34

20.7K 1.2K 13
                                    

"Ara, Abang ada sesuatu yang mau di omongin."

Ara beringsut sedikit sembari memperbaiki Selimut nya.

"Hm. Abang mau ngomong apa?"

"Ini masalah mengenai tempat tinggal kita ke depan nya."

Ara tercenung. "Abang nggak mau tinggal di rumah ini?" tebak Ara langsung.

Jangkar menggeleng. "Bukan begitu. Abang juga punya rumah. Nggak mungkin di tinggal begitu saja kan. Ara juga tidak mungkin meninggalkan rumah ini."

"Terus solusi nya bagaimana? Ara memang nggak bisa meninggalkan rumah ini. Abang kan tahu rumah ini sudah bertahun-tahun tidak di tinggali sejak kematian kakek. Baru beberapa bulan Ara yang huni. Kalau Ara pergi dari sini. Otomatis rumah nya bakal balik lagi kayak dulu. Padahal rumah nya udah di renovasi juga."

Ciara nggak bisa menyembunyikan kesedihan nya.

"Dengar Abang dulu! Abang nggak ada minta Ara pergi dari rumah ini. Solusi nya seperti ini. Dengar dulu sayang!" Pinta Jangkar mengangkat dagu Cia.

"Bagaimana kalau kita bagi waktu saja. Seminggu di rumah ini. Seminggu di rumah Abang. Buk Titin dan Pak Mamat kan ada yang menjaga rumah ini jika kita menginap di rumah Abang. Tapi, Ara tahu kalau rumah Abang itu rumah nya sederhana. Tidak besar seperti ini. Poin positif nya. Di sana hanya ada kita berdua serumah. Saya g bebas mau ngelakuin apa di sana. Ber eksperimen memasak dan segala macam nya."

Cia berpikir sejenak kemudian mengangguk. "Kalau begitu Ara setuju."

Jangkar tersenyum. "Nah senyum dong. Kan enak kalau kata terbuka ngomongin begini. Semua permasalahan itu harus di omongkan sayang. Di bicarakan dengan baik-baik. Agar dapat solusi nya."

"Iya, Abang. Maaf, tadi Ara udah berburuk sangka sama Abang."

"Nggak Papa sayang." Jangkar mengusap pipi istri nya.

"Sini!" Jangkar menarik tubuh Cia pelan masuk ke dalam rengkuhan nya. Cia pun menyandarkan pipi nya di dada telanjang Jangkar. Ia bisa merasakan detak jantung Jangkar yang keras dan cepat.

"Detak jangtung Abang cepat sekali." gumam Cia meraba.

Jangkar memejamkan mata. "Karena berdekatan dan berduaan dengan istri Abang maka nya dia berdetak kencang begitu."

Cia terkekeh. Ia memeluk erat pinggang Jangkar. Rasa nya sangat nyaman dan hangat sekali.

Jangkar menempelkan pipi nya di rambut Cia. Sesekali ia akan menghidu aroma rambut Cia yang wangi dan ia sangat menyukai nya.

"Abang, Ara mengantuk."

"Yaudah, kita tidur saja. Lampunya di matikan?"

Cia mengangguk. "Hidupkan lampu tidur aja Abang."

"Oke."

Cia merebahkan kepala nya di atas bantal di susul dengan Jangkar yang baru selesai mematikan lampu kamar dan menghidupkan lampu tidur.

Jangkar langsung membawa tubuh Cia ke dalam pelukan nya kembali. Cia sangat senang. Tubuh nya menjadi hangat. Ia juga bisa merasakan dekapan hangat Jangkar dan mencium aroma tubuh Jangkar yang menenangkan.

Beberapa menit sudah berlalu namun baik Jangkar atau pun Cia belum juga tidur. Walaupun sudah menutup mata tapi tubuh dan pikiran mereka masih terjaga.

Tiba-tiba Jangkar beringsut.

"Sayang!" Panggil Jangkar dengan anda serak.

"Iya," sahut Cia pelan dan lembut. Jangkar langsung merenggangkan sedikit pelukan. Ya. Cia mendongak tepat ketika tatapan Jangkar menatap bibir Cia yang terbuka.

Jangkar tidak bisa lagi menahan keinginan nya.

Tangan kanan Jangkar pindah mengusap pipi Cia. Deru nafas Jangkar menderu. Cia menutup mata saat di rasakan Bibir nya sudah di raup oleh Jangkar.

Cia mengalungkan tangan nya ke leher Jangkar begitu bibir nya di hisap. Jangkar pun menutup mata dan mengikuti naluri nya sebagai laki-laki.

Cia membalas lumatan Bibir Jangkar yang memabukkan. Jangkar menarik pinggang Cia lebih erat sehingga tidak ada lagi ruang bebas di antar kedua tubuh tersebut.

Bunyi decapan bibir dan lidah yang saling bertemu menambah kesan intim di antara mereka.

Cia tidak bisa menahan desahan nya ketika tangan Jangkar sudah menjalar kemana-mana.

Jangkar terengah lalu melepas pagutan mereka. Cia langsung meraup udara sebanyak-banyak nya. Dada nya kembang kempis tak beraturan. Jangkar mengusap bibir Cia lalu mengecup nya dengan lembut.

"Malam ini segini dulu sayang. Kita lanjut besok."

Wajah Cia kembali menghangat. Ia menyembunyikan wajah malu nya di dada Jangkar.

"Sekarang kita tidur. Karena hari ini cukup melelahkan."

Cia mengangguk tanpa suara. Jangkar kembali memeluk erat tubuh istri nya.

*****

Pagi tadi Jangkar pamit ke kebun sebentar. Namun hampir menjelang makan siang Jangkar belum juga pulang.

"Udah Non. Susulin aja ke kebun sekalian anterin makan siang nya Bang Jangkar," ujar Buk Titin memberi solusi.

"Begitu ya, Buk?"

"Iya, Non. Biasa nya suami itu paling senang kalau sedang bekerja di anterin bekal makan siang sama istri nya."

"Ha? Serius Buk?"

"Aduh Si Non. Nggak percaya lagi. Serius atuh, Non. Apalagi kalau istri nya sendiri yang masak."

"Yaudah deh. Kalau gitu biar saya yang masak. Aduh enak nya masak apa ya, Buk. Bingung nih."

"Yang mudah-mudah aja, Non. Saya lihat Bang Jangkar juga orang nya tidak parlente kalau soal makanan."

"Saya lihat bahan masak dulu deh. Apa aja yang ada."

Cia mengangguk lalu membuka kulkas dan melihat isi nya.

"Saya buat krengsengan Ayam saja lah, Buk. Biar cepat dan mudah juga."

"Boleh, Non. Mau saya bantu?"

"Tolong bersihkan ayam nya aja dulu, Buk. Biar saya siapkan bumbunya."

"Siap, Non."
Cia menyiapkan bumbu krengsengan dengan cepat. Ia juga menyiapkan bumbu sayur campur. Ada bakso, wortel, brokoli, sama ceker Ayam nya juga ada.

"Buk sekalian sama ceker Ayam nya ya, Buk. Ini air nya sudah saya panaskan. Saya mau buat sop sayur ceker."

"Iya, Non."

Mereka berdua berbagi tugas di dapur. Cia dengan tubuh gesit segera memasak. Wangi masakan sudah tercium semerbak memenuhi ruang dapur.

"Harum nya, Non. Di kasih apa kom kalau saya yang buat nggak seharum ini perasaan."

"Nanti deh Buk. Saya ajarkan. Kapan-kapan kita buat lagi."
Ujar Cia tertawa.

Cia menyiapkan rantang dan mengisi nya dengan nasi, Krengsengan Ayam, terakhir sama soup campur. Cia juga mengisi botol minum.

"Buk perkedel jagung nya masih ada nggak Buk?"

"Masih, Non. Tapi sudah tidak hangat lagi. Sudah dingin. Eh tapi, adonan nya masih ada di kulkas, Non."

Mata Cia berbinar. "Tolong di goreng sebentar, Buk. Sepuluh aja cukup. Saya ke kamar sebentar, ganti baju."

Buk Titin mengangkat jempol nya. Cia merasa terbantu sekali dengan keberadaan Buk Titin.

Cia kembali memasukkan baju yang lengan nya pendek saat teringat dengan ucapan Jangkar yang tidak suka melihat nya dengan pakaian terbuka.

Cia kemudian mengambil dress sepanjang mata kaki nya. Untung saja lengan dress nya sampai ke siku, jadi ia rasa tidak masalah lah.

Tbc!

11/03/24

Jangkar CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang