6

46 1 0
                                    


Untuk merayakan diterimanya Qey sebagai buruh magang, kali ini Qey akan mengadakan SERBA 25.000 untuk pembelian paket di Karyakarsa dengan judul (1) Pff! Kampret Dosen is My Husband, (2) Gus! I Lap Yuh! (3) Dipaksa Kawin! & (4) Pelet Cinta Lolita. Batas waktunya sampai pada akhir bulan Mei, jadi teman-teman bisa mengumpukan uangnya terlebih dahulu.

Disclaimer 25.000 itu untuk satu judul ya. Silahkan kunjungi profil Karyakarsa Qeynov, klik pada bagian paket lalu pilih judul mana yang ingin kalian beli.

See you disana

*

*


Arsen berlari cepat menuju kamar orang tuanya. "Mamaaa ... pindahin kamar Abang ke kamar Angel, Maaa ..." teriak Arsen sembari membuka pintu kamar tanpa permisi.

"Mamaaa!"

"Astaghfirullah ... lapan belas plus."

Pekikan Arsen sukses membuat Brandon mengaduh karena tendangan maut sang istri.

"Abang! Kalau masuk kamar ketuk pintu dulu," sungut Brandon sembari memakai celana tidurnya.

Icha menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang telanjang. "Abang! Ngapain masih di situ? Minggat!"

Arsen yang dibentak oleh Icha, langsung gelalapan sendiri. Buru-buru ia menutup pintu kamar kedua orang tuanya.

"Gila! Itu mereka mau ena-ena?" decak Arsen melupakan niat utama mengapa ia sampai kurang ajar menerobos kamar orang tuanya. Baru saja Arsen melangkahkan kaki, ingatan tentang kepindahan Rachell kembali menyeruak. Buru-buru Arsen membalikkan tubuh, kembali mendekat ke pintu kamar Brandon dan Icha.

"Mamaaa! Stop ena-ena! Pindahin kamar Abang ke kamar Angel, Maaa!"

"Arsen Ardiansyah!"

Suara menggelegar milik Brandon membuat Arsen lari kalang kabut. Dengan kekuatan seribu bayangan, anak lelaki itu menaiki tangga untuk bersembunyi ke kamarnya sendiri.

Arsen membulatkan mata. Baru ia ada niatan ingin pindah ke kamar Angel, kenapa itu piyik justru sudah membajak kamar miliknya. Arsen menggelengkan kepala. Anak manja satu itu emang punya bakat dari lahir kalau disuruh naikin sumbu amarah. Jadi untuk malam ini, biarlah Angel menang untuk satu hari saja. Besok-besok Arsen akan mengusir malaikat maut itu secara tidak terhormat dari kamar.

Membuka balkon kamar, Arsen mengamati penampakan rumah berlantai dua di depannya. Segaris senyum mulai terbentuk mengingat gadis yang selama ini ia perjuangkan berada semakin dekat. Hingga senyum itu memudar begitu saja melihat pemandangan yang tersaji di depan mata.

"Shit!" Sumpah, Arsen ingin sekali mengetahui apa topik apa yang Rachell dan Marchellino tengah bicarakan. Ia tak mau hanya menjadi penonton dari atas balkon, sedangkan dua manusia di bawah itu saling melempar senyum.

Arsen memalingkan wajah ketika jemari Marchellino mengusap kepala Rachell. Tolong ingatkan Arsen nanti untuk memotong pergelangan tangan El, jika dia berani.

Hei, jelas jika berani. Kalian harus tahu bagaimana manusia bernama El itu. Dia–El, laki-laki tanpa perasaan yang sangat berkuasa di keluarga Darmawan. Sang putra mahkota berhati dingin dan sangat kejam. Meski bukan cucu kesayangan Oma Dira, lelaki itu ditakuti oleh semua rekan bisnis dan para sepupunya.

