Bab 2

262 53 4
                                    

Pekerjaan tambahan Sekar aku ubah, ya. Nanti bab 1 juga bakal diganti.

Selamat membaca.







"Kamu ngga waras!"

Sekar sudah menduga jika kalimat itu akan meluncur dari bibir mungil sahabatnya kala dia menceritakan kejadian semalam. Jadi dirinya sama sekali tak sakit hati, bahkan masih bisa makan dengan tenang. Tidak mengindahkan tatapan penasaran orang-orang yang pasti mendengar teriakan perempuan di depannya.

"Astaga, bisa-bisanya kamu gegabah seperti itu! Kalau ketemu Mas Gani emangnya ngga malu?"

'Malu, jelas malu!' jawab Sekar dalam hati. Hal yang menyebabkan pagi tadi dia bertindak seperti maling. Berjalan mengendap-endap dengan mata yang awas memperhatikan sekitar ketika akan berangkat kerja.

Apa yang dikatakan Gendis memang benar, di sudah tidak waras. Entah kemarin apa yang menyebabkan dia seberani itu. Apa mungkin ada sosok halus yang membisikinya?

Ah, padahal sudut hatinya bisa menjawab alasan yang dibutuhkan. Yang tak lain adalah perkara uang.

Sungguh dia menyesal! Rasanya ingin mengulang waktu dan menghapus kejadian kemarin. Tapi itu tidak mungkin, kan?

Lagipula sebagai manusia kita tak boleh berandai-andai. Jadi, ya sudahlah dia harus menerima dengan lapang dada rasa malu yang mengganggu.

"Terus apa rencana kamu?" tanya Gendis yang sampai tak jadi menyuapkan makanan akibat kaget dengan berita yang dibawa sahabatnya. "Ngga mungkin, kan nikah sama Juragan Seno?"

"Entahlah." Sekar memelotot saat lengannya dipukul dengan keras. Sampai-sampai dia yakin kulitnya memerah akibat rasa panas yang menjalar. "Ngga usah main pukul, sakit!"

"Salah sendiri ngomong kayak gitu. Kesannya kamu ngga masalah nikah sama itu orang. Ayolah, Sekar. Aku tau kamu frustasi, tapi pasti ada jalan. Masak kamu mau nikah sama orang tua yang bahkan lebih tua dari orang tuamu?"

"Memang ada cara lain? Daripada jual diri mending dinikahi secara sah, bukan?"

"Astaga! Aku capek ngomong sama kamu. Lagian aku bisa bantu, kamu pakai dulu saja tabunganku."

Bukannya berterima kasih atas tawaran sang sahabat, Sekar justru mencebik malas. "Bukannya kemarin ada yang ingin ganti motor baru. Terus dapat uang dari mana emangnya, kalau bukan tabungan? Udahlah, ayo kerja lagi. Orang susah dilarang malas-malasan." Sekar bergegas membereskan kotak bekalnya mengingat jam istirahat sudah selesai. Dan mereka harus kembali berjuang dengan kenyataan hidup.

"Kurang ajar, tunggu aku!" Gendis bergegas menghabiskan makanannya. Gara-gara fokus dengan cerita teman seperjuangannya, ayam gepreknya masih tinggal separuh. "Tapi, aku beneran ngga rela kamu nikah saka Juragan Seno!"

Sekar mengedikkan bahu sebagai tanggapan. Otaknya sulit diajak bekerja sama dari kemarin. Bahkan sampai detik ini dia membiarkan ponselnya dalam keadaaan mati.

Dia bingung harus melakukan apalagi? Uang yang diminta ibunya tak mungkin bisa dia dapatkan dengan mudah. Cara paling mungkin adalah menikah dengan Juragan Seno dan dengan begitu hutang keluarganya otomatis lunas.

Masalahnya, siapkah dia?

Laki-laki tua itu terkenal suka bermain wanita, belum lagi harta yang didapatkan dari memberi pinjaman dengan bunga mencekik itu sungguh menyeramkan. Apa dia rela diberi nafkah dari harta seperti itu?

"Keluarga paman sama bibi beneran ngga bisa bantu?"

Sekar menaikkan salah satu alisnya, memberitahu sahabatnya jika itu adalah pertanyaan sangat konyol. Keluarga? Dia sama sekali tak yakin masih dianggap keluarga.

Sulung dan BungsuWhere stories live. Discover now