promise ((c.h))

37 2 0
                                    

Ruby memejamkan matanya dengan erat.

Bulir air mata berjalan menuruni kedua pipinya. Terus saja air mata itu turun, tidak terbesit sedikit pun di pikiran Ruby untuk mengusapnya. Ia memang tidak peduli dengan siapapun yang akan melihat air mata itu. Tidak peduli pada Calum yang sejak tadi berdiri di depannya.

"Mau menangis terus?" Calum menatap kedua mata Ruby lurus.

Ruby malah makin terisak. Tubuhnya kini bergetar. Tak lama, ia pun ambruk dan Calum dengan sigap menangkap tubuh Ruby.

"Tuh, baru nangis sebentar saja sudah ambruk, bagaimana kalau nangis lebih lama lagi?" Calum bicara lagi.

Ruby membuka kedua matanya dan mengerucutkan bibirnya. "Aku nggak mau pergi, Cal. Kalau bisa badanku biar lemah saja supaya kamu mau menahanku terus."

Tatapan Calum melemah. Bibirnya tersenyum walau dalam hatinya perih. Ia hanya bisa tersenyum seadanya dan terlihat tenang di depan Ruby.

"Kamu nggak sedih kalau aku pergi?" tanya Ruby dengan nada bingung.

Calum mengangguk, kali ini tanpa senyuman.

"Sedih?"

Calum mengangguk lagi.

"Kok kelihatannya kamu nggak sedih?"

"Aku nggak mau kelihatan sedih di depan kamu."

Kedua alis Ruby terangkat. "Maksudnya?"

"Nanti aku malah merepotkanmu kalau aku terlihat sedih di depanmu. Lagipula wajahku jelek kalau sedang sedih. Nggak seperti kamu. Masih cantik."

Rona merah muncul di wajah Ruby. Yang tadinya ia hanya cemberut, sekarang sudah berganti dengan cengiran lebar. "Nggak mempan, kamu bicara seperti itu pun aku tetap sedih."

"Biar saja, yang penting kamu senyum lagi kan?" Calum tampak sedikit lebih lega melihat Ruby yang sudah berhenti menangis. "Nggak usah sedih, nanti aku bisa bertemu kamu lagi."

"Kapan?"

Calum mengangkat bahu. "Yang pasti aku janji akan bertemu denganmu lagi."

Ruby mendesah malas. "Ah, janji palsu. Nanti juga kamu lupa."

Calum memutar kedua bola matanya. Lalu ia mengacungkan jari kelingking tangan kanannya. "Aku janji aku akan menemuimu, entah kapan, yang jelas aku janji padamu."

Ruby menunduk memandang jari kelingking Calum di depannya. Ia pun mengaitkan jari kelingking miliknya ke jari kelingking Calum. "Jangan ingkar janji ya, kamu tahu kesepakatan kita tentang janji kelingking."

"Aku masih ingat kok." Calum mencubit pipi Ruby setelah melepaskan jarinya.

"Tapi, aku serius. Aku sudah bisa membayangkan kamu datang menemuiku." Ruby tidak menggubris cubitan Calum di pipinya.

Calum meraih kedua pipi Ruby dan mendekatkan wajahnya ke wajah Ruby. "Dengarkan aku, aku bukan tukang ingkar janji. Aku tahu konsekuensinya berjanji dengan Ruby Houston dan aku tidak pernah berniat melupakannya. Sedetik pun tidak pernah."

Ruby membeku di tempatnya. Calum tidak pernah sedekat ini dengannya. Pipinya yang masih disentuh Calum memanas dengan segera tanpa bisa ditahan Ruby.

Saat Ruby menyadari kalau ia terlalu lama tenggelam dalam mata Calum, Ruby mengerjap dan melepaskan tangan Calum. "Kalau aku sudah pergi, aku boleh meneleponmu?"

"Pasti boleh."

"Kalau mengirim pesan boleh tidak?"

"Boleh, Ruby."

painkillersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang