Chapter 11 (Revisi✔️)

11.9K 1.2K 136
                                    

"Mau apa lagi kau kemari?"  bentak Kendall begitu ia melihat Harry sudah ada di bawah balkonnya seperti biasa.

"Menemani Louis." Pemuda keriting itu menoleh ke kiri dan dilihatnya Louis sedang menggodai Eleanor di bawah balkon kamarnya.

Ya, akhir-akhir ini kedua pria itu sering datang untuk menemui kedua Putri tersebut meski keduanya tidak ingin ditemui. Kendall bahkan sampai menyuruh pengawal agar menjaga kastil untuk tidak membiarkannya masuk.

"Hey, tangkap ini." ujar Harry sembari melempar sebuah tali tambang ke balkon Kendall.

"Tidak lagi. Kau harus berhenti melakukan ini, Harry."

Harry menaikkan sebelah alisnya, "Ya sudah. Kalau begitu aku memanjat saja." tuturnya sembari mulai memanjati celah-celah batu marmer itu lagi.

"Kali ini aku tidak akan peduli. Terserah kau mau nekat atau tidak. Jika kau mati terjatuh aku tetap tidak akan peduli."

"Begitukah?" ucapnya masih sambil memanjati dinding marmer tersebut. "Itu bagus, berarti kau tidak akan menangis bukan?"

Kendall melipat kedua tangannya di dada. Tentu saja ia menimbang-nimbang ucapan Harry barusan. Benarkah Kendall tidak akan menangis jika Harry mati karena jatuh terpeleset?

"Lemparkan talinya." Ujar Kendall hampir bergumam.

Detik itu juga seringaian di wajah Harry muncul. Ia melompat dari posisinya dan kembali melemparkan tali tambang ke balkon. Begitu Kendall menerimanya, ia langsung mengikat tali itu ke pagar balkon.

"Whoa, terimakasih." Ujar Harry masih dengan cengiran khasnya yang genit dan tengil.

Kendall hanya diam memandangi pria bodoh itu. Mengapa ia masih bisa membiarkannya naik?

"Di sini dingin. Ayo masuk." Ajak Harry sembari berjalan masuk ke dalam kamar Kendall.

"Hey, jangan sembarangan. Siapa yang mempersilahkanmu untuk masuk?!" peringat Kendall sembari berjalan menyusulnya.

"Lalu? Kau mau aku mati kedinginan di luar?"

Lagi-lagi alasan 'kematian'. Mendengar kata 'mati' saja sudah membuat bulu kuduknya berdiri.

Kini gadis itu bergeming. Kendall terlihat pasrah mendengar kata-kata Harry barusan. Harry menang lagi. Ia pun berjalan mendekat ke arah meja rias Kendall. Dilihatnya sebuah kotak beludru kecil berwarna biru dongker.

Dibukanya kotak itu. Sontak, Kendall langsung teringat akan isi kotak itu—sebuah kalung perak berbandul salib kecil yang pernah Harry berikan padanya dulu saat mereka baru menjadi sepasang kekasih.

Harry tersenyum miring memandangi kalung itu, "Kau masih menyimpannya ternyata?"

"A- aku baru mau membuangnya."

"Hmm... begitu? Lalu mengapa masih tergeletak di meja riasmu?" Harry kembali menyengir.

"A- aku bahkan tidak ingat bahwa itu ada disana. Aku tidak memperhatikannya. Ta- tapi pada awalnya aku memang sudah berniat untuk membuangnya." Gadis itu langsung berjalan cepat ke arah Harry dan merebut kalung itu dari tangannya. Kemudian ia berbalik dan berjalan ke arah balkon hendak melempar kalung itu ke semak-semak.

Namun Harry langsung bertindak cepat. Ia menahan tangan Kendall agar tidak melemparnya keluar. "Mengapa kau ingin membuangnya?" kening Harry mengerut.

Selama beberapa saat Kendall mengerjap-ngerjapkan matanya sebelum menjawab, "Aku tidak percaya Tuhan. Dan aku juga tidak percaya padamu." Tuturnya.

Untuk yang kesekan kalinya hati pemuda itu mencelos mendengar ucapan gadis keras kepala itu. Tapi Harry tidak tinggal diam. Ia tidak mungkin membiarkan Kendall membuang kalung pemberiannya.

The Secret Affairs (REVISI ✔️ - One Direction Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang