Trouble Day Part 2

9 1 0
                                    

Kang Jae Jin (Jason)

Kuhempaskan tubuhku di atas sofa lalu mengerang kecil, melepaskan aviator dan jaketku. Setelah meletakkannya sembarangan di atas meja, aku kembali terpekur sambil merebahkan kepalaku ke sofa ruang istirahat kantor agency-ku. Rasanya kakiku lelah dan tubuhku lengket oleh keringat. Ini semua karena manajer Yoo. Jika saja, manajer Yoo tidak telat mengambil mobil saat di mall tadi, aku tidak harus dikejar-kejar para fans. Dan, tidak berusan dengan gadis itu. Gadis? Berlebihan menyebutnya gadis. Dia seorang noona. Aku yakin dia sudah hampir lulus kuliah. Dia sungguh mengerikan. Dia seperti preman dan meneriakiku. Ini pertama kalinya, seorang gadis tidak terpesona padaku. Mungkin dia terlalu kolot hingga tidak sadar sedang berhadapan dengan artis tampan sepertiku.
Baiklah, ambillah kesimpulan seperti itu. Tetap saja, aku benar-benar kesal dengan gelangnya yang membuat semua makin runyam. Semoga tidak ada yang mengambil gambar kami. Tidak mungkin, rasanya.
“Ah... Eotteohke haji ? Tsk.”
Pintu ruangan terbuka dan manajer Yoo muncul sembari membawakanku sebotol air mineral. Dia nampak melenggang snatai menyodorkan botol minuman tadi padaku sambil ikut menghempaskan tubuh di atas sofa yang bersebelahan denganku. Dia membuka tab dan memeriksanya yang kuyakin sedang mengecek jadwalku.
Aku meraih botol minuman itu dan menenggaknya habis hingga tak bersisa lalu menatapnya sebal, “Manajer... apa kau tidak merasa bersalah padaku?” tanyaku.
Manajer Yoo menoleh lalu mengerjap bingung dan polos, “Wae?”
“Ahjussi !” erangku kesal.
“Yyaa! Jangan memanggilku begitu. Aku ini manajermu.”
“Maka dari itu, kenapa kau merasa tidak bersalah padaku? Aku hampr mati, ditelan hidup-hidup oleh para gadis,” ujarku sembari memasang wajah semenderita mungkin.
“Aishh! Mereka itu fansmu! Mereka mengejarmu karena mereka menyukaimu.”
“Ahhh... Mollaseo ,” erangku menyerah berdebat dengan manajer Yoo.
Manajer Yoo jae Suk adalah orang yang begitu polos dengan wajah berekspresi data. Membuatku teringat dengan artis Running man, Yoo Jae Suk, yang kupikir mereka adalah saudara kembar atau bagaimana. Raut wajah, suara dan kelakuan mereka mirip. Dalam garis bawah, konyol.
“Kau sedang memeriksa apa, ahjussi?” tanyaku penasaran.
Manajer Yoo menoleh padaku dan menatapku datar dari balik kacamatanya, “Manajer. Ma-na-jer,” ucapnya seolah mengoreksi kalimatku yang salah.
“Ah, ne  ne... ,” selaku sambil mengangguk kecil, “Manajer Yoo... apa yang sedang anda lakukan?” tanyaku setengah sakartis.
“Memeriksa jadwalmu. Kau ada jadwal kuliah besok,” ujarnya.
“Mwo?”
Aku paling benci bagian ini. Bagaimana mungkin dia menyuruhku kuliah? Aku sedang sibuk syuting drama sekarang. Akan melelahkan jika harus kuliah ditengah dramaku yang melonjak. Belum lagi, aku harus menghadapi para fans yang menyamar sebagai temanku itu. Mereka seolah diam tapi begitu ada kesempatan, mereka menghujaniku dengan ratusan pertanyaan tentang drama, tentangku, tentang albumku dan tentang hubunganku dengan Lena Park yang jadi lawan main dalam dramaku. Ya, kami terlibat gosip cinta lokasi. Tapi, itu menurut media. Tidak menurutku. Aku menganggapnya rekan. Meski, aku tahu dia menyukaiku. Dia berkali mengungkapkannya.
“Ada gosip tidak baik mengenaimu. Mereka mengatakan kau di D.O... jadi, untuk menyingkirkan image bodoh, kau harus kuliah besok.”
“Ya... ya... tunggu. Kau baru saja mengataiku bodoh?” tanyaku tidak percaya.
Lagi-lagi manajer Yoo hanya menatapku dengan mengerjap datar, “Oh,” ucapnya sambil mengangguk.
“Yyyaa! Ahjussi!”
“Ahjussi anirago ... .”
“Mollaseo! Arrghhh!”
Aku sungguh benci kuliah. Aku benci belajar. Siapa, sih yang membuat gosip murahan ini?