Sial! Arsen mulai muak. Andai saja dia punya nyali, akan dia terjang manusia bernama El itu. Berani sekali dia menikung Rachell yang telah lama ia perjuangkan. Mana nggak sebentar lagi! Pol-polan pula dia.

"Sayang nyawa, sayang nyawa," gumam Arsen lalu membalikkan tubuh untuk kembali masuk ke kamar. Selain sayang nyawa, anak berusia sembilan belas tahun itu juga sayang hati. Udah kretek-kretek. Nggak sanggup lagi Arsen lihat senyum merekah Rachell yang kayak kena guna-guna abangnya.

"Duh, kan! Di sana gue patah hati, masuk kamar gue emosi. Pengen gue lelepin nih anak satu ke kolam renang. Biar patah hati gue ilang." Arsen mendengkus sembari menatap Angel yang terlelap di ranjangnya.

Lelah, Arsen memilih ikut merebahkan diri di ranjang bersama Angel. Ia menghirup napas sejenak sebelum mengeluarkanya perlahan. "Abang harus apa, Ngel? Masa Abang serius ditolak mulu, sih. Padahal Abang bully dia sepenuh hati loh, kayak cinta Abang juga."

Plak!

"Heh! Gue lagi curhat malah digaplok. Gue dorong juga, ya. Tidur yang bener, jangan gerak-gerak!" Arsen menggeram sembari membelai mukanya yang kena gampar Angel.

"Sen, keluar! Abang mau ngomong."

Arsen memicingkan mata. Bau-bau darah saingain, nih. Mana suaranya mirip lagi.

"Sen, Bang El mau ngomong. Keluar kamu!"

Tuh kan, bener. Si tukang pelet anak perawan orang, kan!

Arsen dengan setengah hati menuruni ranjang, menyeret kaki-kakinya untuk membuka pintu kamar. "Kenapa, Bang?"

"Kamu apain lagi si Rachell?"

He? Apain? Pengennya, sih, gue hamilin si Gigi Pager, batin Arsen dalam hati. Mana berani dia menjawab pertanyaan El dengan kebar-baran. Bisa kelar hidup.

"Kamu apain lagi dia sampai curhat nangis gitu?"

"Bukannya senyum-senyum dia?"

"Ngintip, Sen?"

Arsen tersentak. Sialan! Dia kelepasan.

"Abang banyak urusan yang lebih penting dari pada ngurusin anak kecil kayak kalian. Jadi, tolong bikin dia nggak gangguin Abang. Kamu bisa, kan? Jangan bully dia lagi."

Arsen mengembuskan napas. Memang salah dia kalau Rachell gangguin El? Enggak, kan? Kenapa jadi dia yang kena, coba!

"Kamu kalau suka, nyatain. Jangan gangguin gitu! Nggak gentle, tau! Kamu tahu nggak, dia sampai mau batalin perjodohan kalian!"

"Dia sukanya sama Abang, mau nikahnya sama Abang! Puas?"

Satu alis El terangkat. Tak ada tatapan penuh intimidasi yang laki-laki itu layangkan pada Arsen. "Abang sudah punya calon istri sendiri. Kamu tahu Abang udah tunangan, kan?"

"Selagi Abang belum nikah sama Kak Farah, dia akan selalu bermimpi buat jadi istri Abang," tegas Arsen. Menurutnya, memang begitulah si polos Rachell. Gadis itu selalu hidup dalam mimpi dan khayalan yang ia buat sendiri.

"Bangunin aja dia, kalau perlu kamu hidup di mimpi dia. Abang malas mengurusi hal tidak menguntungkan seperti ini, Arsen. Kamu mengerti?"

Arsen mengangguk, lalu mengumpat ketika El pergi dari hadapannya. Jika saja semua itu mudah, tentu ia tak perlu sampai seperti sekarang ini untuk mengejar Rachell.

Marchellino Darmawan, Embek! E'ek!

Dipaksa Kawin!Where stories live. Discover now