19 a

33.2K 2.1K 108
                                    

"Kakak akan tetap menikahi Kang Sueb?"

Aku sendiri tak tahu apakah keputusan yang kuambil ini sudah tepat atau malah menjerumuskanku pada jurang air mata, tapi aku juga tidak bisa mencoreng nama baik keluarga jika pernikahan ini gagal.

"HUAAAAAA ...!!" Teriak jenuh ditambah pusing kepala Hayati, Bang.

Kondepun jadi korban, biar dah dikatain gila. Rambut acak-acakan kayak kunti, salahin noh konde yang segede gaban sama si Tante yang sengaja pasang jepit rambut puluhan pasang. Sakit tahu ....

"Kak, kondenya?" Nadine bingung harus apa melihat tingkahku yang stress gegara sistem kawin paksa. "Kalau ngga mau, jangan dipaksa. Nadine ngga tega liat Kakak jadi gila." Suaranya lembut, pembawaannya anggun tapi kalo ngomong jleb banget dah.

"Kondenya kekencengan, bikin Kakak sakit kepala." Ujarku, berbohong. "Minta Tante betulin lagi."

"Tapi ..."

"Apa?"

Nadine berubah pucat dan menatapku dengan perasaan takut. "Tante udah pamit pulang sejam tadi."

Gantian aku yang pucat sekarang. "Lha terus Kakak gimana, Dine?" mewek.

Sudah bukan pernikahan impian, ndak bisa tampil cantik pula. Nikah ngga nikah, nama baik keluarga akan tetap tercoreng. Tercoreng oleh diriku yang berubah wujud jadi gila.

***

Iritologi nomer tiga enam ... menghemat waktu dan uang saat kondisi tidak memungkinkan. Ya, walau sebenernya lebih mudah untuk kabur dan tidak berduduk di samping Sueb yang cengengesan habis menang togel. Kondenya terpaksa dilepas, diganti kerudung ala India.

Idenya Nadine, mereka tak tahu ja kalau di balik kerudung merah-padahal kebaya aku warnanya krem-ada sarang semut penuh kutu. Adoch mana gatel banget, pengen garukin muka si Sueb yang menyebalkan.

"Bagaimana sudah bisa dimulai?" tanya Bapak-bapak berpeci putih layaknya Wak Haji pulang umroh.

Semua manggut-manggut tapi nunggu Bapak buka suara, huaaa ... sedih. Berharap Bapak berubah pikiran dan membatalkan segalanya.

"Silakan." Kata Bapak tanpa beban, namun sungguh membebaniku.

Emak tiriku juga tak bisa berbuat banyak meski sudah aku teror dengan wajah melas nan menyedihkan. Malah bales pakek wajah terluka.

"Maafin Mama, Ca." Tersirat jelas di wajah Mama.

"Tolong, tanda tangan di sini." Salah seorang petugas dari KUA menyodorkanku selembar kertas administrasi dan dua buku nikah yang photo juga namanya diganti atas nama Sueb.

Ingin hati mempertanyakan segalanya tapi biarlah ... toh nasi sudah menjadi bubur. Tangan lemes megang pulpen, seakan tanpa nyawa aku mulai menorehkan sebuah nama dan menandatangani semua dokumen.

Mak, Bapak. Terimalah baktiku sebagai anak.

Giliran Sueb, si kunyuk itu malah garuk-garuk pala kayak orang bego. "Ca, kamu salah tulis." Suara Sueb setengah berbisik sambil nunjuk lembar demi lembar kertas.

Wadah, salah fokus. Ada Aqua?

Bukan 'Erica Hanna' yang aku tulis, justru nama gerandong yang nongol. Ini jelas tidak sah, secara di Indonesia pernikahan sesama jenis belum dilegalkan. Masak Si Sueb sama Enrico?

"Maaf." Cuma nyengir, "Lo di mana, Om?"

***

Cinta, sedang apakah dirimu?
Mengapa tak ada kabar?
Mengapa tak jua datang ...

My Love Is Angry BirdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang