Puzzle empat

84 1 0
                                    

Part 10

Aku mencarinya, bukannya mo ngejar neh. Cuma aku masih penasaran dengan alasan yang kuminta. Dia masih berutang lima alasan padaku. Aku hanya mengangguk-angguk mendengar penuturannya. Yah sudahlah, aku juga sudah males mendekatinya. Aku kan mau beramah tamah dengan mahkluk aneh dari negeri antah berantah. Malam ini aku ada janji dengan reptil-reptil. Ngerace. Tapi harus sembunyi-sembunyi. Kalo bokap sampai tahu, aku bisa kena setrap, tumben papaku ada di rumah, biasanya dia asyik berkeliling di luar sana, mungkin sama sepertiku mengusir rasa sepinya. Aku tidak mengerti apa alasan Papa, sampai saat ini belum juga mencari penganti ibu ku. Perlahan-lahan kudorong Jazz metalik ku keluar dari garasi. Kalau papaku terbangun dari tidurnya kan bisa gawat. Aku mengendap-endap, ufhhh, akhirnya berhasil mengeluarkannya. Tak urung niatku, emang aku mau mendengar ejekan keempat reptil itu yang mengataiku pecundang? Nop! Ngerace, siapa takut, toh ini bukan yang pertama buatku. Menekan gas kuat-kuat dan meluncur, seakan-akan menerbangkan semua masalah yang bertumpuk dikepalaku. lni lebih fly dibandingkan harus meneguk alkohol. Terbang bebas seakan bertaruh dengan takdir.

"Non, mau kemana" suara itu sentakkanku. Wanita separuh baya itu terlihat khawatir

"Mbok nggak usah khawatir, Fitrah janji sebelum papa bangun Fitrah udah balik lagi kok!" kukecup pipi keriputnya, dia hanya menatapku dalam diamnya.

"Akhirnya datang juga!" sambut Eko sumringah.

"Berapa taruhanya?" tanyaku "Sepuluh ribu!" aku membelalak sepuluh ribu? Murah banget!

"Dolar Non!" aku nyengir mendengar lanjutannya.

"OK Deal, jadi kita patungan nih" kutatap mereka satu persatu. Keempatnya mengangguk. "Lawannya?" tanyaku lagi. Prima menunjuk sebuah mobil merah berlogo kuda jingkrak. Aku mengernyitkan dahi. "Napa? Takut?" Yadi menatapku

"Takut? Kayak nggak kenal aku aja. Mobil sih boleh nomer satu, tapi kan yang penting tuh pengendalinya. Iya nggak!" tepisku.

"Fit... hati-hati yah!" Andy menatapku khawatir. Aku mengangguk.. Cowok pemilik mobil merah itu menyeringai merendahkanku.

Let's see Mr, Siapa yang akan lebih hebat. Kulihat gadis didekapnya memberinya hadiah yang... khyakk... menjijikkan. Mesum sebelum balapan, bisa kualat! Kulajukan Jazz ku secepat mungkin. Awalnya si merah memimpin. Bukan Fitra namaku kalau kalah dengan manusia sombong itu. Kutekan pedal gas kuat-kuat, aku melaju diatas angin, ini yanga paling ku suka. Aku berhasil mendahuluinya. Well... teknologoi bisa kalah kan dengan otak manusia! Aku jauh di depannya. Tapi betapa terkejutnya aku begitu menyadari di lintasanku sebuah motor melaju. Kuusahakan menekan pedal rem secepatnya, tapi terlambat. Kepalaku terasa berdenyut.

^-^

"Fitra. .. kamu ini! Bla..bla... bla... !"Papa mati-matian mengomeliku, kepalaku cuma lecet sedikit tapi korbanku... mungkin rusak berat.

"Udah deh Pa, marahnya dilanjutin nanti yah!" rayuku manja. Dia hanya mengelus dada dan mengangguk untuk kemudian menjewer kupingku.

"Awww, ampun deh Pa, Fitra nggak bakal ulangin lagi. Eh, gimana orang yang Fitra senggol?"

"Senggol? Itu bukan nyenggol, Fitra????" Papa memplototiku. Aku cuma bisa nyengir. Sialan... kemana empat reptil itu. Kok nggak ada yang nongol sih

"Polisi nyari kamu" wajahku berubah panik. Polisi? Apa orang itu nuntut? Aku tidak mau mendekam di balik bui.

"Kalau korbannya nuntut kamu, hukumannya makin nambah!" wajahku makin pucat. Papa malah menertawakanku. Aku melipat wajah, sebenarnya dia papaku atau bukan sih. Anaknya susah eh malah ketawa. "Tenang anak nakal.Papa akan beresin semuanya. Tapi kamu janji tidak akan ada balapan lagi!" serunya. Aku mengangguk. Dia memelukku lembut, kalau lagi seperti ini kadang-kadang aku merasa papaku punya dua karakter, jadi papa yang galak sekaligus jadi ibu yang paling mengerti aku.

Perjalanan dua hatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang