salebagit

9.3K 1.1K 58
                                    

Bel istirahat berbunyi membuat murid-murid SMA Mandala bersorak girang. Ada yang stay di kelas, ada yang ke perpus, ke taman dan masih banyak lagi. Dan tentu kebanyakan dari mereka menuju ke tempat dimana makanan berada. Apalagi kalau bukan kantin.

Zavira bersama ketiga temannya tengah menyantap pesanan mereka. Mereka menghiraukan suasana riuh kantin karena bagi mereka adalah makanan is number one dan turu is number two. Yang lain mah pikir keri.

Zavira hampir tersedak karena sebuah lengan tiba-tiba melingkari pinggangnya. Setelah ia lihat, oh ternyata Ragas adik tampannya.

Tapi kok ada yang aneh ya sama wajah adiknya. Ragas kok semakin tampan sih. Memar dan sedikit darah di sudut bibirnya benar-benar menambah ketampanan seorang Ragas. Tapi siapa sih yang berani-beraninya membuat wajah adiknya ini babak belur?

"Siapa?"

Zavira mengelus pelan memar ungu di wajah Ragas pelan. Ragas tidak menjawab, ia malah meringis lalu menelusupkan wajahnya pada ceruk leher Zavira. Hidung mancungnya ia gesekan disana.

"Sakit.. " lirihnya pelan tepat di telinga Zavira.

Zavira menangkup pipi Ragas lalu mendorong perlahan membawanya menjauhi lehernya. Ia dibuat merinding soalnya.

"Gue ke UKS, lo bertiga duluan aja ke kelasnya"

Zea, Zila dan Zola serempak mengangguk. Zavira kemudian menarik tangan Ragas mengandengnya menuju UKS.

Tidak ada yang heran lagi dengan tingkah Ardilova bersaudara itu. Memang terkadang Ragas yang masih SMP nekat menuju kantin SMA Mandala hanya untuk menemui kakaknya tersayang. Siapa lagi kalau bukan Zavira.

Kadang ia hanya memeluk Zavira, meminta disuapi, atau sekedar mengadukan wajahnya yang berubah babak belur.

Tidak ada yang menjuliti karena murid-murid SMA Mandala malah kadang dibuat gemas sama tingkah dua kakak-adik itu. Malahan ada yang mengship mereka sebagai pasangan. Bukan dalam artian kakak dan adik tetapi sebagai sepasang kekasih. Dunia fiksi memang semembagongkan itu.

Kembali lagi kepada Zavira selaku pemeran utama kita. Zavira tengah mengelus punggung Ragas. Setelah selesai mengobati lukanya, Zavira yang ingin kembali ke kelas malah di tahan oleh Ragas. Pemuda itu memintanya untuk terus memeluknya. Zavira sih okay-okay aja ia juga senang karena punya alasan buat bolos.

"Andai lo bukan kakak gue" gumam Ragas.

Zavira mengernyit bingung, "Agas ngomong apa tadi?"

"Gak ada"

Zavira masih bingung. