Bab 9

1.7K 193 14
                                    

"Abang, Muti laper banget" Mata Bara membola, terbangun mendengar ucapan Mutia. Laki-laki itu merutuki dirinya karena membuat sang istri yang sedang hamil melewatkan jam makan siang. Malah lebih memilih memanaskan ranjang mereka sampai sore.

"Maaf sayang, kamu pengen makan apa? Abang pesenin online food ya" Bara bangun dari ranjang lalu mengambil kaos dari dalam lemari kemudian mengambil baju Mutia yang berserak dan memakaikannya ke gadis itu.

"Pengen steak daging sama urap sayur. Terus milkshake rasa coklat sama puding mangga" Muti masih berpikir untuk mengabsen makanan yang diinginkannya "oh iya sama tempura udang dan takoyaki kayaknya enak deh bang"

"Itu terlalu banyak sayang. Apa kamu bakalan habis?" Bara merasa sangsi Mutia dapat menghabiskannya. Karena Bara bukan tipe orang yang suka membuang-buang makanan.

"Selama tinggal di kos Metha, aku ga pernah makan enak. Duit kita kan pas-pasan bisa makan tiga kali sehari aja udah bersyukur banget" Mendengar cerita dari Mutia membuat rasa berasalah Bara semakin bertumpuk.

"Maafin abang sayang" Bara mengusap lembut pipi Mutia yang mulai sedikit chubby. "Abang seharusnya ga marah lama-lama sama kamu dan  nyariin kamu secepatnya"

"Ga papa abang, aku ngomong kayak gini supaya abang merasa bersalah jadi bakalan nurutin maunya Muti dan ga banyak protes" Muti menjulurkan lidah mengejek Bara.

Bara melirik malas, "iya-iya abang memang tempatnya salah, kamu yang selalu benar sayang" ucap laki-laki itu.

Bara mengambil gawainya di atas nakas kemudian memesan makanan untuk Mutia dan mengirim juga ke kos Metha.

Selesai mandi, Bara dan Mutia makan bersama di depan tv. Bara menopang dagunya, melihat istrinya yang benar-benar lahap menghabiskan makanan yang tadi ia pesan.

Bara sampai geleng-gelengkan kepalanya dan berdecak kagum melihat istrinya menandaskan makanan itu.

"Kenapa? Ga suka Muti makan banyak? Ga cinta lagi kalau Muti gendut?" Ibu hamil memang sesensitif itu. Salah sedikit saja bisa jadi perang dunia ke dua di rumah tangga Bara.

"Siapa yang bilang abang ga cinta lagi kalau kamu gendut? Abang tetep cinta sama nyonya Bara Paramudiya Setiaji ini" Bara menakup pipi Mutia dengan satu tangan, membuat bibir gadis itu manyun seperti ikan.

"Oh jadi Mutia beneran gendut, ga sexy lagi di mata abang" Bara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Bingung menghadapi calon ibu muda ini yang selalu negatif thinking.

"Sayang aa....." Bara mencoba mengalihkan kesensitifan Mutia dengan minta disuapi urap sayur yang sedang dimakan gadis itu.

Mau tak mau Mutia menyuapkan urap sayur dangan tangannya karena mutia makan tidak menggunakan sendok. Bara memakan suapan dari tangan Mutia tetapi ujung jari-jari gadis itu masuk semua ke mulut Bara. Saat Mutia ingin menarik tangannya justru Bara mencekal tangan gadis itu. Bara menjilati setiap jari-jari Mutia yang terkena bumbu urap sayur dengan mulutnya.

"Abang jangan mulai lagi, Mutia capek" Bara rupanya tahu titik sensitif tubuh Mutia. Gadis itu menarik tangannya, namun tangan itu masih ditahan oleh cekalan Bara "Stop it" mohon Mutia tetapi Bara tidak mengindahkan ucapan Mutia.

"Iya, iya, Muti minta maaf" Bara lalu melepaskan tangan itu. Bara tersenyum penuh arti. Mutia rupanya cukup tanggap jika Bara tidak ingin ada konflik kecil lagi diantara mereka. Kan baru baikan. Bara lagi ingin merasakan indahnya perdamaian di rumah tangganya.

****

"Kapan perkiraan kelahiran bayi kalian, Ra?" Haira dan Hamzah mampir bertandang ke kantor Bara setelah Hamzah ada undangan untuk menjadi dosen tamu di salah satu universitas negri di Semarang.

"Dua bulan lagi bang" jawab Haira.

Panggilan Haira kepada Bara tidak berubah meskipun Bara adalah suami dari adik ipar Haira. Perbedaan umur yang jauh dan sudah menjadi kebiasaan Haira memanggil abang sejak dulu membuat Haira menjadi sungkan merubah panggilannya kepada Bara.

