Chapter 7

215 27 7
                                    

Sejauh ini, yang berbeda dari mall disini adalah liftnya yang bisa berjalan horizontal, tidak hanya vertikal seperti yang ku ingat. Harry telah membawa tiga kantong belanjaan yang hanya miliknya sendiri. Sebenarnya ia sedari tadi mendesakku untuk membeli sesuatu, hanya saja... aku memang bukan tipikal gadis yang menyukai shopping.

"apa itu membuatmu malu?" tanya ku.

"um... sedikit, mengingat semua ini hanyalah belanjaanku. Karena kau biasanya berbelanja lebih banyak daripada aku.","dan sekarang justru kebalikannya," katanya sambil mengangkat kedua bahunya. Aku hanya tertawa kecil mendengar jawabannya. Tiba-tiba beberapa gadis remaja mendekati kami, dan salah satu dari mereka mengatakan ingin berfoto bersama Harry.

"All right, biar aku saja yang membawakan kantong belanjaanmu," tawarku.

"Thank you," jawabnya. Well, melihat pemandangan ini cukup membuatku yakin bahwa suamiku adalah seorang penyanyi yang tenar. Memang sebuah kenyataan yang tidak bisa dipercaya. Tiba-tiba aku merasa aku butuh ke kamar mandi, jadi aku berkata pada Harry bahwa aku pergi ke kamar mandi sebentar.

Cukup lama berputar-putar mencari kamar mandi, akhirnya aku menemukannya juga. Dan sekarang... aku dibingungkan dengan bagaimana cara menggunakan kloset duduk yang super canggih ini. Di sampingku terdapat banyak tombol, dan aku memperhatikannya satu-satu dan membaca keterangan kecil yang ada di bawahnya. Dan akhirnya, aku bisa mengoperasikannya. Setelah selesai, aku tak lupa dengan belanjaan Harry yang ku gantung di knob pintu. Aku juga tak lupa melihat diriku di kaca sebentar, membenarkan rambutku yang mulai sedikit berantakan. Saat aku berkaca, aku mulai memperhatikan detil wajahku. Lalu memegangnya. Disitu aku mulai benar-benar sadar bahwa aku memang bukan 16 tahun lagi. Wajahku telah terlihat dewasa, ditambah lagi dengan rambut pirang yang bergelombang ini.

Aku pun menghembuskan nafas panjang, lalu meninggalkan toilet dan menuju tempat dimana aku meninggalkan Harry dan beberapa gadis remaja itu tadi. Saat aku melihat Harry, ternyata ia sudah tidak bersama dengan gerombolan gadis remaja tadi, tapi ia sedang berbicara dengan seorang wanita yang ku kira ia seumuranku. Dan sesekali mereka berdua tertawa. Wanita itu cantik, tinggi, dan berambut brunette. Pakaiannya pun sangat modis, apa mungkin memang dia model? Karena tak tahu jawabannya, aku pun mengangkat kedua bahuku. Tapi saat aku hendak mendekat, mereka berciuman, di bibir. Sontak, aku menghentikan langkah kakiku. Rasanya hatiku teriris. Siapa wanita itu? Kenapa Harry mau menciumnya? Mengapa wanita itu mencium Harry? Mengapa wanita itu sangat bernafsu melakukannya? Melihat pemandangan itu rasanya kakiku seperti terpaku. Aku tidak bisa kemana-mana, walaupun rasanya aku ingin berlari lalu mengambil tongkat satpam dan ku pukulkan ke wanita itu dan Harry. Tapi aku tidak bisa melakukan itu. Hatiku lebih teriris lagi saat wanita itu bertatapan denganku, tapi tanpa merasa bersalah ia malah tersenyum licik di depanku. Hatiku benar-benar bergejolak, kakiku terasa terpaku, hatiku teriris, yang hanya bisa aku lakukan adalah meneteskan air mataku disitu, sambil menunduk. Stupid! Are you a kid or something? Aku ingin menampar Harry, menampar wanita itu juga, tapi aku tak bisa. What the fuck is this? I hate this, i hate this... I want to go home, to Sydney.

Setelah Harry selesai dengan wanita itu, ia tak sengaja menoleh kepadaku dan membelalakkan matanya.

"Raine!!" panggilnya setengah berteriak yang dicampur dengan rasa kaget dan juga panik. Ia menghampiriku, lalu meletakkan kedua tangannya di pipiku dan mengangkat wajahku. Well, i must be looks horrible right now. Jadi, aku melepaskan kedua tangan Harry dari wajahku. "Raine... sejak kapan kau berada disini?" Seharusnya aku bisa menampar Harry, marah padanya, dan berlari pergi dari sini.

"Siapa dia? Apa kau telah lama melakukan ini di belakangku? Apa kau mencintainya? Apa dia juga mencintaimu? Aku tahu aku memang aku adalah orang yang brengsek dulu, tapi apa kau akan melanjutkan apapun hubunganmu dengannya? I know I am such a bother for you, karena aku yang entah apa aku ini sakit atau apa, but Harry, please love me all over again, please... I will change, for you, for me, for everyone I love. Please end everything with her, and start all over again with me... I beg you..."

You sure are pathetic, Raine.

Tiba-tiba Harry memelukku erat, lalu berkata, "I did, I did, Raine. I fell in love with you all over again. The new you... It makes me fall in love with you again. I'm sorry you have to saw me kiss her. But that was a goodbye kiss. I ended things with her, no more affair. I love you, all right? Please don't cry anymore."

I am a pathetic.

***

Sampai di flat, kami berdua memutuskan untuk melihat film. Lewat televisi transparan, yang aku tidak tahu bagaimana bekerjanya.

"All right, Raine. You choose the movie," kata Harry. Mendengar itu aku mengangkat kedua alis ku. Dan Harry memandangku penuh tanya, "apa?"

"kau sedang meledekku atau bagaimana? Aku bahkan tidak tahu bagaimana cara menggunakan benda ini, Harry." Mendengar itu Harry tertawa kecil. Shit.

Harry menggosokkan kedua jarinya di bibir sofa, lalu terlihatlah menu-menu dari situ yang tak ku pahami.

"here," katanya sembari bergeser, memberiku ruang untuk duduk. "sekarang kau tinggal meng-klik nya, dan filmnya akan berputar dengan sendirinya!"

"cool." Aku mulai melihat list film yang super banyak itu. Beberapa film memang terdengar familiar, dan beberapa aku juga mengetahuinya. Tapi akhirnya ada beberapa judul yang membuatku tertarik. Karena film itu memuat kata "One Direction" di judulnya. Aku ingat, Harry adalah salah satu anggota band ini. Jadi kurasa aku akan memilih salah satu film ini.

One Direction: This Is Us

Harry yang mengetahui itu mengangkat kedua alisnya, lalu berkata, "ah, you will bring memories."

"Really? Should I change the movie?"

"No, no. It's fine."

Entah bagaimana, aku merasa tak sabar untuk melihat film yang aku tidak tahu film apa ini. Tapi aku berharap film ini adalah sebuah film documentary. Jadi secara tidak langsung, aku akan mengenal Harry, sekali lagi.

Ternyata apa yang harapkan benar. Dan... One Direction adalah penyanyi yang luar biasa. Aku tidak tahu ternyata mereka setenar itu, sungguh, aku sangat tidak mempercayainya. Tapi film itu telah membuktikannya, dan rasanya... ada rasa bangga yang menyeruak di dalam hatiku. Bangga karena apa? Bangga karena aku telah memenangkan hati Harry dari sekian ribu... tidak, juta... tidak, tidak, milyar fans yang memperebutkan hati Harry.

"wow..." itu yang pertama kali keluar dari mulutku saat filmnya telah selesai.

"wow?"

"wow," kataku lagi dengan penekanan. "You guys are... absolutely... wow.","dan aku benar-benar tidak tahu kau punya suara semerdu itu."

Harry tersenyum, lalu mengelus ujung kepalaku. "Right, we were."

"were?"

"we are not doing tour anymore."

"c'mon, but you guys still amazing!"

"yeah, we were," katanya sambil tersenyum sedih, lalu ia mencium keningku. Aku tidak mengerti apa yang terjadi pada Harry, kenapa ia harus tersenyum sedih? "kau masih ingin menonton film atau bagaimana?"

"um... kau terlihat lelah, apa sebaiknya kita tidur?"

"tidak, aku tidak lelah. Tapi besok aku berencana untuk membawamu ke dokter Kineas, jadi kau perlu tidur awal malam ini." Mendengar itu aku menghembuskan nafas panjang. Ah, hujuboana dan misteri kehidupan ini, eh?

Aku mengangkat kedua bahuku, lalu berkata, "oke."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 30, 2015 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Transferred (Pending)Where stories live. Discover now