Duapuluhdua

14K 2.3K 298
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


  Makan siang empat sehat lima sempurna yang membuat Mili tersenyum puas.

Melihat jam di dinding yang ternyata sudah menunjukkan pukul setengah 8 pagi, Mili pun bergegas memasukkan boks tersebut ke dalam kantungnya. Setelah memastikan siap semuanya, termasuk juga tas kerjanya, Mili keluar dari kamar kosnya. Bergegas menuju stasiun tempat janji temunya dengan Arsenal.

Mereka akan berangkat bersama dengan kereta. Arsenal yang memberikan ide demikian setelah Mili menolak lelaki itu menjemputnya sebab akan sangat merepotkan. Jika dari arah kedatangan Arsenal, lelaki itu tidak bisa langsung belok ke jalan menuju kos Mili melainkan harus putar balik lebih dulu. Sebenarnya tidak begitu jauh. Namun, macetnya ampun-ampunan apalagi jam kerja seperti ini. Maka dari itu, solusinya adalah mereka berangkat bersama dengan kendaraan umum yang hanya membutuhkan Mili waktu lima menit jalan kaki menuju stasiun.

Kemudian di sanalah, Mili sudah mendapati Arsenal duduk di kursi tunggu. Lelaki itu berdiri usai mendapati kehadiran Mili yang bergegas menghampiri.

"Mas Arsenal tunggu lama, ya?" Mili menatap tidak enak hati. Tidak dilihatnya kereta yang membawa kedatangan lelaki itu. Artinya, bisa saja Arsenal sudah lama tiba.

Namun, lelaki itu malah menggeleng. "Belum ada sepuluh menit," jawabnya.

Sepuluh menit juga termasuk lama, kan? Mili tetap merasa tidak enak hati.

"Itu makan siang untuk aku?" Arsenal menatap bag lunch box yang Mili tenteng.

Mili mengangkat bag tersebut, menyerahkannya pada Arsenal. "Iya. Ini Mili tambahin buah sama keripik sama susu juga. Mas Arsenal suka susu, nggak?" tanyanya.

Mengambil tas tersebut, Arsenal mengangguk. "Suka."

Mili tersenyum lega mendengarnya. Apalagi melihat Arsenal yang menenteng tas bekal itu dan menatapnya terus-menerus. Semoga lelaki itu benar-benar menyukainya.

Gadis itu menatap pada electric board yang menunjukkan waktu kedatangan kereta. Masih tiga menit lagi. Kemudian, dia pun menoleh lagi pada Arsenal yang masih berdiri di sisinya. Menenteng tas bekal dan kini menatap ke depan, pada rel kereta yang kosong. Arsenal tidak terlihat hendak memasukkan tas bekal itu ke dalam ranselnya.

Lelaki itu tidak mungkin menenteng tas bekalnya sampai kantor, kan? Apa ranselnya terlalu penuh hingga tas bekalnya tidak dapat masuk? Padahal Mili memberikan tas bekal dengan model ramping agar muat dimasukkan ke dalam ransel. Biasanya Mili melakukannya demikian.

"Em ... Mas mau Mili bantu masukin bekalnya ke ransel?" Mili pun akhirnya menawarkan diri.

Arsenal menoleh padanya. Kemudian menyerahkan tas bekal itu dan balik badan, membelakangi Mili.

Dikejar JodohWhere stories live. Discover now