Duapuluh

13.2K 2.1K 270
                                    

              "Ih naon sih telepon-telepon wae? Mili lagi kerja!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ih naon sih telepon-telepon wae? Mili lagi kerja!"

Mili mencebik kesal begitu menjawab panggilan Irul yang berdering, mengganggu konsentrasinya yang tengah fokus dengan pekerjaan.

"Galak pisan. Perasaan Irul baru telepon sekali."

Mili tidak lantas menyahut. Wajahnya keruh. Memang, ini baru pertama kalinya Irul menelepon. Namun tidak berarti lelaki itu tidak mengganggu. Sejak semalam, Irul kerap mengiriminya pesan.

"Serius ini teh Irul mau ke Jakarta. Mili temenin Irul jalan-jalan atuh," ujar Irul lagi.

Mili mencebik. "Sibuk. Mili kerja."

"Eleeeeeuh. Sombong pisan mentang-mentang udah jadi orang kota. Lagian Irul ke sana hari Sabtu. Kerja juga gitu Sabtu?"

Kembali, Mili mencebik. "Lagian ngapain sih ke Jakarta? Disuruh Mama?"

"Mili ih! Sembarangan pisang ngomong!"

Kening Mili mengerut dalam. Kenapa Irul jadi menyentaknya?

"Mama Irul teh udah tenang di kubur. Kenapa Mili bawa-bawa?"

Helaan napas dalam Mili hempaskan. "Maksudnya Mama Mili, ih."

"Ya enggak atuh. Ngapain juga Mama Mili suruh-suruh Irul ke Jakarta?"

Ya bisa saja. Siapa tahu Mamanya memang menyuruh Irul ke Jakarta untuk melihat bagaimana kabar Mili di sini. Yang lebih parah, bisa saja Mamanya meminta Irul membujuknya untuk pulang kampung dan menikah. Membayangkannya saja Mili langsung mengedik ngeri.

"Bisa teu? Bisa atuhlah." Irul kembali bicara. "Masa temenin Irul jalan-jalan sehari aja nggak bisa? Inget teu dulu yang sering kasih contekan bahasa Indonesia ke Mili siapa? Yang bikinin Mili cerpen buat tugas siapa? Yang kasih topi waktu upacara waktu Mili nggak bawa topi siapa? Jadi Irul loh yang dihukum gara-gara nggak bawa topi."

"Begitu wae diungkit. Pamrih pisan," sahut Mili. Lagi pula, Irul memberikannya topi upacara karena memang lelaki itu mau membolos upacara.

Namun, meski begitu, pada akhirnya Mili tetap luluh. Mengingat bahwa dia sangat menolak dijodohkan oleh Irul, lelaki itu tetap banyak berbuat baik padanya saat-saat mereka masih SMA.

"Ya udah, kabarin jam berapa datengnya."

"Nah, gitu atuh. Sama temen teh jangan sombong-sombong. Inget siapa yang nolong waktu susah dulu."

Mencebik sekali lagi, Mili pun menimpali, "Udah ah, Mili mau kerja. Chat aja kabarinnya. Jangan telepon-telepon."

"Iya-iya. Galak pisan."

Dikejar JodohWhere stories live. Discover now