(1) Childhood

554 72 25
                                    

Ji Ah melangkah kecil memasuki kelasnya dengan plang kelas 1 - 2. Keadaan kelas sangat ramai karena banyak sekali anak kecil seusianya berkumpul di satu ruang. Ia sangat takut untuk membaur, jadi ia langsung menempati kursi yang paing dekat dengan pintu di paling depan. Di sebelahnya terlihat gadis kecil berambut panjang dengan kulit seputih salju nan cantik.

"Aku Ri Sa. Namamu siapa?'' Tanyanya memecah keheningan.

"Ji Ah'', jawabnya singkat sambil tersenyum simpul.

"Semoga kita bisa berteman'', balasnya sambil tersenyum juga.

'Anak yang cantik', gumam Ji Ah dalam hati.

Ia merasa Ri Sa adalah anak yang baik. Syukur ia bisa duduk dengan orang yang ramah, batinnya.

Guru pun masuk, dan memulai perkenalan diri. Semua diabsen satu persatu. Namun, Ji Ah hanya bisa menunduk dan tidak memerhatikan sekelilingnya selama sesi perkenalan diri berlangsung.

*****

Seminggu pun berlalu. Ji Ah merasa senang dengan sekolahnya. Namun, ia hanya berteman dengan Ri Sa saja karena ia merasa dengan kehadiran Ri Sa saja sudah cukup. Dan dia tidak cukup berani bertemu dan berkenalan dengan teman yang lain. Sedangkan Ri Sa adalah anak yang supel. Ia memiliki banyak teman.

Hari demi hari berlalu, tingkah Ri Sa menjadi berubah sejak ia mengatakan,
"Capek nulis terus'', keluh Ri Sa sambil menggerutu. Ji Ah hanya tertawa kecil menanggapi gerutuan teman sebangkunya.

"Kamu rajin nulis ya, Ji'', katanya sambil melirik tulisan Ri Sa. "Bagus tulisannya'', sambungnya.

"Tulisin buat aku ya'', katanya sambil tersenyum dan menyerahkan bukunya.

Ji Ah hanya menatap mata Ri Sa tanda  tak percaya, namun ia tetap meraih buku Ri Sa.

Ia pikir kejadian seperti ini hanya datang sekali. Ternyata hal ini terus berlanjut sampai beberapa bulan. Ji Ah hanya bisa pasrah dan mengikuti alur karena hanya Ri Sa temannya berbicara. Ia bahkan tidak mengenal wajah teman sekelas lainnya. Terkadang ia menangis sendirian, ia tidak menceritakan apapun pada Mamanya. Hanya diam dan menangis. Sungguh kasihan melihat anak kelas 1 sekolah tingkat dasar harus menerima hal seperti ini.

"Ji Ah, gambarin dong dibukuku. Bentar lagi dikumpul. Gambaranmu bagus, ya?'' Minta Ri Sa dengan nada halus, namun menyakitkan bagi Ji Ah. Ji Ah mengangguk dan menggambar dibukunya.

"Kalau di tanya guru, kamu harus akui itu gambaranku ya'', sambungnya.

Kejadian itu benaran terjadi. Kim ssaem mendatangi bangku mereka dan menanyakan pertanyaan persis seperti yang dikatakan Ri Sa.

"Siapa yang gambar ini?'' Tanya Kim ssaem penasaran.

"Aku, seonsaengnim! Iya kan Ji Ah'', jawab Ri Sa dengan girang pada Kim ssaem sambil melirik Ji Ah. Ji Ah mengangguk sambil tersenyum paksa.

"Bagus ya, tingkatkan lagi!'', kata Kim ssaem sambil tersenyum.

Ji Ah merasa sangat sakit hati pada puncaknya. Ia telah menahan semuanya. Ia berjalan keluar kelas dengan alasan izin ke toilet dan bersembunyi di taman sekolah. Ia menangis sejadi-jadinya di balik semak-semak. Ia takut terlihat orang sehingga ia mencari tempat yang sempurna untuk bersembunyi.

Ji Ah tidak kembali ke kelas sampai istirahat tiba. Ia memilih untuk menyendiri dulu. Entah sampai kapan. Ia hanya ingin menenangkan dirinya dulu. Dan tidak sanggup menemui Ri Sa sekarang.

*srek* *srek* *srek*
Seorang anak hendak mengambil bola yang terlempar ke semak-semak. Tiba-tiba ia mendengar isakan tangis seseorang. Ia mencari sumber suara tersebut dan bertemulah ia dengan seorang gadis kecil berambut pendek. Matanya pun langsung menuju pada air mata yang membasahi pipi gadis itu.

"Kamu kenapa menangis?'', tanyanya penasaran. Ji Ah hanya tunduk terpaku dalam diam

"Kamu sekelas denganku kan? Aku sering lihat pas mau masuk kelas''

Merasa tidak dijawab, anak laki-laki itu pun ikut jongkok dan menatap kepala gadis itu. Sedangkan Ji Ah masih menangis pelan.

"Hei, jangan nangis. Berhentilah. Kita harus bersenang-senang'', katanya sambil mendekatkan wajahnya.
"Aku Mingyu'', sambungnya.

Ji Ah pun mengangkat kepalanya untum menatap orang yang ada didepannya. Ia merasa asing dengan Mingyu. Mungkin karena dia tidak pernah melihat sekitarnya.

"Ji Ah'', lirihnya pelan.

"Ji Ah-ya, aku tidak punya apa-apa. Tapi, semoga permen ini dapat menyemangatimu'', kata Mingyu sembari memberikan permen rasa melon pada Ji Ah.
"Aku pergi'', sambungnya sambil tersenyum.

Ji Ah masih terduduk kaku di rumput. Ia hanya menatap permen itu, tidak memakannya. Namun, ia tersenyum kecil.

Yak gimana readers? Maaf ya kalo rada lama alurnya, soalnya biar ngerti cerita kedepannya gimanaaa
Jadi jelasin flashbacknya dulu ;)

Jangan lupa vommentnya yaa

Give Me Hope, Give Me Hopelessness | Mingyu✔️Where stories live. Discover now