Bab III. TANGAN BERACUN (Part 3)

1.1K 18 1
                                    

14. Penyergapan

Tauke pemilik losmen 'Ko-seng' secara tiba-tiba ditangkap dua orang tamu yang menginap dalam losmen miliknya dan diseret keluar melalui beberapa jalan raya, ketika tiba di sebuah rumah, kedua orang itu segera membuka pintu dan menyeretnya masuk.

Dalam ruangan telah berkumpul dua tiga puluhan orang berpakaian ringkas, ada yang berdandan sebagai petugas pengadilan, ada pula yang memakai baju perang berlapis baja.

Dengan ketakutan tauke losmen segera berlutut sambil memohon ampun, "Tayjin ampun ... hamba Sun Thian-hong tidak bersalah"

"Tutup mulutmu!"

Ketika tauke losmen melihat bupati pun ikut hadir di sana, dia semakin ketakutan hingga tak berani mengangkat wajah.

"Jangan berteriak!" tegur sang bupati, "kalau sampai terdengar orang, terlepas kau salah atau tidak, yang pasti losmenmu sudah dicurigai terlibat dalam kejahatan"

Pucat pias wajah tauke losmen itu, dengan agak tergagap ia berbisik, "Ham ... hamba benar-benar tak tahu duduk persoalan yang sebenarnya, mohon Toa-loya memberi keadilan"

Bicara sampai di situ, sekujur badannya mulai gemetar keras.

Bupati itu baru berusia empat puluhan tahun, mukanya merah dengan jenggot panjang berwarna hitam, wajahnya angker lagi berwibawa, tak dipungkiri keberhasilannya memangku jabatan sebagai Bupati di tempat ini tak lain adalah berkat promosi Si Ceng-tang, memang dia terhitung salah seorang murid andalan Si Ceng-tang, lihai dalam mengumpulkan informasi dan terhitung seorang mata-mata unggulan, orang memanggilnya Say Hong-ki.

Kemarin, secara tiba-tiba Si Ceng-tang mengirim surat rahasia dan minta Say Hong-ki segera menyusul ke rumah penginapan malam itu juga untuk bertemu, setelah mengetahui duduk perkara yang sebenarnya dan merundingkan cara yang tepat untuk menangkap lawan, dia pun mengutus orang untuk mengundang datang Sun-ciangkwe, tauke pemilik losmen Ko -seng, sebab Si Ceng-tang tahu, urusan dengan rakyat bawah paling tepat bila diselesaikan sendiri oleh Bupatinya, karena jauh lebih gampang dan leluasa.

Begitulah, dengan suara serius sang bupati Say Hong-ki segera menghardik, "Di tempat ini tak ada urusannya dengan kau pribadi! Kami sedang memburu buronan kelas kakap sehingga mau tak mau kami terpaksa harus membakar rumah penginapanmu. Tiga hari kemudian, kau boleh datang ke kantor bupati untuk mengambil uang ganti rugi sebesar dua ratus tahil perak, anggap saja sebagai ganti rugi terbakarnya penginapan ini, dengan uang sejumlah itu, kau bisa mendirikan lagi penginapan yang baru."

"Terserah kemauan Tayjin," buru-buru Sun-ciangkwe menanggapi, "bagaimana pun penginapan bobrokku memang merugi, dibakar malah kebetulan."

Say Hong-ki segera berpaling memandang Si Ceng-tang, ketika panglima perang itu mengangguk, dia pun berkata lebih lanjut, "Sun Thian-hong, aku sengaja memberitahu rahasia ini kepadamu tak lain karena bermaksud agar kau bisa memberi kisikan kepada para pelayan, keluarga dan tamu-tamu tertentu, agar segera membenahi barang berharga dan diam-diam menyingkir dari sini, sementara tugas pelayan biar sementara kami tangani. Tapi ingat baik-baik dan peringatkan juga kepada yang lain, jangan gugup, jangan panik, kalau sampai kedua belas buronan itu mendapat kabar angin, hm! Kau mesti bertanggung jawab!"

Bentakan Say Hong-ki itu seketika membuat Sun-tauke makin ketakutan, dia menyembah berulang kali sambil berbisik dengan suara gemetar, "Ba ... baik ... baik ... hamba pasti akan sangat hati-hati ... sangat hati-hati, tidak sampai ketahuan para ... para buronan"

Ciu Pek-ih dan Pek Huan-ji saling bertukar pandang sekejap, lalu tersenyum penuh arti. Tampaknya kedudukan seorang Bupati di mata rakyat rendah memang amat menakutkan dan berwibawa, sementara Say Hong-ki sendiri pun tahu kalau rakyatnya jeri terhadapnya, tak heran bila bertemu pejabat korup, rakyat kecillah yang hidup sengsara dan menderita.

Serial 4 Opas (The Four) - Wen Rui AnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang