Puzzle tiga

89 1 0
                                    

Part 9

Puzzle tiga

Kutatap layar komputerku. "Cinta, Coklat dan Valentine" desisku. Akhirnya artikel ini selesai juga. Besok pagi harus ku setorkan ke redaksi Koran kampus. Oh iya... sebentar lagi valentine. Kata orang hari kasih sayang, bagiku tidak penting. Valentine hanya satu moment mengumbar cinta bertopeng nafsunya. Cinta? Bahkan aku tidak mengerti apa itu cinta? Jika cinta adalah ucapan, janji manis atau sentuhan lembut dari para reptil, aku berharap tidak pernah tersentuh cinta. Cinta hanya menggilasku, membuatku kehilangan cinta mamaku demi alasan dia mencintai orang lain. Lalu aku ini apa? Tak adakah cintanya untukku. Kutatap sebuah brosur yang tadi sempat kupungut di koridor kampus. 'Kiat mencari Cinta', narasumbernya seorang artis yang katanya telah menemukan cinta sejatinya. Cinta sejati? Aku mengernyitkan dahi.

^-^

Pagi yang indah, burung-burung bernyanyi riang. Andai aku burung-burung itu. Tanpa keresahan, kegelisahan atau kehampaan. Sanggup bernyanyi tiap paginya. Hari ini sudah kuputuskan ikut dialog itu, mungkin disana kutemukan yang kucari. 08.30... gedung itu lumayan ramai. Tapi kebanyakan yang hadir adalah wanita padang pasir. Mereka terkadang mengalihkan pandangannya padaku. Mungkin mempertanyakan diriku. Seperti biasanya, aku hanya membalut tubuhku dengan jeans hitam dan kemeja kotak kesayanganku, kupadu dengan kets hitamku. Aku menatap diriku sendiri, something wrong with me? Ataukah ... hmm kali ini kusembunyikan rambut cepakku dibalik sebuah topi. Like man? Hmm.., whatever... who care?. Aku sempat kebingungan ternyata tempat cewek dan cowoknya terpisah. Aku harus dimana. Untungnya aku bertemu Nisa, dia menarikku ke tempat yang tepat. 'Pencarian Cinta' dimulai.

Menurut sang narasumber cinta adalah suatu fitrah dan keindahan saat kita mencintai dengan tulus dan rela melakukan apapun untuk yang tercinta. Tapi yang terpenting adalah bagaimana kita mencintai sang Pencipta, karena hanya Dialah sumber cinta sejati itu. Sang pencipta telah memberikan kita begitu banyak anugrah tanpa batas. Selayaknyalah cinta sejati kita hanya padaNya. Jika cinta yang kita rasakan pada seseorang sebaiknya dipositifkan di jalanNya, hingga kita mampu membinngkainya dengan indah bukan dengan nafsu yang kini menghitami makna cinta sesungguhnya. Cinta adalah cahaya, berasal dari cahaya dan menuju cahaya. Aku mendesah panjang, mungkin harus kurenungkan kembali semua yang terjadi. Siapa aku? Untuk apa aku ada? Aku masih mencari cinta atau apalah namanya...

^-^

Koridor itu cukup ramai. Lumayan buat cuci mata. Para reptil disana. saat aku datang, mereka menarikku bergabung. Selalu saja ada yang mengusikku saat melihatnya dipojok sana sedang asyik di dunianya sendiri. Mengapa dia berbeda? Tidak seperti Prima, Yadi, Eko dan Andy atau banyak cowok lainnya yang lebih senang menganggu gadis-gadis yang lewat di dekatnya. Dia asyik dengan buku dan berbinar senang saat berbincang dengan teman-teman anehnya. Apa kami di dunia yang berbeda?

" Fit, gimana?"

"Payah ah, Hmm... 5 deh!"

"Aku... hmm dua!"

"Murah banget! Kau gimana, Ko!"

"Hmm... Roknya mesti naik sepuluh centi baru aku berani ngasih dia 6!"

"Arah jam 12!" Suit... suit... suitan panjang mengiringi tawa renyah kami

"Yad, liat arah jam satu. Taruhan... berapa menit nih!" Tantang Prima

"Lima deh!" Yadi bangkit dari singgasananya "Pasti lebih dari lima menit, trus ujung-ujungnya dia pasti dicuekin!" Andy menyeringai. Seringai khas penggoda. Maklumlah pas dia ngomong ada satu lagi yang berlenggok depan di depannya.

"Gimana kalo dia sukses ngajak tuh cewek!" Prima akhirnya bersuara "Eh... entar! Liat deh, kayaknya hipotesamu salah Ndy!" ucap ku sambil mengalihkan pandangan ke tempat Yadi.

"Sial juga tuh anak, pake pelet jenis apalagi. Mati deh aku... !" Prima menepuk dahinya terlihat cemas, meratapi nasib uang jajannya yang sebentar lagi menipis. Aku cuma tersenyum melihat tingkah konyolnya

"Fit... kesana deh, jewer dia kek. Bilang kamu pacarnya!" Eko menarik lengan ku.

"Eits.... Aku cuma wasit di taruhan ini, nggak boleh berpihak dong!" kuhempaskan tangannya sambil cengar-cengir. Kembali kami bersiul panjang, menatap satu lagi gadis tolol yang entah sengaja atau tidak melintas dihadapan kami HUEKKKK! Teriak kami kompak, lalu tawa kembali pecah

"Ini kan tempat belajar, bukan diskotik, lagian pagi gini...." Ucapku setelah tawa kami reda.

"Yah, Fit., kalo cewek dandannya kayak kamu, rugi dong kita ke kampus. Cuman nyaksiin makhluk nggak jelas sepertimu!" ujar Andy kemudian.

"Ndy, nih monyet kan bukan cewek!!" seru Prima mengingatkan, kupelototi mereka satu-satu.

"Emang!!! Aku bukan cewek bego kayak mangsa kalian! Yang gampang banget di kibulin!" ujarku membela diri

"Fit, kau itu normal nggak sih?" Eko kini memandangku .

PLAK... BUG... BUG!! Buku ditanganku beralih, menghadiahi Eko pukulan dikepalanya

"Kalian berdua juga, kenapa ketawain aku!" protesku sengit. Gantian Prima dan Andy yang siap diberi hadiah.

"Iya.. aku normal. Tapi versiku sendiri . Nggak perlu legalitas dari kalian!" seruku lagi

"Hi guys... look it !" Yadi kernbali sambil memamerkan handphonennya. "Namanya!" Andy meraih Hp mungil itu, jari jarinya sibuk memencet tutsnya.

"Metha!" Ujar Yadi semangat

"Nggak nyambung Yad!" Hp itu beralih kembali ke tangan Yadi.

"Masa iya sih!" dicobanya lagi.

"Sialan nih cewek, aku dikibulin!" "Ha-ha-ha, akhirnya uangku nggak raib!" Prima berteriak keras

"Ada juga yang bisa kadalin reptil macam to yah, Yad!" aku geleng-geleng kepala.

"Reptil? Aku bukan reptil!" bentaknya kesal. "Fit, jangan panggil kita reptil dong. Ngurangin pasaran. Tahu nggak sih!" Andy ikut bersuara "Yeah apa yang salah. emang reptil kan, ular!" Jariku pada Eko, "Kadal!" pindah pada Yadi, "Bunglon!" pada Prima dan "Buaya!" pada Andi "Ha... Ha..ha.. !!!" tawaku pecah melihat semburat marah di wajah reptile-reptil itu

"Dan kau pawang reptil! Mahkluk purba, spesies nggak jelas!" Andy mengacak rambutku, kutepis dengan kasar, kurapikan kembali rambutku dengan jari-jariku. "Pawang reptil? Nggak! Kamu itu komodo yang harus di deportasi ke pulau komodo!" ganti Yadi mencubit pipiku. Aku meringis.

"Komodo nggak normal!" Prima menimpali.

"Aku normal .... reptil jelek!!!!"kuarahkan bogemku pada keempat mahkluk jelek itu, kami saling berkejaran sampai ke dalam ruang kelas. Sempat kulirik cowok aneh itu, sepertinya dia terganggu dengan tingkah kami. Bodo!

^_^

My note

Yuhuuii cerita ini sdh d posting dari blog, tumblr dsb :) ini hanya fiktif belaka, sedikit dilatar belakangi pengalaman pribadi, here we go... Here i m... Menghidupkan "mas ikhwan" lagi di cerita walaupun si mas sdh ketemu bidadari surganya :p dan bukan sayaaa tentu saaajaaah... Loooh kok curhat yaak

Enjoy my work

Enjoy my story readers (heh sok byk pembaca nyaaa yah )

Perjalanan dua hatiWhere stories live. Discover now