-oOo-

Mulutku semakin kelu dan kering karena terlalu banyak tersenyum. Berita mengenaiku yang kembali kuliah, tersebar cepat di internet dan sekarang, aku harus menyiapkan bibir dan telingaku. Bibir untuk tersenyum sampai kaku mati, dan telinga untuk mendengar jerit histeris para fans-ku. Manajer Yoo? Dia tampak puas melihatku menderita meski ia memasang wajah datar. Aku tahu, tampangnya ini palsu. Ah, sungguh membuatku ingin mencubit pipinya saja.
“Jangan melihatku begitu. Apa kau sedang jatuh cinta padaku, artisku?” tanya manajer Yoo sambil melirikku sangar.
Aku bergidik ngeri, “Jangan memasang wajah datar, ahjussi... kau sungguh menyebalkan.”
“Sudah kubilang, panggil aku manajer.”
“Shireo .”
Manajer Yoo nampak menatapku kesal, tapi aku mengabaikannya dan kembali melangkah sambil tersenyum membalas sapaan orang-orang. Kecuali, orang itu. Seorang teman sekelasku sejak beberapa semester lalu. Dia baru saja melewatiku begitu saja. Dia selalu dingin dan cuek padaku. Aku koreksi, dia memang selalu dingin. Mungkin, itu konsepnya. Berbuat se-cool mungkin.
“Jae Hyun-ah!” sapaku sambil mempercepat langkahku menghampiri Jae Hyun yang terhenti dan menatapku datar. Aku muak dengan wajah-wajah datar ini. “Oramaniyeyo,” sapaku ramah.
“Aku duluan,” ucapnya singkat dan hendak pergi tapi aku menahan lengannya sambil tetap memasang wajah seramah mungkin. “Ada apa?” tanyanya lagi.
“Tolong aku. Aku ingin lepas dari para remaja-rema ini,” ucapku melirik para fans yang terus berteriak memanggilku, “Juga pada orang di belakangku,” ucapku merujuk pada Manajer Yoo yang nampak menatapku datar.
Jae Hyun nampak menghela napas panjang tapi tidak bergeming juga tidak menepis cekalan tanganku. Aku merangkul bahunya dan berpura-pura akrab padanya yang nampak risih.
“Kajja , chingu ,” ucapku ramah. “Ahjussi... aku kuliah dulu,” pamitku pada manajer Yoo yang hanya mengangguk kecil.
“Ingat penjelasanku tadi,” katanya memperingatkanku akan peraturan kuliah bagi para artis. Bersikap natural, jangan terlalu membaur dan fokus pada pelajaran. Oke, mudah.
Aku berjalan bersama Jae Hyun, buru-buru meninggalkan gerombolan fans-ku dan memasuki lobby kampus yang aman dari pekikkan melengking para gadis. Jae Hyun menepis tanganku dari pundaknya lalu melenggang begitu saja meninggalkanku. Aku hanya menatap teman sekelasku itu dari jauh. Dia sungguh tidak berubah dari saat terakhir aku kuliah, dingin dan jutek.
Beberapa orang nampak masih berbisik menatapku, membuatku segera menarik hoodie jaket dan membuatnya tertutup hingga menutupi mata. Dan, saat aku kembali berjalan, aku menabrak seseorang.
Aku menoleh bersamaan dengannya, seorang gadis berambut ikal dengan mata bulat. Seorang gadis yang familiar. Agaknya, gadis itu juga terkejut menatapku sambil sesekali mengelus bahunya. Detik berikutnya, ia mendelik sambil ternganga menunjukku. Ah, gadis itu... gadis yang di mall kemarin.
“Kau!!!”

-oOo-

You Are My StarWhere stories live. Discover now