Jealousy

218 10 2
                                    

Malam yang sangat singkat itu ternyata telah berakhir. Di pagi buta ini, Yena telah membuka matanya, menoleh kearah samping menyadari bahwa ia tak bangun sendirian.

Disana, ada seorang lelaki meringkuk, memejamkan mata dengan damai. Yena jadi teringat akan malam tadi, dimana saat Jean menunjukkan sisi wolf nya yang ternyata tak semenakutkan itu. Ia tersenyum tipis dan mengelus kepala seseorang yang telah menjadi suaminya itu dengan pelan.

Tak ingin berlama-lama memandangi lelakinya itu, Yena beranjak untuk mencuci muka dan keluar dari kamar.

Tak disangka, di sana ada Arian yang tengah berdiri menatapnya, dengan memegang sebuah kotak yang ia pegang dengan kedua tangan.

"K-kak Yena. Selamat, ya..." Ia mengucapkan selamat atas pernikahan Yena seolah-olah ikut merayakan dengan bahagia, nyatanya ia sangat sakit untuk sekedar mengatakan kalimat itu. Tak ada senyum bahagia seperti biasanya, ia hanya menampilkan senyum getir yang dapat dengan dilihat dengan jelas oleh Yena.

Yena tersenyum kecil kepada Arian, ia tak menjawab apapun dan tangannya tergerak untuk menyentuh tangan Arian, membawanya ke meja makan.

Di pagi hari seperti ini, bangunan yang Yena tempati itu masih terasa sepi, suara angin bahkan dapat didengar dengan jelas, pelayan pun masih belum nampak berkeliaran disana.

Yena bisa melihat kantung mata Arian yang tercantum disana, ia menghela nafas memikirkan lelaki itu menghabiskan malam dengan perasaan tak enaknya.

Yang akhirnya ia berinisiatif membuatkan Arian sarapan, sebagai tanda maafnya untuk lelaki itu. Di pagi pertamanya setelah menikah ini, bukannya membuatkan sarapan untuk suaminya, ia malah melakukan itu untuk orang lain. Entah apa yang kau pikirkan nona besar.

Bunyi detik jam selalu terdengar jelas menghiasi kesunyian diantara mereka, Arian bahkan hanya berkedip setiap semenit berlalu, ia terlalu memperhatikan apa yang Yena nya lakukan. Hatinya menghangat, entah mengapa ia sangat emosional semalam, namun seakan lupa, ia sudah bahagia di paginya. Hanya karna melihat wanita nya.

Akhirnya sebuah sarapan sederhana itu terletak diatas meja yang sedang ditempat oleh Arian. Hanya ada satu piring, hanya untuknya, apakah Yena-Nya tak ingin makan juga? Namun Arian tak repot repot memikirkan itu lebih lanjut. Ia melebarkan senyumnya.

"Terima kasih" Lirihnya. Ia kemudian tersentak kecil, teringat akan sesuatu yang ia bawa tadi. Sebuah kotak kecil yang telah dihias sedemikian rupa yang ber embel-embel kado pernikahan.

Arian menyodorkan kotak itu tepat di depan Yena, membuat wanita berstatus menikah itu melihatkan ekspresi tertegun dan bertanya-tanya.

"Tanganmu itu, mengapa?" Tidak pernah terpikirkan Arian akan respon Yena saat ini, ia kira Yena akan menanyakan apa hadiah yang ia berikan, namun fokus Yena ternyata pada hal lain. Ia bersyukur Yena masih sangat memperdulikan dirinya.

"Ulah Oliver, itu tak apa-apa" Arian hanya terkekeh pelan. Yena yang mendengar jawaban itu pun mendesah lega, ia kira Arian melakukan hal yang tidak-tidak kepada tangannya.

Yena pun dengan cekatan mengobati luka itu setelah menemukan salep di dekatnya, ia selalu tersenyum dan mengoceh, menebarkan segala pertanyaan untuk Arian.

"Aku tidak tahu... Oliver tiba tiba saja mengamuk dan mencakar ku begitu saja semalam, entah apa sebabnya. Wajahnya terlihat garang. Sekarang entah kemana keberadaan kucing nakal itu" Jawab Arian dengan panjang lebar, perkataannya selalu lucu di mata Yena membuat Yena tak dapat memalingkan wajahnya dari seorang yang sedang bercerita itu.

Di sisi lain. Di dalam kamar yang luas ini, tiap sudut telah disinari oleh cahaya matahari pagi. Lelaki yang terletak di kasur itupun menggeliat, mencoba bangun dan meraba-raba sisi sebelahya.

Kosong

Kemana nona Yena nya itu pergi? Apakah yang semalam hanya mimpi? Rasanya tidak mungkin... Kehangatan Yena sangat ia rasakan hingga detik ini, bahkan tak sadar ia tersenyum sendiri.

Ia pun beranjak dengan semangat untuk mencari wanita yang telah menjadi istrinya itu, hingga ia terdiam setelah menatap kedua orang di depannya yang sedang asik berbincang.

Rasanya ia terjatuh setelah dilayangkan begitu tinggi, entah mengapa perasaan sedih menggerogoti hatinya. Ia jadi sangat kesal, mengapa wanitanya itu menemani lelaki lain sarapan di awal pagi ini, bukannya menunggunya untuk bangun diatas kasur. Ia ingin menghampiri Yena tapi keraguan ada di hatinya, apalagi melihat tatapan Yena yang kepada Arian.

Namun perasaan cemburu sudah bersarang dan meronta di dalam hatinya, ia dengan cepat menghampiri Yena. Dengan tidak tahu malu menempelkan kepalanya pada bahu wanitanya itu.

Arian yang memperhatikan itu kembali melibatkan senyum pura pura nya. Ia tak berhak cemburu untuk sekarang ini, posisinya jelas berbeda dengan lelaki di hadapannya ini, meskipun ia lebih dulu mengenal dan memuja Yena.

Jean dengan sikap angkuh yang ingin ia tunjukkan itu dengan tanpa aba aba mengendus Yena dan mendekatkan tubuhnya lagi, menganggap dirinya telah menang telak. Yena pun menanggapi itu dengan tertawa kecil.

"Jean kau belum mandi!" Candanya, membuat lelaki yang dipanggil Jean itu merengut sebal. Entah darimana datangnya sifat ini, dan entah kemana hilangnya sifat dingin khas pengawalnya itu.

"Nona..." Sebalnya.

Kejadian itu tentu disaksikan dengan jelas oleh Arian, tak terbendung lagi sakit di hatinya namun ia segera menepis perasaan itu. Ia harus terbiasa karna pada akhirnya ia tak mungkin bisa memiliki Yena sendiri, mungkin tak hanya Jean, namun di masa depan ada lelaki-lelaki lainnya.

"Sudahlah mari kita makan, aku sudah membuatkan makanan" Ternyata ini alasan Yena tak ikut sarapan tadi. Ia menunggu Jean...

"Arian" Ditengah lamunannya, Arian tersadar akibat panggilan dari sang ayah.

"Ayah ingin membicarakan sesuatu.."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 14 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Reverse Harem: Treasure Boy's Where stories live. Discover now