4

57.5K 64 1
                                    

Suara ayam membangunku dari tidur malam ku, aku mengucek kedua mataku melihat jam kecilku. Jam menunjukkan pukul 06.00 pagi, aku terlambat bagun hari ini.

Semalam karena berpikir tentang tingkah Pakde, membuatku kesulitan tidur. Aku lalu bangkit dari tidurku, sebelum keluar dari kamarku aku membersihkan tempat tidurku.

Selesai aku membersihkan kamar beberapa menit, aku membuka pintu kamar. Saat melangkah keluar, aku mendengar ada suara bunyian.

Aku melangkah ke halaman samping, ternyata itu Pakde yang sibuk membelah kayu kering.

"Pakde."
"Eh rin."

Ucap Pakde yang masih sibuk membelah kayu-kayu kering untuk dijadikan bahan bakar, meski kami sudah memakai gas.

"Pakde udah sehat?"
"Sudah rin, ini pakde udah kuat belah kayu untuk bakar."

Aku melihat sesaat lalu kembali masuk ke dalam, aku buka semu jendela rumah. Aku berlanjut mengerjakan pekerjaanku, aku juga memutuskan untuk belum ke sekolah.

Aku masih ingin memastikan kondisi Pakde Yono, sebelum aku tinggal. Selesai membereskan semuanya, aku membuatkan teh untuk Pakde dan menambah roti tawar yang masih kamu punya.

"Pakde, ini minum dulu."

Aku lalu meletakkan nampan yang berisikan minuman dan makanan, aku meletakkan di atas tempat santai dari bambu buatan Pakde.

Pakde Yono berhenti sejenak, dia pun duduk lalu menyeduh minuman teh buatanku.

"Srupp, makasih nak."
"Sama-sama pakde."

Aku membalas dengan senyumanku, aku senang setiap masakan ataupun minuman buatanku selalu disukai Pakde dan Bukde.

Semua masakan ataupun minuman itu berkat Bukde, yang dengan sabar mengajariku. Hingga aku begitu mudahnya melakukan semuanya.

"Sini rin duduk, berdiri terus emang kamu ndak capek?"

Pakde berujar sambil memandangiku yang masih setia berdiri di hadapannya, aku pun segera duduk mengikuti Pakde.

Aku menciptakan beberapa jarak, selain karena posisi Pakde dan tentunya tempat santai buatan Pakde cukup besar.

"Kamu ndak sekolah rin?"
"Ndak pakde, mungkin besok. Yang penting Pakde sehat dulu."

Tuturku pada Pakde, berbeda dengan Pakde yang melihat ke arah kayu-kayu hasil belahan Pakde dengan kapak.

"Maaf yah, pakde cuma ngerepotin kamu."
"Ndak pakde, pakde ndak boleh ngomong seperti itu. Aku tulus ngerawat Pakde."

Bantahku yang sedih, ketika aku mendengar penuturan Pakde. Pakde berbalik menatapku,

"Maaf jika pakde punya salah sama kamu."
"Pakde ndak salah, aku yang harusnya minta maaf. Selama ini aku udah nyusahin pakde dan bukde, maaf jika kehadiranku hanya menambah beban pakde dan bukde. Maaf juga aku belum bisa membanggakan kalian."

Aku menunduk, aku hampir menangis. Aku jadi teringat bagaimana perjuangan mereka berdua sosok yang memiliki pengaruh penting di dalam hidupku, berjuang dengan mati - matian membesarkanku, tanpa bantuan orang lain.

"Maafin pakde buat kamu sedih."

Aku mendengar suara Pakde, aku tidak berani melihat Pakde. Sebab aku berusaha menahan air mataku agar supaya tidak tumpah, aku benar-benar bersyukur memiliki pengganti orang tua yang mencintaiku dengan tulus.

"Pakde mandi dulu, kamu tolong masukin kayu-kayu ke tempatnya."

Pakde lalu pergi meninggalkanku sendiri yang masih menunduk, aku masih belum mampu untuk memandangi pakde.

.
.

Pakde Yono segera berjalan ke kamar mandi, sejak sakit dia tidak mandi. Barulah hari ini dia mandi, mandi beberapa saat lalu Pakde Yono kembali ke luar.

Sebelum ke kamar, dia memastikan Rina yang sudah mengerjakan perintahnya. Benar saja, semuanya terlihat rapih dan bersih.

Rina adalah sosok handal, meski Rina masih remaja. Pakde Yono kembali melangkah, dengan handuk birunya yang melingkar tepat di pinggang, menampilkan perut buncitnya dan dada yang berkotak. Serta kulit kecoklatannya.

"Pakde, sudah mandi."

Sapa Rina yang berpapasan dan ingin menuju ke dapur menyiapkan makan siang untuk mereka berdua.

"Sudah, kamu sudah mandi?"
"Nanti saja, aku mau masak dulu untuk pakde."

"Yasudah, pakde mau pakai baju dulu."

Setelah berbicara, Pakde Yono melangkah ke kamar untuk memakai pakaian. Rina kembali melangkah ke dapur mempersiapkan semua secara sendirian.

"Kontol sialan, kenapa bangun lagi. Apa gara-gara tanya rina mandi. Masa sih."

Pakde kesal, sebab dia terkejut melihat penis nya yang kembali mengancung. Hanya karena dia bertanya kepada Rina, perihal Rina kapan mandi.

Dengan terpaksa, Pakde kembali mengocok. Namun sialnya. Penisnya masih belum ingin memuntahkan spermanya, Pakde Yono berpikir sesaat apa yang harus dia lakukan.

"Oh sabun."

Dia lalu segera melilitkan handuk, dan lalu ke kamar mandi. Saat Pakde ingin melangkah ke kamar mandi, mata Pakde Yono menangkap Rina yang sibuk berkutat di dapur.

Pakde Yono menyaksikan Rina yang sudah peluh dengan keringat, membuat Pakde semakin sange menyaksikan Rina yang sedang beraksi di dapur.

Tangan pakde bergerak turun memegangi kembali selangkangannya, sambil menikmati Rina yang sibuk bergerak.

Pakde mengambil posisi yang berjarak, agar Rina tidak menyadari kehadirannya. Rina begitu serius hingga dia tidak menyadari kehadiran Pakde Yono yang asyik mengamati sambil mengusap penisnya.

Rina masih asyik memotong, ia ingin meraih spatula untuk membalikkan ikan yang sedang dia goreng. Posisi spatula yang terlalu di ujung membuat spatula menjadi jatuh.

Rina menunduk supaya mengambil, Pakde Yono semakin bernafsu melihat posisi Rina yang menungging. Pakde Yono dengan cepat mengocok pensinya, sambil membayangkan mengentoti rina dari belakang.

"Aahhhh rina.."

Gumam Pakde Yono yang menyemburkan cairan kentalnya, sambil mendesah pelan.

Cairan putih milik Pakde Yono menetes di lantai, membuat dia sadar. Dan segera dengan cepat kembali masuk ke kamar.

"Sial, gara kontol ini."

Ketus Pakde yang sudah berada di kamar, namun setelah itu Pakde Yono tersenyum. Ia kembali mengingat kejadian mengocok tadi, sambil menyaksikan Rina yang menungging.

"Andai saja, rina bisa ku entoti pasti aku bahagia." Ujar Pakde Yono tanpa sadar.

Disisi lain, Rina sudah selesai memasak. Dia juga telah menyiapkan semua masakannya di atas meja makan. Rina segera melangkah untuk memanggil Yono.

Rina yang melangkah, dan belum sempat sampai di depan kamar Pakde. Menginjak cairan yang menyebabkan kakinya menjadi lengket, dan itu membuat Rina kaget.

"Apa ini."

Rina melihat telapak kakinya, dan melihat cairan sperma yang lumayan banyak di lantai. Rina menunduk sedikit, lalu mengendus.

"Bau apa ini, perasaan tadi ndak ada deh."

Rina beralih ke kamar mandi, membasuh kaki nya dengan air. Rina kembali ke tempat dimana Pakde Yono menjatuhkan sperma di lantai, Rina mengepel sedikit supaya lantai tersebut kembali bersih dan wangi.

Saat dirasa beres, Rina kemudian berlanjut untuk memanggil Pakde Yono yang masih di dalam kamar.

Tok

Tok

Tok

"Pakde, ayo makan dulu. Makananya sudah siap semua pakde."
"Iya rin."

Jawab Pakde Yono, lalu memasukan kembali penisnya ke dalam celana. Rina sudah pergi ke ruang makan, menunggu Pakde Yono agar mereka bisa makan siang bersama.

PAKDEWhere stories live. Discover now