Salebnapaled

7.4K 914 192
                                    

Zavira membuka matanya pelan. Ia berkedip beberapa kali menyesuaikannya dengan cahaya yang tiba-tiba merangsek masuk. Ia merasakan beban pada perutnya. Kepalannya mendongak lalu terpampanglah wajah rupawan milik kembarannya.

Ah ia ingat, kemarin tiba-tiba Astra membuka pintu kamarnya kasar. Lalu masuk dan langsung memeluknya. Ia juga menangis. Kalau yang ini beneran gak ya. Ia rada ragu sih.

Zavira memerhatikan setiap detail wajah Astra. Kembarannya ini... kenapa wajahnya bisa sangat tampan?

Jemari Zavira menelusuri wajah itu dari kening, alisnya, hidung mancungnya hingga akhirnya berhenti pada bibir pink alami. Apakah kembarannya ini tidak merokok? Kenapa bibirnya bisa sebagus ini. Ia saja sepertinya kalah.

Zavira terkesiap saat bibir itu menghisab jemarinya yang tadi berhenti disana. Ia terkekeh geli melihat Astra mengemut jarinya seperti bayi yang sedang mengemut dotnya. Lihatlah wajahnya yang terlihat polos itu. Seolah ia benar-benar bayi yang baru lahir bukannya pemuda yang bahkan pernah membuat seseorang hampir mati.

Zavira semakin menatap lekat wajah Astra. Ia mengabaikan segala hal karena fokusnya pada wajah itu. Bahkan tentang fakta kalau ia dan Astra sudah sangat terlambat. Ia benar-benar tidak memedulikan segalanya. Ia memutuskan untuk bolos karena percuma juga jam sekarang sudah menunjukan pukul sembilan. Setengah jam lagi istirahat pertama. Jadi buat apa ia berangkat kalau nanti ujung-ujungnya terlambat dan dihukum. Ia sedang sangat malas sekarang.

Kelopak mata itu terbuka menampakan warna lensa yang sama dengan miliknya. Pemuda itu melirik jam sekilas lalu langsung memeluk Zavira erat. Ia menelusupkan kepalanya di ceruk leher gadis itu membiarkan bau menenangkan milik adik kembarannya itu tercium di hidungnya.

"Kenapa gak bangunin?"

Suara serak khas orang baru bangun itu terdengar begitu sexy di telinga Zavira.

"Lia juga baru bangun" ucap Zavira sembari mengelus rambut Astra.

Astra menutup matanya seolah menikmati elusan Zavira.

"Jangan pergi Lia, jangan tinggalin Lio" ucap Astra mendongak menatap lekat wajah milik Zavira.

Hah lagi-lagi kalimat itu yang keluar dari bibir Astra. Sebenarnya apa sih yang ditakutkan oleh pemuda itu. Memangnya ia ingin pergi kemana. Perasaan ia belum memiliki rencana untuk pergi ke suatu tempat.

"Emangnya aku mau kemana?"

Astra tidak menjawab ia kembali memejamkan matanya dan memeluk Zavira lebih erat. Ia sekarang terlihat seperti anak kecil yang takut mainannya hilang. Apa sih yang di maksud oleh pemuda itu. Kalimat itu terus merujuk kalau ia akan pergi dan meninggalkan pemuda itu.

Ia jadi was-was dengan nasibnya besok. Apa yang akan dihadapi olehnya sebenarnya. Mengapa sekarang ia merasa hidupnya tidak akan sesederhana dan semulus rencananya kemarin. Apa karena alur cerita berubah? Sepertinya sekarang masalah besar tengah menantinya.


§§§



Seorang pemuda menatap lemas pada pintu satu-satunya jalan keluar disana. Sudah lima hari ia dikurung disana. Ia sama sekali tidak menyentuh makanan yang selalu diantarkan padanya satu kali sehari itu karena tau disana dicampurkan racun ringan yang bisa menggerogoti organ tubuhnya perlahan. Ia juga tidak menyentuh segelas air putih yang disediakan untuknya. Lagipula bagaimana caranya makan kalau sekarang saja ia dirantai dalam posisi berdiri. Kedua tangannya dirantai ke atas. Orang itu, dia tidak hanya gila tetapi juga bodoh. Dan yang lebih lebih bodohnya ia juga termasuk salah satu dari anak buah orang itu. Cih!

Ia benar-benar tidak memedulikan tubuhnya yang tidak dimasuki asupan itu. Pikirannya terus berkeliaran memikirkan keadaan kekasihnya. Apakah kekasihnya itu sedang cemas mengkhawatirkannya?

Ia tersenyum tipis membayangkan wajah cantik milik kekasihnya itu. Ah ia benar-benar merindukannya sekarang. Tetapi ia tidak bisa menemuinya sekarang. Tubuhnya ini masih dirantai dengan keadaannya yang sudah tidak memiliki tenaga. Bahkan ia yakin beberapa waktu kedepan ia pasti pingsan.

Ia hanya bisa menunggu salah satu 'teman'nya untuk datang menyelamatkannya. Yah walaupun ia tidak yakin kalau 'teman'nya itu akan datang. Di pikirannya malah yakin kalau 'teman'nya itu pasti sedang berpesta merayakan dirinya yang dikurung oleh atasan ups mantan atasan mereka.

Ia menatap pintu yang terbuka perlahan. Apakah ia akan dieksekusi sekarang? Atau lagi-lagi ia akan disiksa? Dikuliti oleh tangan kanan kepercayaan atasannya mungkin. Mengingat orang itu suka sekali mengkuliti wajah orang lalu menjahit kembali kulit itu tetapi dalam posisi yang terbalik. Haih ia tidak rela kalau wajah tampannya itu dikuliti. Bisa-bisa kekasihnya meninggalkannya.

Tunggu ia seperti mengenal postur tubuh itu. Ia berdecih malas memandang laki-laki seumurannya yang wajahnya ditutupi masker. Ia juga menutupi kepalanya dengan penutup hodie yang dipakainya. Ia tau siapa laki-laki itu.

Laki-laki itu melepas rantai yang membelenggunya. Ia yang sudah tidak punya tenaga langsung merosot ke bawah dari posisinya yang tadinya berdiri. Dia berdecak sebelum mengangkatnya seperti karung beras. Cih kalau saja kondisi tubuhnya sedang tidak seperti ini, ogah sekali ia digendong orang ini.

"Lo udah puas pestanya" lirih pemuda itu lemas.

Temannya itu terkekeh sinis "sebenarnya gue lebih seneng lo mati, tapi 'orang itu' belum pergi ke neraka"

Pemuda yang sedang digendong itu hanya tertawa lemas.

"Cakra Bumiraka! Lo udah berutang budi sama gue"

Cakra atau Bumi, pemuda yang tengah digendong itu tidak menjawab. Tetapi yang pasti perlahan keadarannya mulai menipis.









Yang merasa punya tangan silahkan vote, komen, and share.

Gratis kok.

Sekian terima Davi

Help MeWhere stories live. Discover now