1 | Gainsboro

121K 5.8K 509
                                    

1 | G a i n s b o r o



Jerman, 2013


Segelas kopi yang ia minum merupakan sebuah kesalahan.

Tak sekali pun terlintas di pikirannya untuk membeli kopi. Tidak semenjak ia tahu betapa ia tak bisa tahan dengan efeknya. Setengah gelas diteguk, sejam kemudian tubuhnya bisa gelisah tak berkesudahan hingga esok pagi. Sumpah, ia yakin sekali pesanannya adalah green tea latte. Tapi, sempat-sempatnya pesanannya tertukar di saat ia sudah berjalan jauh dari kafe yang ia datangi tadi.

Matanya tak berhenti membaca ulang struk pembelian yang ada di tangan. Tubuhnya berbalik, ke arah jalan menuju kafe tadi. Kemudian helaan napasnya keluar, gabungan setara antara frustrasi dan lelah. Kafe yang tadi itu jauh sekali, sungguh. Dan lagi, ia harus segera pulang dengan belanjaan bahan makanan yang ia bawa. Terpaksa, ia akhirnya kembali berjalan menuju rumah yang ia tempati sementara selama ia di Jerman ini.

Sesampainya di rumah Bertha—teman lama ibunya yang tinggal di Jerman, suaminya sudah meninggal dan punya dua anak—ia meletakkan makanan yang ia beli tadi di atas meja pantry. Bertha yang mendengar suara langkah kaki dan kresek-kresek kantung belanja pun menoleh dari kegiatannya memanaskan sup untuk makan malam. "Oh, Varsha, sudah pulang rupanya." Wanita tua itu berjalan ke arah pantry perlahan-lahan. "Es tut mir leid. Maaf sudah merepotkanmu, ya."

"Es ist Ordnung, Tante Bertha." Varsha tersenyum sembari memasuk-masukkan bahan-bahan makanan ke kulkas. "Mami di mana, ya?"

"Kamar mandi. Nanti juga ke sini buat bantu Tante masak." Bertha memilah bahan makanan dengan sebagian makanan kalengan yang harus disimpan di luar kulkas. "Balik lagi saja ke kamarmu. Tante bisa menangani ini sendiri."

"Yakin nggak apa-apa?"

"Yakin, Varsha. Tante sudah biasa. Tenanglah."

Lewat sebuah anggukan, Varsha pamit ke kamarnya—atau, kamar tamu tempat ia dan ibunya tidur untuk sementara. Ibunya, Hartanti, meminta Varsha untuk menemaninya ke rumah Bertha ini karena ingin menjenguk kawan lamanya itu. Ini hari keduanya tinggal di rumah Bertha. Masih sisa dua hari lagi sebelum kembali ke Indonesia. Sudah direncanakan bahwa besok adalah hari mereka membeli oleh-oleh, lalu lusanya pulang.

Hartanti tengah menyisir rambutnya ketika Varsha membuka pintu kamar tamu. Bola mata ibunya itu menatap ke arah sang anak. "Uwis pulang tho, Nduk?" ia kembali menggerakkan sisirnya lagi.

"Iya, Mi." Tiga langkah mendekat. "Mami nggak kedinginan mandi jam segini?"

"Kan pakai air hangat." Hartanti memandang Varsha yang sedang ber-oh pendek. "Biar seger aja, Nduk. Tadi habis beres-beres taman belakang rumah Bertha, jadi badan nggak enak kalau masih keringetan."

Varsha mengernyit dengan mata membeliak. "Lho? Beres-beres taman belakang? Kok Mami nggak nunggu Varsha pulang dulu?"

"Uwis, kalau cuma beres-beres Mami masih mampu, Nduk." Senyuman terangkat di bibir Hartanti. "Kamu seharusnya istirahat. Udah keliling-keliling buat cari bahan-bahan makanan kan buat Bertha? Pasti kamu capek."

Varsha menggeleng. "Mi, Varsha masih punya tenaga. Seharusnya Varsha yang beresin taman belakang itu."

"Ya uwis, Nduk. Wong udah dibereskan sama Mami dan Bertha kok. Kamu tinggal nikmatin pemandangan tamannya."

Nona Teh dan Tuan Kopi [TERSEDIA DI TOKO BUKU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang