Bab 13

1.4K 199 31
                                    

Di pagi buta Mutia terlihat sudah berkutat dengan berbagai jenis kotoran hewan. Kotoran kambing, ayam, dan sapi, dileburkannya menjadi satu dengan media tanah kompos, sekam, dan sikas.

Sebelum pergi lama, ia harus memastikan anak-anak kesayanganya tercukupi nutrisi dari pupuk racikannya.

Tepat pukul 08.00 Mutia telah menyelesaikan acara berkebun dengan bantuan Pak Marto.

"Pak Mar, kalau Mutia dua minggu lagi belum pulang ke sini, tolong semua tanaman di beri pupuk ya pak" Pinta Mutia pada pria paruh baya yang setiap hari memakai kaos berlogo partai yang berganti-ganti.

"Siap non, tapi Non Mutia mau pergi kemana? Kok lama banget non sampai dua minggu?" Tanya pak Marto penasaran.

Belum sempat Mutia menjawab karena sibuk mengelap peluh yang berlebihan di wajahnya, Bara tiba-tiba muncul dan menyahut "Siapa yang mau pergi lama? Pak Marto?" Bara memastikan.

Pak Marto kebingungan menoleh ke arah Mutia lalu ke Bara, Pria tua itu jadi rikuh ternyata Bara belum mengetahui kalau istrinya akan pergi sangat lama. "Pak Marto mau pergi lama?" Ulang Bara sekali lagi.

Pak Marto tidak berani menjawab, pria itu hanya menunduk takut terseret pada perselisihan suami istri di depannya ini yang kemungkinan akan terjadi sebentar lagi.

"Aku bang, Muti yang akan pergi" Mutia berjalan meninggalkan Bara setelah mengatakan itu. Perempuan itu menjauh dari pak Marto karena Bara sebentar lagi pasti akan menginterogasinya, iya mungkin saja jika pria itu masih peduli padanya.

Mutia memang belum mengatakan kepergiaannya kepada Bara. Bukan tidak ingin,  melainkan karena kabar kelahiran keponakannya begitu mendadak dan Bara yang pulang larut malam sehingga perempuan itu belum punya waktu untuk meminta ijin.

Mutia membasuh kembali tangannya di wastafel membersihkan sisa kotoran yang masih menempel di tangannya meskipun sudah ia cuci menggunakan air keran yang berada di halaman.

"Kamu mau pergi kemana? Kenapa ga ijin sama abang?" Bara mengekor kemanapun Muti berjalan.

"Pulang ke Malang, Mbak Haira melahirkan" jawab Muti singkat.

Muti masuk ke kamar untuk bergegas mandi, karena mobil travel yang ia pesan akan bertolak jam 11.00 siang ini. Mutia harus buru-buru karena waktu tinggal tiga jam lagi. Sedangkan perjalan dari rumah sampai ke kota Semarang tempat dimana titik kumpul travel itu berada memakan waktu satu setengah jam.

Bara menahan lengan Mutia tepat sebelum gadis itu masuk ke kamar mandi "Kamu mau pergi sendiri? Ga ngajak abang?" Bara tidak suka ketika Mutia mulai mengabaikannya-lagi.

"Abang bukannya repot? Kerjaan abang banyakkan? Makanya Muti ga ngajak abang. Takut ganggu" Mutia memperjelas kalimat terakhirnya. Dengan menekan dua kata itu menggunakan intonasi lebih tinggi.

Bara menghela nafas, laki-laki itu tahu jika istrinya sedang merajuk "Maaf soal semalam. Kerjaan abang banyak dan abang harus lembur...

"Di kantor?" Potong Mutia.

"Iya" Bara terlihat ragu namun ia mengangguk membenarkan ucapan Mutia.

Mutia memejamkan mata, menggigit bibir atas dan bawahnya ke dalam. Bara ternyata tetap membohonginya-lagi.

"Karena itu Muti ga ngajak abang. Muti tahu abang repot" Mutia melepas tangan Bara yang menahan lengannya kemudian masuk ke kamar mandi dan mengunci pintu itu.

"Mutia......" Bara mengetuk pintu kamar mandi tapi Mutia mengabaikannya "Mutia....." Bara mengetuk kembali dan lagi-lagi Mutia pilih mengabaikannya.

Bara menghembuskan nafas lelah mencoba membuang kekesalannya menghadapi tingkah Mutia yang dirasanya mulai membangkang. Pria itu memilih beranjak dari kamar mandi.

Selesai mandi, Mutia mematut diri di depan cermin. Perempuan itu mengenakan kemeja oversize dan celana kulot untuk mempermudah aktivitasnya selama berpergian. Jika menggunakan rok seperti biasanya akan membuatnya kerepotan apalagi ia membawa koper dan ransel, belum lagi membawa oleh-oleh untuk keponakannya-Sabria.

Mutia keluar kamar dengan menggeret koper dan menggendong tas ransel. Ia melihat Bara duduk anteng di ruang makan. Laki-laki itu tengah menikmati sarapan dengan makanan yang disimpan Mutia tadi malam di lemari pendingin namun sudah dihangatkan kembali menggunakan microwave.

"Abang bakal anterin kamu ke Malang" putus Bara setelah melihat Mutia keluar dari kamar.

"Muti udah pesen travel" balas Mutia, perempuan itu ikut bergabung dengan Bara di meja makan untuk mengisi perutnya sebelum berpergian jauh agar tidak tumbang saat perjalanan.

"Abang udah batalin travel kamu" Muti berdecak, ternyata handphone milik Mutia berada di tangan Bara. Pasti Bara sudah menghubungi pihak travel untuk membatalkan tiket Mutia tanpa minta persetujuan dirinya terlebih dahulu.

Mau tidak mau Mutia pulang ke Malang diantar oleh Bara.

Selama perjalan menggunakan mobil, Mutia lebih memilih tidur daripada harus mengobrol dengan suaminya. Rasa kantuk dan suasana hati yang masih kesal karena di bohongi membuat Mutia memilih mendiamkan suaminya dengan memejamkan mata.

Setelah menempuh empat jam perjalanan Bara menghentikan mobil di rest area. Pria itu ingin beristirahat sejenak sambil membeli kopi dan cemilan di mini market di lokasi itu.

"Sayang bangun, kamu mau nitip apa?" Tanya Bara pada Mutia sebelum ia keluar dari mobil.

"Air mineral aja" jawab Mutia sambil mengucek matanya.

"Ada lagi?" Tanya Bara lagi dijawab gelengan kepala oleh Mutia.

Bara mengambil dompetnya yang ia letakkan di dashboard mobil kemudian beranjak keluar. Baru beberapa langkah pria itu berjalan ternyata handphone Bara mendapat panggilan.

Ringtone 'SWAY' dari Michael Buble mengalun merdu menyapa indra pendengaran Mutia. Ringtone yang sengaja mutia setting di hp Bara karena Mutia sangat menyukai lagu itu dan sampai sekarangpun tidak pernah di ubah oleh Bara.

Mutia berdecak karena panggilan itu sudah berulang dua kali dan ini menjadi yang ke tiga kalinya. Mutia meraih ponsel suaminya lalu melihat siapa penelpon yang mengganggu tidur nyenyaknya.

'Nana is Calling'

Nana? Alis Mutia bertaut dengan dahi berlipat, itu tandanya Mutia sedang berpikir keras. Seingat Mutia, Bara tidak memiliki pegawai bernama Nana.

Mutia mengedikkan bahu tidak mengacuhkan panggilan itu. Namun saat deringan itu berakhir muncul pop up pesan yang membuat hati Mutia patah.

'Bar, kepalaku pusing sekali' pop up pesan pertama.

'Bisa ga kamu ke rumah, anterin aku ke dokter sekarang' pop up pesan yang kedua.

Mutia meletakkan handpone milik Bara kembali ke dashboard mobil setelah melihat pria itu berjalan sudah mendekat ke arah mobil.

Tepat saat pintu itu terbuka, ponsel milik Bara berbunyi kembali. Bara kemudian bergegas mengambil ponselnya,

"Abang angkat telepon dulu" pamit Bara keluar mobil setelah melihat kontak yang tertera di layarnya bernama 'Nana'

Tidak pernah sekalipun Bara menjauh dari Mutia ketika laki-laki itu menerima telepon. Perilaku Bara baru-baru ini sungguh membuat hati Mutia resah. Mungkinkan Bara sedang mencoba bermain api di belakangnya?

Setelah ini akan update dua hari sekali readers sayang ❤️

TRAPPED (END)Where stories live. Discover now