19 d

42.6K 2.3K 81
                                    

***

Aku bangun dengan tubuh remuk dan nyawa tinggal setengah. Rambut awut-awutan dengan sisa pe## muncrat di mana-mana. Bau amis campur pesing. Jangan harapkan semua berakhir indah layaknya ending film drama.

Si cewek bangun dalam pelukan pria idamannya. Setengah telanjang dengan wajah cantik menggoda iman hemmm ... yang ada aku bangun dalam keadaan nungging. Suamiku? ada yang nanyain dia?

Noh lagi ngorok berbantal pantat sexyku yang habis semalaman kena bejek. Ngga cuma pantat yang rasanya panas kena tabok, dada, bibir, semua bengkak-bengkak. Belum kissmark di mana-mana. Sadis ternyata suamiku kalo main, tapi jujur enak.

"Morning, sunshine." Sapa Enrico dengan suara serak khas bangun pagi.

Di saat semua suami orang makin kece-terhitung setelah menikah-suamiku sendiri makin ... sulit dijelaskan. Dengan tidak malunya dia mengusap sisa iler yang merembes, ngorek sisa kotoran di mata lalu ngupil.

Huaaaaa ... laki gue jorok banget!

"Om, cuci muka sana!" Nyaris teriak. "Berat ..." Lanjutku dengan mengeluh dengan tingkahnya yang sok mesra meluk-meluk pantat.

"Semalem ditindih ngga marah, kenapa sekarang marah-marah?"

"Semalem beda, sekarang mau mandi ... bau!"

"Mandi bareng, yuk." Wajah Enrico menyiratkan modus. "Nanti aku beri hadiah."

"Hadiah apa?" mupeng.

Berharap tas branded, super car, atau liburan mewah naik kapal pesiar. Bahagianya punya laki tajir.

"Lolipop."

"Aku dah gede, ngga makan permen."

"Permennya beda ..." muka mesum Enrico tak bisa berbohong. "Hanya untuk yang manis dan rasanya gurih bikin nagih."

Senyumnya menjijikan, apalagi saat bangun dia malah mainin Si Otong yang pagi-pagi udah stand by. Permen kojeknya ngga keren.

"Ngga mau." Tolakku. "Badan aku masih pegel, sakit semua." Lanjutku dean menarik ujung selimut untuk menutupi puncak kembar merah muda yang sepertinya tambah gede.

Suamiku benar-benar tak tahu diri dan etika, ngga pakek malu malah telanjang meluk aku pagi-pagi. "Ini ngga keren, Om. Biarin aku mandi dulu ngapa?"

"Lo-gue udah ilang tapi kenapa masih suka manggil Om?" tanya Enrico mesum sambil grepe-grepe. "Berasa Om-om yang lagi cek in sama cabe-cabean tahu."

"WHAT?!" Teriak ngamuk, "Jadi selama ini kamu suka main di belakang aku, NYEBELIN!"

Perang dimulai, bukan perang kayak semalem tapi beneran perang. Bantal asal nemu aku pakek buat gebukin Gerandong tua yang ternyata suka main gila. Ngga sadar umur banget, masak main sama cabe-caben. Aku kurang apa coba? nyesel deh kawin sama dia, belum lagi sakit di selangkangan ilang malah ditambahin sakit hati.

"Baby, aku becanda ..."

Ngga peduli, siapa yang sanggup percaya sama mulut buaya? gebukin terus, bodo amat kalo selimut mlorot dan tinggal badan telanjang depan laki. Toh laki sendiri, udah sah depan penghulu.

Bodohnya aku, ini justru jadi bomerang dan bikin singa ngamuk. Ngamuk bukan main gampar tapi terkam. Main langsung tindih, pergelangan tanganku dikunci susah buat berontak. Mulut mau teriak minta tolongpun dah ngga bisa, gimana bisa teriak kalau lagi disumpel pakek mulut alias kena cipok.

"Mana bisa aku main belakang kalau di depan mataku sangat ..."

"Sangat apa?" tanyaku dengan napas tersengal-sengal.

"Sangat- ..." Dia mulai lapar. "Sangat menggairahkan!"

Semalem tiga ronde ternyata kurang, sekarang mulai serangan fajar sebagai pembuka sarapan pagi dan selamat datang hidup baru. Hidup sebagai istri dari seorang pria yang luar biasa mesum.

***

Gerandong senyum-senyum gaje habis maraton pagi. Semua yang memandangnya tahu dengan jelas apa yang sudah terjadi, apalagi gaya berjalanku lebih mirip orang habis sunat. Harus pakek hestek maluuuu ... atau memalukan!

Memalukan sampai sprei sisa shoting bokep semalem aku sembunyiin dalam koper. Rencananya mau dicuci, tapi keburu Nyonya Matsuyama nyelonong masuk dalam kamar buat bersih-bersih.

Itu orang dibayar berapa sich sama Gerandong? batereinya full terus, ngga ada capeknya. Dari ngurus rumah sama anak-anak dia yang kerjain. Ada pekerja lain, tapi ngga serajin Nyonya Matsuyama.

"Apa aku harus memanggilmu Mami?" tanya Daynant dengan wajah takut.

Bocah satu ini tiba-tiba masuk ke dalam kamarku dan menangis kencang. Makin binun gimana nasib tuch sprei? jijik banget kalo ngga buru-buru dicuci.

"Aku sudah punya Mami hiks ... aku tidak mau punya Mami lagi!"

Masa bodo sama sprei kotor, ini bocah bawa masalah yang jauh lebih gede. Ternyata ngadepein anak tiri itu ngga gampang. Lebih susah dari ngadepin bapaknya yang hiperaktif masalah ranjang.

"Kamu boleh tetap memanggilku Aunty." Nyengir, binun harus apa.

"Benarkah?" tanya Daynant, tak percaya. "Kamu tidak akan memukulku?"

Aku masih punya hati, mana tega main tangan sama bocah. Aku juga punya Mak Tiri, tapi ngga pernah main tangan. Paling banter ngamuk pakek mulut sama lempar sendal. Nasib baik ngga berakhir dikubur di kandang ayam.

"Tentu." Jawabku dengan senyum mengembang.

"Lalu Papi?" tanya Daynant dengan wajah ketakutan menatap ke arahku. Lebih tepatnya sesuatu di belakangku.

"Tentu Papi lebih senang jika kamu memanggil Mami pada Aunty." Suaranya sengak acem. Lupa kalo lagi ngomong sama anak sendiri.

Sabar, Ca. Namanya juga nikah sama duda beranak tiga. Ngga cuma jadi bini lo kudu siap jadi Mak!

Mak yang doubel sabar ngadepin bapak-bapak mesum.

***

My Love Is Angry BirdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang