Pertemuan Pertama

76.2K 3.8K 40
                                    

9 tahun yang lalu

Berkali-kali Naira melihat jam yang ada di layar ponselnya. 10 menit lagi waktunya untuk masuk sekolah. Namun dirinya masih dalam perjalanan yang tidak mungkin dapat sampai hanya dalam waktu 10 menit. Dia merutuki dirinya sendiri, karena setelah sahur tadi dia ketiduran. Sedangkan hari ini adalah Masa Orientasi Siswa (MOS).

Benar saja, setelah dia sampai di depan gerbang sekolahnya, hampir saja pintu gerbang itu di tutup oleh satpam. Namun beruntung satpam itu masih berbaik hati kepadanya dan mengijinkan dia masuk.

Dia langsung memakai atribut yang diperintahkan oleh OSIS 2 hari sebelumnya. Topi wisuda berwarna pink, nametag dengan ukuran 25x25 berwarna pink, pita yang di pakai di kerudungnya sebanyak 12 buah-sesuai bulan lahir- juga berwarna pink. Dia berdoa semoga orang-orang yang melihatnya tidak mendadak sakit mata karena pink, pink dan pink.

Dia bergegas untuk dapat ke lapangan upacara, karena upacara pembukaan MOS sudah dimulai. Namun di tengah-tengah perjalanan ada seseorang yang menghadangnya. Tas yang dia pakai di tarik, mau tidak mau dia berhenti.

"Kenapa kamu telat?" Tanya seorang laki-laki bertubuh besar kepadanya. Dia sampai bergidik ngeri karena tubuhnya yang tidak seimbang dengan laki-laki itu.

"Macet." Jawab Naira sekenanya. Naira tidak mungkin bilang sejujurnya kalau dia kesiangan.

"Ngga ada jawaban lain? Jakarta emang macet. Ngga usah tinggal di Ibu kota kalau ngga mau kena macet. Harusnya kamu bisa lebih disiplin." Naira memutar bola matanya jengah. Dia hanya mengangguk-nganggukan kepalanya saja. Lalu dia langsung meninggalkan laki-laki itu dan menuju lapangan upacara, berbaris sesuai dengan kelompoknya. Kelompok pink.

Selesai upacara ada seseorang yang menariknya ke kebelakang. Tubuhnya hampir saja terjatuh kalau saja dirinya tidak menjaga keseimbangan. Dia berdecak kesal.

"Urusan kita belum selesai! Push up 30 kali." Naira mengerutkan kening. Dia bingung sebenarnya apa kesalahannya pada laki-laki bertubuh besar itu. Dia yakin kalau laki-laki yang memakai jas almamater berwarna hitam dengan garis diantara kerahnya itu adalah kakak kelasnya. Mungkinkah dia OSIS? Tanya Naira dalam hati.

"Salah saya apa kak?" Tanya Naira dengan memasang wajah polosnya.

"Masih tanya salah kamu apa? Telat, ngga sopan, ngga disiplin. Cepat push up!"

Mau tidak mau Naira mengikuti. Teman-temannya yang lain sudah memasuki kelasnya. Dirinya malu setengah mati karena teman-temannya melihat dia yang sedang di hukum.

Keringat mulai membanjiri tubuhnya. Meskipun masih pagi, namun tetap saja sinar matahari membuatnya kepanasan. Ditambah lagi dirinya yang sedang berpuasa. Tubuh Naira terasa lemas dan wajahnya terlihat pucat.

"Apa-apaan ini, Jona?" Muncul seorang laki-laki yang memakai jas almamater senada dengan laki-laki bertubuh besar itu. Naira mencoba melihatnya, namun pandangannya terhalang oleh pantulan sinar matahari yang menerpa wajah itu.

"Dia baru pertama kali masuk aja udah ngga disiplin. Dan sekarang gue lagi mendisiplinkan dia." Jelas laki-laki yang dipanggil Jona tadi dengan menekan kata 'disiplin'.

Temannya itu menyahut. "Bukan begini caranya mendisiplinkan orang. Lagian ini kan lagi puasa, lo ngga liat mukanya udah pucat. Kalo dia kenapa-napa lo mau tanggung jawab?"

Jona terdiam. Temannya itu benar. Tapi dia masih kesal dengan sikap Naira yang menurutnya tidak sopan kepadanya. Terlebih lagi temannya itu membela Naira.

"Bangun." Ucap laki-laki itu. Jona berdecak kesal.

Naira langsung berdiri dan merapikan pakaiannya yang mulai kusut. Membenarkan atribut-atribut yang sedang dipakainya.

"Makasih ya kak, kalau ngga ada kakak mungkin aku bisa pingsan kali." Naira melirik Jona yang sedang menahan kesal. "Kakak baik banget." Ucapnya tulus.

Laki-laki itu hanya membalas ucapan Naira dengan senyum. Tanpa Naira sadari, dirinya terpesona dengan laki-laki itu. Senyum khas dengan wajah yang menenangkan. Laki-laki kharismatik, menurutnya. Kemudian Naira mulai berjalan menuju kelasnya.

***
Hukuman macam apa ini? Aku disuruh meminta tanda tangan ketua OSIS? Mana aku tahu siapa ketua OSISnya. Namanya saja tidak tahu. Ujar Naira dalam hati. Dia bingung dengan siapa dia akan bertanya. Saat ini dia sedang menjalani hukuman karena tidak mampu menjawab pertanyaan. Padahal teman-temannya yang lain bisa.

Wajahnya kembali cerah saat dia melihat kakak kelasnya yang tadi pagi menolongnya. Laki-laki yang Naira sebut kharismatik itu sedang berdiri di depan mading sekolah. Lalu Naira menghampirinya.

"Permisi kak." Sapa Naira, kemudian laki-laki menghadap kearahnya. "Boleh ngga aku minta tolong." Lanjut Naira.

Laki-laki itu menatap Naira dengan tatapan minta tolong apa? Senyumnya tambah merekah saat Naira melihat laki-laki itu menganggukan kepalanya.

"Siapa nama ketua OSISnya ka?"

"Ketua OSIS?" Laki-laki itu mencoba memastikan.

Naira menggangguk.

"Namanya Reza Ardyan Hutama." Jawab laki-laki itu. Naira mencoba mengingat nama itu agar dirinya mudah untuk mencari nya.

"Kalau kakak namanya siapa?" Tanya Naira.

"Saya Reza."

Kening Naira mengkerut. Sebenarnya ada berapa banyak nama Reza di sekolah ini sih? Ujarnya.

"Nama pajangnya?" Tanya Naira memastikan.

"Reza Ardyan Hutama."

Naira maluuuu banget. Dia merutuki kebodohannya. Harusnya dari awal dirinya bertanya dulu nama laki-laki di hadapannya ini. Rasanya saat ini lebih baik kalau Naira menghilang saja di black hole atau hilang di segitiga bermuda. Cukup hari ini saja dirinya merasa malu setengah mati.

***
Akhirnya 3 hari Masa Orientasi Siswa selesai. Naira berkali-kali mematut dirinya di depan cermin. Sebisa mungkin hari ini dia harus tampil sempurna. Karena hari ini adalah hari pertama dia masuk SMA. Yang dia dengar dari orang-orang kalau masa SMA adalah masa terindah dalam hidup. Jadi dia tidak akan menyiakan-nyiakan 3 tahun ke depannya nanti. Seragam putih abu-abunya juga sudah dikenakan. Ditambah jilbab segi empat yang dia pakai. Menambah kesan anak SMA banget. Tak henti-hentinya dia tersenyum.

Hari pertama Naira menjadi siswi SMA hanya berkenalan saja. Dia mendapat teman baru yang sepertinya cocok dengannya. Temannya itu bernama Lita, mereka memutuskan untuk duduk sebangku.

Selain berkenalan, selanjutnya adalah menulis jadwal pelajaran selama satu tahun kedepan. Setelah itu persiapan untuk acara training Ramadhan yang akan dipaksanakan besok hari.

Naira mendial nomer yang ada di ponselnya. Saat ini dirinya tengah berada di halte depan sekolahnya untuk menunggu seseorang. Waktu sekolahnya hari ini telah selesai dan dia memutuskan untuk segera pulang kerumah.

"Jemput aku dong." Naira berbicara saat panggilannya sudah terangkat.

"................"

"Aku tunggu di halte depan sekolah ya."

"................"

Tak lama kemudian seseorang yang ditunggu Naira pun datang. Dia juga sama memakai seragam putih abu-abu seperti Naira.

"Lama ya?" Tanya seseorang itu. Naira menggeleng dan tersenyum. Kemudian langsung menaiki motor kekasihnya itu.

***
TBC...

Ana Uhibbuk Yaa ZawjiyWhere stories live. Discover now