Bara manggut-manggut mendengarkan ucapan Haira "Umi bilang, Mutia juga hamil bang? Bener itu?"

"Heem, baru jalan tiga bulan ini" jawab Bara.

Banyak obrolan yang dibicarakan antara Hamzah dan Bara. Salah satunya Hamzah menyarankan Bara untuk mengambil proyek yang lebih besar. Hamzah berjanji akan menanamkan modal di perusahaan Bara untuk ia putarkan.

Saat masih asyik mengobrol tiba-tiba Mutia datang. Bara memang sengaja menghubungi istrinya, memberitahu jika abang dan kakak iparnya datang ke kantor Bara hari ini. Tidak lama setelah itu, Haira dan Hamzah pamit pulang karena mereka harus segera pulang ke Kota Malang.

Melihat abang dan kakak iparnya sudah pergi, Mutia melancarkan aksinya. Melihat Bara yang duduk di kursi kerjanya dan sedang berkutat dengan pekerjaan tiba-tiba saja Mutia duduk di pangkuan pria itu.

"Abang boleh ga aku minta ijin pergi ke mall sama Metha buat nonton" pinta Mutia berbisik di daun telinga Bara.

"Ga boleh sayang, bentar lagi abang pulang. Nanti abang temeni kamu nonton di rumah. Lagian abang takut  kamu kecapean" tolak Bara sehalus mungkin.

Mutia tahu Bara akan mempersulit izinnya untuk jalan-jalan mengingat Bara sangat menjaga kehamilannya.

Mutia memainkan jemarinya di dada Bara yang berbalut kemeja ditambah perempuan itu sesekali mengecup leher suaminya.

Bara mencekal tangan Mutia yang sudah membuka kancing kemeja Bara bagian atas "Please sayang jangan dikantor, nanti ada orang yang masuk"

"Ijinin ga?" Rupanya ini strategi Mutia mempermainkan nafsu Bara. Mutia tahu Bara tidak akan mungkin melakukannya di kantor. Untuk menghentikan godaan Mutia maka Bara cukup memberi izin istrinya untuk pergi nonton.

"Ga" Bara tidak goyah dengan larangannya.

"Okey...." Rupanya Mutia perlu merayu dan menggoda lebih keras lagi.

Mutia meninggalkan jejak kepemilikannya di leher suaminya lalu membuka kancing kedua milik Bara. Bara sudah pada titik frustasi menahan godan Mutia.

"Damn it" Bara mengumpat tidak tahan, lalu mendudukkan Mutia di meja kerjanya. Laki-laki itu melakukan french kiss dengan istrinya, namun tiba-tiba...

"Bar Hp aku ketingg...." Hamzah rupanya masuk ruangan Bara tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Sayang jangan masuk, tunggu di luar saja" pinta Hamzah menoleh pada istrinya karena Haira mengekor di belakangnya.

Bara terduduk lemas, sangat malu rasanya terpegok seperti ini. Apalagi terpegok oleh Hamzah-kakak Mutia.

Hamzah bergegas mengambil Hp nya "silahkan dilanjutkan, akan aku tutup pintunya" Terdengar suara Hamzah yang terbahak setelah menutup pintu itu rapat.

Mutia memanfaatkan situasi ini. Perempuan itu memcium pipi Bara yang sedang lengah "Terimakasih abang izinnya" lalu turun dari meja kerja Bara. Mutia mematikan ponselnya agar Bara tidak menelponnya, ia menggoyang-goyangkan ponselnya itu di depan Bara sambil tersenyum menjulurkan lidah kemudian berlalu pergi.

****

Bara sudah pulang ke apartemen namun Mutia belum juga pulang. Pria itu mandi dan setelahnya keluar untuk mencari makan malam.

Saat keluar lift tiba-tiba terjadi guncangan gempa yang cukup keras. Beberapa orang keluar dari gedung termasuk Bara. Pria itu bergegas lari ke parkiran gedung apartemennya.

Rupanya pusat gempa tidak jauh dari kota Semarang membuat guncangannya sangat terasa  sehingga menimbulkan kepanikan di pusat-pusat keramaian terutama di gedung-gedung bertingkat.

Bara panik, laki-laki itu mencoba menghubungi Mutia melalui ponselnya tapi hanya ada jawaban dari mesin operator. Sejak tadi sore Mutia sengaja mematikan ponselnya.

"Mutia kamu dimana, ayo angkat" pikiran laki-laki itu sudah tidak karuan.

Bara bergegas masuk ke mobilnya. Laki-laki itu akan mencari keberadaan istrinya di beberapa mall, Bara sesekali menghubungi istrinya melalui ponselnya.

TRAPPED (END)Where stories live. Discover now