Bab 7

1.6K 242 37
                                    

'Let's divorce' pesan singkat itu Mutia kirimkan satu bulan setelah ia menyambangi apartemen Bara. Bara rupanya membaca pesan itu namun tidak ada balasan yang masuk pada ponsel Mutia.

Bagi Mutia, tidak ada kata maaf untuk perselingkuhan. Mutia menyadari jika kesalahannya tidak termaafkan bagi Bara. Tapi perselingkuhan merupakan kesalahan fatal yang juga tidak termaafkan bagi Mutia.

Setelah lelah bersedih dan menangis sampai-sampai stres yang berimbas pada kandungannya akhirnya Mutia memilih untuk mengakhiri rumah tangganya dengan Bara.

"Kenapa Mut, pinggang lo pegel lagi? Gue pijit ya"  seperti biasa, malam ini Mutia tidak bisa tidur dengan nyenyak karena perut bagian bawahnya terasa kram seperti orang yang sedang menstruasi. Rasa tidak nyaman itu merambat ke pinggang bagian belakang.

"Ga usah Meth, kasian kamu. Udah capek ngerjain skripsi, kerja, masih aja mau ngurusin gue yang ga bisa apa-apa" Mutia sudah tidak bekerja lagi di cafe karena kehamilanya rentan mengalami keguguran. Hidupnya sekarang sepenuhnya mengandalkan dari penghasilan Metha.

"Kamu ngomong apa sih Muti? Gue yang banyak hutang budi sama elo. Gue ga tau harus bayar pakai apa"

"Elo nyawa gue Mut. Andaikan elo ga nolongin gue dulu, mungkin gue udah milih bunuh diri. Sekarang giliran gue ngerawat elo dan elo ga boleh nolak"

Metha memijit pelan punggung Mutia dan menempelkan kantong kompres yang berisi air hangat ke pinggang Mutia.

"Udah mendingan?" Tanya Metha memastikan.

"Thank's Meth, udah mendingan jauh" Rasa nyeri di pinggang Mutia mulai berkurang menjadi lebih hangat karena dikompres oleh Metha.

"Gue jadi inget elo dulu sampai nyisihin uang jajan elo buat bayarin sekolah gue. Elo juga rela bohong sama nyolong uang abang elo buat gue isa ikut study tour waktu SMA sama biaya gue buat lanjut kuliah" Kenang Metha dahulu tentang kenakalan dan pengorbanan yang Mutia lakukan untuk dirinya. Wisata masa lalu membuat kantuk Metha dan Mutia menjadi menghilang.

"Gue cuma ga ingin liat elo terus-terusan digebukin ibu sama bapak tiri elo Meth. Gue cuma pengen elo pergi dari mereka. Tunjukin kalau elo hebat dan bisa bales mereka lewat prestasi elo" Kasihan, itu yang pertama kali dilihat Mutia ketika bertemu dengan Metha untuk pertama kalinya di sekolah.  Badan Metha penuh lebam karena menerima tindak kekerasan dari kedua orang tuanya.

"Tenang aja, abang gue kaya raya. Dia ga bakal marah kalau gue ketahuan nyolong sama nipu dia buat bayarin sekolah elo. Sebenarnya kalau gue minta juga bakal dikasih sih. Cuman kalo nyolong rasanya lebih greget aja" terang Mutia supaya Metha tidak merasa bersalah karena melakukan keburukan demi perempuan itu.

Metha tertawa mendengar ucapan Mutia "Dasar otak kriminal lo. Pantes aja otak lo bisa berpikir buat ngejebak Bara" Ternyata otak Mutia memilih jalur anti mainstream untuk memecahkan suatu masalah.

"Tolong jangan sebut nama dia lagi Meth. Gue ga mau denger" untuk sementara, ia ingin melupakan semua tentang pria yang bernama Bara Paramudya Setiaji-suaminya.

"Gue cuma nyesel kenapa gue dulu ga hentiin rencana gila elo buat ngejebak dia. Malah sekarang elo malah jadi kayak gini" ucap Metha.

"Gue ga nyesel Meth. Setidaknya kesalahan gue jadi ada dia buat penyemangat hidup gue" Mutia mengusap-usap perutnya yang mulai membuncit.

****

"Bar, kamu yakin mau cerai?" Tama menanyakan sekali lagi keputusan yang Bara ambil sebelum memasukkan berkas perceraian dirinya ke pengadilan agama.

Tama adalah pengacara sekaligus sahabat Bara. Tama mengenal Bara adalah orang yang sangat berhati-hati dan berpikir panjang dalam pengambil keputusan. Apalagi menyangkut tentang kehidupan pernikahannya.

"Aku hanya menuruti kemauan dia" Ucap Bara singkat. Ekspresi yang Bara tunjukkan sangat  datar, tidak terlihat raut kesedihan ataupun raut bahagia.

"Aku ga habis pikir. Bisa-bisanya kamu yang setua ini ditipu anak ingusan" alasan cerai yang diajukan Bara membuat Tama geleng-geleng kepala.

"Setidaknya kamu udah perawanin tuh si jablay cilik jadi ga rugi juga" Ucap Tama yang terdengar kasar di telinga Bara.

"Tam, aku memang marah dengan Mutia. Tapi aku ga suka denger kamu ngejelekin dia" Entah mengapa ia tidak senang mendengar orang lain Menghina Mutia.

"Ok. Ok. Aku minta maaf" Ucap Tama.

"Aku akan masukkan berkas ini ke pengadilan, setelah itu kalian akan mendapat surat panghilan sidang dilanjutkan untuk sidang mediasi terlebih dahulu" jelas Tama.

"Ok Tam, terimakasih atas bantuanmu" Ucap Bara.

"Sebenarnya aku berharap kamu ga sampai cerai Bar" jeda sesaat "Aku lihat hidupmu lebih berwarna dan bahagia setahun ini dengan Mutia"

****

Mutia mematut diri di depan cermin. Gadis itu  mengenakan baju kemeja putih dengan inner berwana hitam serta rok rajut berwarna terakota. Korean look make up Mutia poleskan pada wajah mungilnya untuk melengkapi penampilanya yang sempurna. Kali ini dia ingin membuat Bara menyesal karena telah menyelingkuhi gadis muda itu.

"Elo mau ke kondangan atau ke sidang perceraian sih?" Metha geleng-geleng kepala melihat dandanan Mutia yang seperti artis korea.

"Ga papa biar Bara nyesel aja sudah nyelingkuhi gue" Ucap Mutia tak acuh sambil menyemprotkan parfum cukup banyak di pakaiannya.

"Dan elo yakin mau pakai baju itu kepersidangan? Baju itu ketat banget Mutia" Metha mengingatkan jika baju yang dipakai Mutia mencetak jelas perut buncitnya. Bara akan mengetahui jika Mutia sedang mengandung anaknya.

"Biar dia sekalian tahu Meth, biar ga timbul masalah dikemudian hari. Hamil atau ga keputusan gue udah bulat buat bercerai dari dia" Ucap Mutia yakin.

Setelah semuanya sudah siap, Metha dan Mutia bergegas pergi ke pengadilan agama menggunakan motor matic miik Metha.

Bara sudah duduk di ruang tunggu persidangan menunggu kedatangan Mutia. Bara duduk di temani oleh Tama-sahabat sekaligus pengacaranya.

Beberapa menit kemudian Mutia masuk ke ruang sidang di temani oleh Metha. Ia datang tanpa didampingi pengacara.

Wajah ayu gadis itu sempat mencuri perhatian Bara. Bara meneguk ludahnya kasar melihat kecantikan Mutia, khayalan yang tidak-tidak memenuhi isi kepala pria itu. Namun sedetik kemudian ia memilih menundukkan pandangan untuk membuyarkan khayalannya kepada sang calon mantan istri.

"Saudara Mutiara Ayu Rengganis, sebelum sidang di mulai saya minta anda untuk melepas jaket yang anda kenakan" pinta hakim.

Atas perintah hakim, akhirnya Mutia melepaskan jaket yang ia kenakan. Dan saat itu pula Bara tahu jika Mutia sedang mengandung anaknya terlihat dari perutnya yang membuncit.

Bara membisikkan kepada Tama sesuatu lalu Tama maju ke depan ke tempat ketua sidang. Ketua hakim membatalkan sidang karena Bara mencabut gugatan perceraiannya tepat sebelum sidang dimulai.

TRAPPED (END)Where stories live. Discover now