Chapter 6

265 32 9
                                    

Saat aku membuka mata pagi itu, aku masih berada di tempat dimana aku tidur semalam. Ya, dikamarku –dan Harry- tapi ada satu yang kurang. Harry tidak ada di tempatnya. Aku pun memposisikan badanku duduk, dan mulai merenggangkan tulang-tulangku. Tiba-tiba aku mendengar seseorang bernyanyi, yang ku kira suaranya dari arah kamar mandi.

I know you never loved the sound of your voice on tape. You never want to know how much your weight. You still have to squeeze into your jeans, but you’re perfect to me.”

Well, aku tidak tahu jika suara Harry memang seenak itu. Aku memang tidak tahu banyak tentang Harry. Dan entah mengapa, mulai detik ini aku ingin mengetahui semua tentangnya. Bagaimana pun, ia adalah suamiku.

“Raine? Kau sudah bangun?” saat aku melihat ke arahnya, rasanya jantungku berpacu lebih cepat. Ia hanya menutupi tubuhnya dengan celana piamanya semalam. Dan itu juga terlalu rendah. Aku bahkan bisa melihat V lines nya dengan jelas. Oh God, this is embrassing. “what’s wrong? You okay?” ia juga sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil yang ada di tangannya.

“aku... tidak, tidak apa-apa. Um... Harry, apa kau punya rencana hari ini?” Oh, aku tidak berani menatapnya. Karena aku bisa membayangkan betapa merahnya wajahku saat ini.

Ia berhenti dari aktifitasnya sebentar, berpikir. “ku rasa tidak. Kenapa?”

“bisakah kita.. uh... menghabiskan waktu bersama?” pintaku. Well, aku masih tidak bisa memperlihatkan mukaku. Tapi tiba-tiba Harry memegang daguku, dan membimbing kepalaku untuk menatapnya. Crap.

“wajahmu merah. Apa kau sedang malu? Kau tidak biasanya seperti ini,” katanya masih memegang daguku. Holy cow, this is so embrassing. I can’t even look into his eyes. “jangan bilang kau jatuh cinta padaku sekali lagi?” dari nada bicaranya, aku tahu ia sedang menggodaku. Tapi sebenarnya kata-kata itu menusuk. Karena memang benar adanya.

Dan untungnya, aku terselamatkan dengan ponsel Harry yang berdering. Jadi ia segera melepaskan tangannya dari daguku, dan beralih ke ponselnya. Aku tidak tahu siapa yang menelponnya, jadi ku pikir aku akan meninggalkannya sementara. Aku juga butuh membersihkan diri.

            Setelah selesai membersihkan diri, aku disambut dengan pemandangan yang menurutku ini indah. Harry sedang berbaring di kasur, dengan celama piama dan kaos hitam panjang. Dan kedua tangannya ia letakkan di bawah kepalanya. Tapi ku rasa ia menyadari aku memperhatikannya dari depan pintu kamar mandi, karena tiba-tiba ia membuka matanya, lalu tersenyum lembut padaku. Dengan canggung aku pun membalas senyumannya, lalu duduk di bibir kasur.

“apa yang ingin kau lakukan hari ini?”

Aku berpikir, sebenarnya apa yang ingin aku lakukan? Well, aku ingin mengenal Harry lebih jauh. Tapi bagaimana aku mengatakannya? “uh... i want to know more about you.” Harry menoleh padaku dengan mengangkat kedua alisnnya. Oke, aku seharusnya tahu apa yang ku katakan akan terdengar aneh. Dasar. Bodoh.

“oh.. jadi apa aku harus menulis autobiografi ku lagi?” godanya, lalu menarik tanganku sehingga aku jatuh di pelukannya. “I miss you,” katanya. Tuhan, ku mohon jangan biarkan wajahku berubah semerah kepiting rebus.

“lagi? Jadi kau mempunyai sebuah buku autobiografi?” tanyaku untuk memecah kegugupanku.

“sebenarnya bukan hanya tentangku saja, tapi tentang One Direction. Ah, Raine, jangan bertanya seperti itu. Rasanya kau seperti orang asing yang tidak mengenalku.” I do, idiot. Itulah mengapa aku ingin mengenalmu.

“j... jangan berkata seperti itu. Kau tahu aku masih.. tidak bisa mengingat apapun tentangmu, bahkan aku tidak ingat tentang diriku sendiri.”

“sebaiknya kita membawamu ke Dr. Kineas, bagaimana?” Oh, stop it. Aku memang ingin memecahkan misteri ini, tapi aku juga ingin mengenalimu, bodoh.

“um... Harry, aku memang ingin mendapatkan semua jawaban dari pertanyaan-pertanyaanku. Tapi... aku ingin beristirahat hari ini, dan menikmati hari bersamamu.” Tiba-tiba ia terbatuk-batuk. Kurasa ia tersedak, tapi tetap saja itu membuatku malu. Aku merasa itu ada hubungannya dengan apa yang baru saja aku katakan. “maaf... maaf, kau baik-baik saja? Kau butuh air? Aku akan ambilkan air minum.” Tapi saat aku hendak berdiri, Harry menarik tanganku.

no need, I’m fine.”,“hanya saja... ini seperti bukan dirimu. Dan aku sangat menyukai dirimu yang sekarang,” ucapnya tanpa menatap mataku. Aku tahu ia pasti nerves. Mendengar itu aku bisa merasakan ada kupu-kupu di perutku. “oke, dan sekarang aku lapar. Kau ingin sarapan?”

Aku mengangguk, “bisakah aku sarapan dengan bacon dan scrambled egg?” pintaku.

good thing you didn’t change your favorite breakfast.” Aku tertawa kecil, aku memang menyukai sarapan dengan bacon dan scrambled egg. Saat aku mengikutinya ke dapur, aku takjub dengan teknologi baru yang sedang kulihat. Aku yakin yang kulihat ini adalah sebuah kompor, tapi aku tidak melihat dari mana kompor itu mengeluarkan api. Ku rasa Harry menangkap gelagatku yang penasaran, jadi ia bertanya, “ada apa, Raine?”

“uh... ini kompor, kan? Dari mana ia mengeluarkan apinya?”

Harry tertawa kecil, “ini kompor listrik. Sudah tidak ada orang yang memakai kompor yang mengeluarkan api,” jelasnya. Mendengar itu aku hanya menggut-manggut. Teknologi benar-benar berkembang dengan cepat. “aku akan memasak, jadi kau bisa menunggu di meja makan saja.”

Aku mengerucutkan bibirku. “Tapi aku ingin membantu,” pintaku.

okay, if you insist.”

Akhirnya kami memasak bersama. Well, memang lebih ke Harry yang memasak. Aku hanya membantunya mengambilkan sesuatu yang ia butuhkan dari lemari pendingin. Jujur, entah bagaimana ada perasaan hangat yang menyeruak di dadaku. Dan aku sungguh menyukai perasaan itu. “bisa kau tolong ambilkan telur dan bacon di lemari es?”

“tentu, tentu.” Dengan sigap, aku pun segera megambil apa yang di minta Harry. Setelah itu aku hanya berdiri di sampingnya, menonton setiap gerak-geriknya saat ia memasak. Mungkin ia merasa tidak nyaman dengan tatapan anehku. Karena ia melirikku, lalu mengangkat ujung bibirnya dan berkata, “apa? Jangan bilang kau terpesona dengan caraku memasak.” Aku tertawa kecil karena percaya dirinya yang tinggi.

Well, I do,” kataku jujur. Entah kenapa, ia justru menghapus senyumnya lalu mengalihkan pandangannya ke telur dan bacon yang sedang ia goreng. Melihat Harry yang seperti itu, ada perasaan yang tidak enak pada diriku. Kenapa ia menghilangkan senyumnya? “um... maaf, apa aku salah bicara?” tanyaku hati-hati. Mendengar pertanyaanku yang seperti itu, Harry langsung menoleh kearahku dan tersenyum lebar. Aku bahkan bisa melihat kedua lesung pipitnya.

no, not at all. It’s just... not typical of you.” Benarkah? “I mean, the past you,” katanya membetulkan dengan tersenyum lembut padaku.

            Setelah kami selesai dengan masakan kami, Harry membawakan makanan dan makananku ke meja makan. Sebuah meja makan yang cukup kecil. Karena hanya ada 3 kursi disitu. 3 kursi, eh? Dengan spontan aku memegang perutku. Jadi inilah alasan kenapa aku menjadi freak? Well, aku memang tidak mengerti bagaimana rasanya. Bahkan aku sendiri masih merinding jika membahas tentang “itu”.

“jadi... hari ini kita akan menghabiskan waktu di flat, atau kau mau berjalan-jalan?” tanya Harry, sembari menikmati sarapannya.

“um... terserah kau saja, yang pasti aku ingin menghabiskan waktu denganmu,” jawabku blak-blakan. Mendengar itu, Harry mengalihkan pandangannya, dan menutupi setengah mukanya dengan tangan kirinya. Aku tidak tahu apa yang... uh? Wajah Harry memerah! Itulah alasan mengapa Harry menutupi wajahnya.

“oke... Bagaimana jika kita shopping hari ini?”

Aku mengangkat kedua bahuku, lalu berkata, “It’s up to you.”

Transferred (Pending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang