Satu

68.5K 2.4K 64
                                    

" Kamu yakin dengan keputusan yang kamu ambil ini Cia?"

Ciara mengangguk sembari menatap sosok laki-laki paruh baya di depannya. Saat ini Cia berada dalam ruang kerja Samudera. Adik dari Ibu nya.

" Aku butuh ruang dan udara segar. Mungkin pulang ke kampung Mama satu-satu nya solusi yang terbaik saat ini,Om."

Samudera menatap lekat lekat keponakan nya. Tak lama ia tampak menghela nafas.

" Om juga tidak bisa menahan kalau itu keputusan kamu. Tapi Om sangat menyayangkan keputusan kamu. Apalagi saat ini karir kamu sedang bagus. Jarang ada perempuan di seumuran kamu sudah mempunyai pekerjaan yang mapan dan sukses bekerja di balik meja kerja dan memegang jabatan manager,"

Ciara tersenyum. " Om tahu kalau ini permintaan terakhir Mama."

Samudera mengangguk. Ia menegakkan punggung yang sebelum nya bersandar di kursi.

" Om akan hubungi Pak Mamat untuk memberitahukan kedatangan kamu. Beliau merupakan orang kepercayaan  kakek untuk menjaga rumah di sana. Om juga akan menghubungi Pak Teddy yang mengelola kebun kita di sana. Om harap kamu mau membantu pengelolaan kebun keluarga kita.  Kamu kapan rencana berangkat?"

" Aku berangkat besok, Om. Lebih cepat mungkin lebih baik."

Lagi lagi Samudera tampak menarik nafas.

" Pesawat jam berapa?"

" Aku bawa mobil."

Samudera sedikit melebarkan mata nya terkejut.

" Solok itu jauh dari sini. Kamu yakin mau bawa mobil. Kenapa nggak sama pesawat saja. Kamu cepat sampai di sana. Kalau mau kendaraan. Kamu bisa beli di sana. Nggak perlu capek bawa mobil dari sini."

" Om jangan khawatir. Aku bakal hati-hati bawa mobil. Aku nggak bisa meninggalkan atau menjual mobil hadiah dari Papa. Itu kenangan terakhir dari Papa, Om. Hadiah dari Papa."

" Begini saja. Kamu naik pesawat. Masalah mobil kamu biar nanti Om yang urus dan kirim ke Solok, bagaimana? Kamu itu sudah lama nggak ke kampung. Om takut kamu nanti kenapa-napa di jalan. Kamu itu perempuan. Kali ini tolong ikuti cara Om ini!"

Suara Samudera terdengar seperti perintah alih-alih permohonan.

Cia akhirnya mengangguk. Ia juga tidak mau membuat adik Mama nya ini khawatir.

*****

Cuaca panas terik matahari tidak menyurutkan para pekerja untuk berleha-leha melakukan pekerjaan nya. Mereka asyik memanen bawang merah sembari bercengkrama.

" Eh udah pada dengar belum kalau rumah besar keluarga Darma itu bakal kedatangan penghuni nya?"

" Oh ya? Kabar dari mana?"

"Tadi aku lewat depan rumah itu. Terus aku lihat Buk Titin sama suami nya sedang membersihkan halaman rumah. Pas aku tanya katanya cucu yang punya rumah bakal pulang."

" Ooh. Bagus juga sih kalau ada yang menempati itu rumah. Kasian. Rumah besar dan mewah gitu di biarkan saja."

" Betul. Kita aja nggak sanggup buat rumah sebagus itu."

" Akhirnya setelah bertahun-tahun lama nya setelah kematian Pak Darma ya."

" Iya. Saya juga mikir nya begitu. Semoga saja lah orang nya baik. Nggak sombong."

" Tapi kebanyakan orang kota kan begitu ya sifat nya. Sombong banget. Ada juga tuh baru juga seminggu ke kota pas pulang sombong nya minta ampun."

" Siti ya?"

" Nggak usah di sebut namanya. Cukup tahu saja kita!"

Para Ibu-ibu itu tertawa mendengar ke sewotan teman nya.

***

Jangkar. Seorang laki-laki yang terkenal dengan paras tampan namun selalu memasang wajah dingin nya saat bertemu dengan perempuan yang suka mencari perhatian dan bersikap layaknya gadis centil untuk menarik simpati Jangkar.

Jangkar merupakan sosok laki-laki idaman yang pekerja keras. Ia hanya akan bersikap cuek kepada kaum perempuan yang membuat nya muak dan lelah.

Ia juga seorang saudagar kaya raya di kampung nya. Tempat para warga mengeluh dan bergantung seperti hal kecil nya meminjam uang.

Jangkar mempunyai kebun yang luas dan mempekerjakan para warga kampung yang ingin bekerja. Ia merupakan laki-laki yang terkenal dengan segudang kebaikan.

Tidak sedikit para orang tua yang menjejalkan anak perempuan mereka untuk di pinang oleh jangkar. Apalagi di umur nya yang tiga puluh lima sekarang ini masih belum menikah. Dan para orang tua juga tidak sedikit yang mengharapkan Jangkar menjadi menantu dalam keluarga nya.

Mobil pick up Jangkar berhenti di tepi kebun. Ia kemudian turun dari mobil dan berjalan masuk ke kebun nya melewati jalan setapak yang memang di gunakan sebagai jalan.

" Wah Bang Jangkar sudah datang," teriak salah satu laki-laki yang melihat kedatangan Jangkar.

" Bagaimana panen nya hari ini?" Jangkar duduk di dekat para pekerja nya. Ia tidak segan-segan untuk bergaul dengqn mereka. Karena komunikasi si pemilik dan si pekerja harus sejalan dan berjalan lancar.

" Mantap Bang. Sekarang panen bunga kol nya besar-besar dan bagus-bagus. Senang sekali kami panen hari ini." Jawab Zaki tertawa di ikuti oleh Bapak-bapak lain nya.

" Alhamdulillah. Saya juga senang kalau hasil kebun memuaskan begini. Harga pasaran nya sekarang juga naik."

" Berarti ada kemungkinan juga gaji kami naik kan ya?" Kelakar Zaki mewakili yang lain nya. Zaki ini cukup akrab dengan Jangkar. Maka nya ia tidak segan untuk bercanda dengan Jangkar.

" Tentu. Tenang saja kalau masalah gaji. Beres!" Sahut Jangkar tertawa.

" Dari mana Jangkar? Biasanya belum siang udah di sini."

" Tadi saya ke Solok kota dulu, Pak. Biasa beli pupuk. Tidak sengaja ketemu teman juga, jadi ya ngobrol dulu. Maka nya agak lama saya datang."

" Harga pupuk sekarang naik ya?" tanya Pak Slamet sembari menghisap batang rokok yang di pegang nya.

" Iya. Kemaren saya juga habis beli pupuk. Benar-benar mahal sekarang. Kasian lah para petani seperti kita ini pupuk mahal tapi hasil tani jual murah. Terkadang modal ke sawah saja tidak balik. Pusing saya."

" Memang begitu lah nasib petani seperti kita ini. Yang kaya semakin kaya. Yang miskin semakin miskin."

" Mau bagaimana lagi, Pak. Saya juga bingung. Suka sedih saya kalau memikirkan nya."

Jangkar menyimak keluhan para pekerja nya. Memang begitu lah fakta yang terjadi di lapangan. Saat harga pupuk melonjak naik. Hasil taninya bahkan di beli murah di negara sendiri. Tidak perlu di sembunyikan karena memang fakta nya apa yang mereka ucapkan memang betul. Yang kaya menjadi semakin kaya. Orang miskin semakin miskin. Tidak ada perubahan. Protes pun percuma. Suara rakyay kalangan bawah ini pun tidak di dengarkan.

Jangankan pemerintah pusat. Pemerintah desa pun tidak mendengarkan. Anggaran yang di berikan untuk fasilitas jalan saja entah kemana di selewengkan. Alhasil beberapa titik jalan masih banyak yang berlobang dan tidak di aspal.

Jangkar sendiri tampak kecewa dengan sikap dan kebijakan pemerintah desa di sini.

Tbc!
21/02/24

Hallo berjumpa lagi kita di new story, ' Jangkar Cinta'. Bagaimana respon teman-teman di bab satu ini.

Boleh komentar nya dong?

Jangkar CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang