"Sang Ryung"

10 1 0
                                    

"Hei, Ahjumma1"

"Kau tidak sopan sekali ya"

Kuperhatikan tangannya yang terus menggenggam pergelangan tanganku, enggan dilepaskan. Aku sendiri sudah menyerah untuk melepaskan diri dari ahjumma keras kepala ini.

Kulirik lagi tangan ahjumma yang lain yang menggenggam pedang coklat berukir naga. Setiap kali kuulurkan tanganku untuk mengambil pedang itu, tangannya selalu gesit menghindar. Dasar pencuri pedang !.

"Hei, ahjumma"

"Kau ini ya, apa aku terlihat setua itu di matamu ? Aku bahkan belum menikah"

"Itu karena kau jelek"

"Sama-samalah"

Aku menggerutu sebal. Sesungguhnya ahjumma ini belum pantas untuk dipanggil ahjumma. Usianya mungkin masih awal-awal kepala 2, dan wajahnya tidak bisa dibilang jelek juga.

"Hei, kau akan menyesal memaksaku ikut denganmu" ucapku

"Aku tidak akan menyesalinya" balas ahjumma cepat

Aku menggerutu lagi. Orang ini bodoh atau apa ? Bisa-bisanya memaksa anak kumuh ikut tinggal bersamanya. Anak kumuh yang sudah mencuri dompetnya pula. Apa tidak bodoh namanya ?.

Aku tau ahjumma ini. Dia sudah lama menjadi buah bibir di pasar, gadis keturunan keluarga bangsawan yang justru tinggal sendirian di tengah pegunungan dan mengasuh anak-anak terlantar. Aku tidak mengerti apa yang dipikirkan keturunan konglomerat sepertinya dengan mengurus anak-anak tidak berguna seperti itu.

"Kalau kau menurut, aku akan penuhi kebutuhanmu, dan kukembalikan pedangmu, seperti janjiku" ucapnya tiba-tiba.

Aku diam saja. Kalau pun aku mulai berontak hendak kabur lagi, orang ini pasti akan mengejarku lagi tidak peduli sejauh apa aku lari dan sembunyi. Buktinya, sudah nyaris sebulan aku melarikan diri dari orang ini dan berakhir menjadi seperti ini. Lari lagi pasti juga akan dikejar.

"Apa kau tau siapa aku ?" tanyaku, mulai curiga.

Apa orang ini menginginkan imbalan dari semua ini ?

"Asal kau tau saja, aku ini sudah dibuang dan..."

"Aku tidak tau siapa kau, dan aku tetap menginginkan dirimu. Aku tidak peduli siapapun dirimu sebelum dirimu yang sekarang tapi yang kuinginkan tetap dirimu yang sekarang"

Aku terdiam. "Kau ini bodoh ya ?" kata-kata itu spontan keluar dari mulutku tanpa pikir panjang.

Ahjumma tertawa "Aku hanya tidak bisa membiarkanmu begitu saja"

Aku perhatikan lagi raut wajah ahjumma. Rambut panjangnya disanggul tinggi tanpa hiasan apapun. Hanbok yang dipakainya pun hanyalah hanbok sederhana yang biasa dipakai rakyat jelata. Wajahnya polos tanpa riasan meski tidak mengurangi kecantikan natural yang dimilikinya. Sangat mencoreng nama bangsawan yang disandangnya.

"Apanya yang putri bangsawan" gerutuku pelan.

Tanpa kusadari, kami sudah tiba di depan sebuah gerbang rumah besar. Rumah besar itu mengingatkanku pada desa kecil tempatku dulu tinggal. Begitu gerbang dibuka, segerombolan anak kecil langsung berbondong-bondong mendekati ahjumma.

Aku buru-buru bersembunyi di belakang ahjumma sambil merapatkan kain yang menutup kepalaku. Genggaman tangan ahjumma terlepas dari pergelangan tanganku, tapi bukannya kabur, aku justru berpegangan erat pada baerae milik ahjumma dan bersembunyi di belakangnya.

"Siapa ? Keluarga baru ?"

"Dia kotor"

"Hei, siapa namamu ?"

Nabi "Butterfly"Where stories live. Discover now