat mendengar percakapan kami. Selain karena jarak kami yang lumayan jauh, juga karena Nasya sedang tertidur lelap di ranjangnya. Setelah tadi hampir setengah jam dia menangis dalam pelukanku.

Album MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang