Salahkah aku mencintainya?

5.5K 327 54
                                    

Tuhan...

Aku mencintainya...

Bersamanya membuatku merasa hidup...

Dia bagaikan bulan yang menyelimutiku dalam gelap malam...

Tuhan...

Aku ingin melihatnya bahagia...

Akan ku lakuka segalanya agar dia bahagia...

Tapi Tuhan...

Rasanya sakit, ketika bahagianya adalah derita bagiku...

***

"Akh... akhirnya selesai juga." Aku menggeliat-geliatkan tubuhku berusaha meghilangkan pegal di seluruh tubuhku. Dengan tergesa-gesa, aku membereskan semua kertas-kertas yang berserakan di hadapanku. Aku sudah tidak sabar melemparkan diriku ke dalam pelukkan kasurku yang empuk.

Dengan terburu-buru aku menaiki tangga ke arah kamarku, hingga aku mendengar suara itu. Ku lirik jam di ponselku. Pukul satu malam, siapa orang yang masih bangun selarut ini. Akhirnya karena penasaran, aku berjalan ke balkon depan tempat asal suara.

Aku berhenti beberapa langkah dari kedua orang yang tengah asik berbincang-bincang itu. Mungkin seharusnya, aku tidak menuruti rasa penasaranku tadi. Rasanya seperti ada pisau yang menggores-gores hatiku.

Sakit rasanya melihat pria yang kucintai sedang mengecup ringan dahi 'calon istrinya'. Aku berusaha menahan air mata yang hampir saja jatuh.

Tidak Nasya!

Kau tidak boleh menangis!

Seharusnya kau bahagia melihatnya bahagia!

Dengan cepat, aku berlalu. Hampir dengan setengah berlari aku pergi ke kamarku.

Dengan tergesa-gesa, aku mecari obat penenang yang ku sembunyikan laci meja riasku. Dengan sekuat tenanga, aku berusaha menghapuskan kejadian yang baru saja ku lihat ari dalam kepalaku. Perlahan tapi pasti, tubuhku kembali rileks.

Tuhan...

Bila ini jalan yang terbaik, berikanlah aku kekuatan untuk melewatinya...

***

Dengan susah payah, aku berusaha menelan nasi yang sedang ku makan. Aku hanya memandang piringku tanpa berani melihat pemandangan di hadapanku.

Aku tak sanggup kelihat pria yang ku cintai duduk bersisihan dengan orang yang di cintainya.

Tiba-tiba saja semua pikiranku buyar, ketika sebuah tangan menepuk lembut bahuku.

"Kamu sakit?" Tanya bunda yang duduk di sebelah kiriku.

"Eh... tidak bunda." Aku berusaha menutupi kegugupanku.

"Kamu yakin?" Tanya Ka Kelvin, ke khawatiran jelas terlihat di kedua bola matanya. Aku hanya mengangguk untuk meyakinkan Ka Kelvin.

Tolong jangan menatapku seperti itu ka! Jika begini terus, bagaimana aku bisa berhenti mencintaimu?

Pria di hadapanku ini Kelvin Alfaro, dia adalah kakak angkatku, sekaligus pria yang selama ini ku cintai.

Aku memang bukan anak kandung ayah dan bundaku. Dulu, kedua orang tuaku sangat ingin memiliki anak perempuan, hanya saja karena rahim bunda yang lemah, dokter mengatakan, akan sangat berbahaya jika bunda hamil lagi. Oleh karena itu, akhirnya mereka mengadopsiku dari sebuah panti asuhan ketika usiaku 8 tahun.

Aku sendiri sangat bersyukur memiliki orang tua seperti mereka. Dari dulu, mereka ridak pernah membeda-bedakanki dengan Ka Kelvin yang jotabennya adalah anak kandung mereka.

Hidupku sangat sempurna hingga akhirnya perasaan terlarang itu muncul. Entah sejak kapan, aku mulai memiliki perasaan lebih terhadap Ka Kelvin. Aku tahu perasaan ayng iurasakan ini salah. Sudah berkali-kali aku berusaha membunuh perasaan itu, namun selalu gagal.

Awalnya, walaupun sakit, aku selalu berhasil mengendalikan perasaanku ketika Ka Kelvin mengenalkan pacar-pacanya padaku. Namun lambat laun aku mulai tidak bisa menahan rasa sakit ini.

Terlebih lagi ketika 5 bulan lalu Ka Kelvin mengenalkan Mba Nara kepada kami. Aku bisa melihat kebahagian di raut wajahnya dan itu membuat hatiku sakit. Di tambah lagi beberapa bulan belakangan ini Mbak Nara mulai sering menginap di rumah ini. Seperti tadi malam contohnya. Menurut Ka Kelvin, itu bisa membuat kami semua mengenal Mbak Nara lebih baik.

"Hmmm... Ayah, Bunda, Nasya ada sesuatu yang ingin kami sampaikan pada kalian semua." Kata Ka Kelvin sambil menggenggam tangan Mbak Narq di atas meja. Entah mengapa tiba-tiba saja perasaanku mejadi tidak enak.

"Begini, tadi malam Nara sudah setuju untuk menikah denganku."

Dan saat itu juga, duniaku rasanya seakan rutuh.

***

Setelah pengumuman mengejutka Ka Kelvin tadi, aku bergegas pergi dengan alasan harus berangkat ke kantor lebih awal karena ada rapat. Tentu sajanitu semua hanya kebohonganku belaka. Sesungguhnya, aku sudah tidak sanggup lagi berada di meja makan lebih lama. Aku takut bila sedetik saja aku bertahan di sana, air tangisku akan langsung pecah.

Jangan menangis Nasya! Cepat atau lambat kejadian ini pasti akan terjadi juga.

Dengan cepat, aku menghapus air mata yang mulai membuat pandanganku buram. Dengan sekuat tenaga, aku berusaha memfokuskan pikiranku pada jalan di depan.

'Tuhan...

Aku ingin melihatnya bahagia...

Tapi, bagiamana jika bahagianya adalah derita bagiku...

Sanggupkah aku melewati semuanya...

Jika tidak, tolong hilangkanlah rasa sakit itu...'

Aku menginjak rem dengan kuat, ketika sebuah truk dari arah berlawanan melaju ke arahku dengan kecepatan tinggi.

"Aaaaaaaaaaa..." Aku merasakan sebuah benda leras mengahntam tubuhku.

Rasa sakit mulai menyelimuti tubuhku dan kesadarankupun mulai hilang.

Tuhan...

Aku mencintainya...

Walaupun cintaku ini tak terbalas, tolong izinkan aku menjaga cinta ini hingga mataku tertutup untuk selamanya.

***

Hai... haiii... menurut kalian cerita ini cukup sampe di sini apa boleh ada lanjutannya?

Di tunggu kritik dan sarannya yaaa :D

Album MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang