Louis van Baar - Happier

51 11 4
                                    

"Berhentilah mengambil gambarku, Louis!" ucap Lea sebal.

"Tapi aku suka mengambil gambarmu, Lea. Lagi pula, memangnya kau dirugikan? Bukankah kau senang memiliki banyak foto berkualitas tinggi?" tanyaku jail.

"Terserah kau saja! Aku tidak mau perduli lagi," jawab Lea merajuk.

Aku segera memeluk Lea erat. Sungguh aku mencintai gadis ini.

•~•~•~•~•~•

Sudah lima jam aku berkutat di depan Macbook milikku. Lea. Aku merindukan gadis itu. Lea pergi karena salah paham sialan yang kami alami. Semuanya berpusat pada satu wanita. Charelle. Setelah menjadi penyebab putusnya Kianna dan Martin, kali ini dia mengganggu hubunganku dan Lea.

Aku bertemu Lea di toilet sebuah bar terkenal di Bali. And I'm crazy for her since the day I bumped into her. Cliché sebenarnya, aku dan Martin sama sama bertemu gadis kami dengan menabrak mereka. Namun Martin jelas lebih beruntung karena dia dan Kianna akan segera melangsungkan pernikahan mereka.

Aku? Aku kacau. Lea meninggalkan aku karena wanita jalang itu. Dulu aku kira dia wanita baik, sampai Martin membencinya. Sekarang aku merasakan apa yang Martin rasakan.

Senyumku mengembang. Dia cantik.

Le, I miss you so bad. Don't you miss me like I miss you? Don't you know I miss taking your pictures? You are the best object that I've ever have. Come back, Le. I'm miserable without you.

•~•~•~•~•~•

"Tersenyumlah, Louis! Tidakkah kau merindukan Bali?" ujar Martin berusaha menyemangatiku.

"Tentu saja aku merindukan Bali," jawabku lirih.

"Hey, jangan bersedih," ujar Martin lalu menepuk pundakku. Suaranya berubah serius, "aku pernah ada di posisimu. Aku tau ini berat, tapi percayalah mate kalau dia memang jodohmu, dia akan kembali padamu." Martin terdiam sebelum melanjutkan perkataannya, "lagipula, kau cocok dengan Lea." Aku tersenyum menanggapi perkataan Martin.

•~•~•~•~•~•

"Hi Ki!" ujarku sambil memeluk Kianna.

"Hey, Lou. Sudah puas melarikan dirinya? Untung aku bisa menggantikan tugasmu, Lou. Bukannya aku tidak mau membantumu, tapi kau harus move on. She looks happy and one day you'll feel it too," ucapain Kianna menohokku.

Is she happier without me?

Aku tersenyum tipis menanggapi Kianna sebelum pergi melarikan diri lagi.

•~•~•~•~•~•

"Bali put your fucking hands up," teriak Martin.

Aku terus memotret Martin ketika dia bermain. Hari ini Kianna menemaninya di atas panggung. Terkadang aku iri dengan hubungan mereka. Mereka selalu bisa menemukan ujung dari permasalahan mereka. Sedangkan aku? Aku seperti tersesat dalam sebuah labirin. Tidak bisa menemukan jalan pulang.

Aku teringat kutipan dari sebuah sastra lama berjudul The Catcher in the Rye, buku kesukaan Lea, bahwa tidak ada lagi tempat yang damai di duni ini. Seperti itulah hatiku tanpa Lea. Kacau.

Le, can you hear me? I miss you.

•~•~•~•~•~•

Pagi ini aku terbangun karena ada sesuatu yang mengusikku. Aku bisa mencium aroma tubuh Lea, seperti oreo.

"Lea, is that you?" tanyaku bingung.

"Good morning, Lou! Merasa lebih baik?" tanya Lea.

"Merasa lebih baik?" ujarku bingung.

"Kebiasaan. Pasti kau tak ingat semalam kau pingsan di konser Martin. Memangnya sudah berapa lama kau tidak makan? Sudah berapa lama kau tidak berisirahat? Kau tau makan dan isitirahat itu sangat penting. Kau juga dehidrasi. Memangnya kau tidak tau bahwa air itu diperlukan diseluruh tubuhmu?" ujar Lea panjang.

"Jadi semalam aku pingsan? Siapa yang membawaku ke sini?" tanyaku lagi. "Dan siapa yang menghubungimu untuk datang ke sini?"

"Huh, kau masih sangat bawel ya. Ya, semalam kau pingsan karena kelelahan dan dehidrasi, untungnya ada Justin dan Menno di sebelahmu. Dan Kianna yang menghubungiku untuk datang kerena mereka semua harus pergi ke Santorini untuk melanjutkan tur Martin," jawab Lea lalu menyodorkan mangkuk sup untukku. "Makanlah, supaya tubuhmu hangat."

"Thank you, Le. And I'm sorry for everything."

"Shh, makan dulu sup mu. Kita bicarakan ini nanti, ok?"

•~•~•~•~•~•

"Le?"

"Ya?"

"Semuanya salah paham, Le. Aku tidak pernah memiliki hubungan apapun dengan jalang itu. Dia memintaku sebagai photographer telanjangnya. Dia tidak pernah bilang apapun, dia tiba-tiba datang dan langsung membuka semua baju miliknya. Sungguh, Le, aku tidak akan pernah mengkhianatimu. Aku sangat mencintaimu. Ain't nobody hurt you like I hurt you and ain't nobody love you like I do. But I know I was happier with you. Jangan pernah pergi lagi."

Aku bisa melihat senyuman Lea yang muncul perlahan. Dia menatapku dan menangkupkan kedua tangannya di wajahku.

"Aku tahu semuanya, Louis. Bahkan hari itu juga, hari dimana aku meninggalkanmu, aku tahu. Martin menceritakan semuanya padaku. Tapi aku butuh waktu untuk berpikir. Jadi aku pergi. Maafkan aku, ya?"

"Tentu saja, Le. Lalu mengapa kau tidak pernah menghubungiku lagi kalau kau tahu semuanya?"

"Aku menunggumu, Louis. Tapi kau juga tidak berusaha menghubungiku jadi aku pikir kita sudah selesai."

"Aku tidak akan pernah mau berpisah denganmu, Le. Kemarin. Hari ini. Atau di masa yang akan datang. Aku ingin terus bersamamu. Jadi jangan pernah pergi lagi, ya?"

Lea tersenyum dan memelukku erat. It definitely feels like home.

•~•~•~•~•~•

"Ayo berdiri di sebelah mommy, Gracie!"

"Tidak mau! Aku ingin bermain bersama Uncle Menno!"

"Sebentar saja?"

"Baiklah."

"Siap? One, two, three, say cheese!"

"Terima kasih, Bryant!"

"You are very welcome, Louis. Lagian aku suka memotret kalian. Like family goals. Your family and Martin's."

"Menyusulah, mate!"

"Segera."

•~•~•~•~•

Hello aauliaasgier ! So, umh, I made this for you ages ago and I want to share it to the world, hope you don't mind😉

For those of you who don't know who is Louis van Baar is, he is Martin Garrix's photographer. Here's a photo of Mr. van Baar himself😉

 van Baar himself😉

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Raconteur [One-Shots]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang