lost ((z.m))

98 5 3
                                    

"Kalian harus berhenti mengontak satu sama lain."

Ucapan pria berkaus hitam itu langsung tepat sasaran. Meruntuhkan semua pertahanan yang sudah dibuat Zayn dalam sekejap. Mata Zayn membulat tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Apa maksudmu?" tanya Zayn yang masih syok.

Si pria mengulang ucapannya. "Kau dan Rebecca harus berhenti mengontak satu sama lain. Apa itu masih kurang jelas, Zayn?"

Zayn masih belum paham alasan pria itu berkata demikian. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan hampa. Pria itu tidak tahu seberapa besar perasaan Zayn kepada Rebecca. Pria itu tidak tahu apa saja yang sudah dilalui Zayn bersama Rebecca. Pria itu juga tidak tahu betapa berharganya kehadiran Rebecca di dalam hidupnya.

"Kalau aku menolaknya, bagaimana?" Zayn mengangkat alisnya.

"Maka akan berimbas dalam karirmu juga. Keputusan ini sudah dirundingkan oleh semua pihak manajemen. Kau sudah terlibat perjanjian kalau akan mengikuti apa yang kami arahkan, jadi percuma saja menolak." balas pria itu ringan.

Zayn mendesah. "Aku tidak mau, apa kau akan memaksaku?"

"Memangnya kau tidak memikirkan bagaimana akibatnya kalau kau menolak? Kau yakin hubunganmu akan berjalan lancar?"

Wajah Zayn terlihat lebih dingin dan auranya semakin menggelap. "Yakin, kenapa harus ragu?"

Pria itu jadi gusar saat melihat respon Zayn. Berbicara dengan Zayn memang tidak semudah berbicara dengan kawan-kawannya kalau sudah menyangkut aturan. Tapi, pria itu hanya menjalankan tugasnya, menjalankan perintahnya. 

"Kau tidak khawatir Rebecca akan kesulitan dengan menjalani hubungan bersamamu? Ia akan disorot publik dan diberitakan yang tidak benar. Kau sudah siap?" Zayn terdiam dan pria itu melanjutkan. "Kau tahu kan seberapa parahnya orang di luar sana kalau membahas kehidupan pribadimu? Rebecca pasti akan jadi kesulitan dan tertekan. Kau rela menjadikannya begitu?"

Tak ada komentar dari ujung bibir Zayn. Mata Zayn teralihkan ke ubin di bawahnya. Zayn memang tidak pernah mau kalau media massa masuk ke kehidupan pribadinya terlalu dalam. Menurutnya, Rebecca yang bukan seorang selebriti, tidak perlu dijadikan konsumsi publik. Gadis itu hanya gadis biasa seperti yang lain, tidak perlu diikuti ke manapun gerak-geriknya. Biarlah hubungan Zayn dan gadisnya menjadi urusan dirinya dan Rebecca, tidak perlu campur tangan dari orang lain.

Tapi jika Zayn memang bersikeras untuk mempertahankan hubungannya, maka Rebecca akan merugi. Zayn tahu bagaimana manajemennya kalau sudah bertingkah, bisa-bisa hidup Rebecca malah jadi tidak tenang. Dilema menyelimuti Zayn. Ia menimbang-nimbang semua pilihan yang ia miliki.

"Beri aku waktu, nanti kukabari lagi." Zayn pun bangkit dari sofa dan berjalan ke luar ruangan. Ia meraih ponselnya dan menekan speed dial yang akan menghubungkannya dengan Rebecca.

"Halo, Zayn? Ada apa?" Di ujung sana terdengar nada bersemangat khas Rebecca.

Kedua sudut bibir Zayn terangkat tanpa sadar. "Hai, apa aku mengganggumu?"

"Tentu tidak," jawab gadis itu. "Memangnya kapan aku pernah merasa terganggu karenamu?"

Jawaban itu membuat Zayn semakin tidak tega menyampaikan apa yang ada di dalam kepalanya. "Aku perlu bicara."

"Bicara saja, Zayn. Aku selalu mendengarkanmu kok." kata Rebecca santai.

Zayn menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan matanya. "Aku dan kau harus berhenti berhubungan lagi."

"Kau bicara apa sih? Kau bercanda kan?" Rebecca terdengar sesyok Zayn saat mendengar kalimat yang mirip dari pria itu. Kalau Zayn diminta mengulang ucapannya, Zayn tidak akan mau.

painkillersWhere stories live. Discover now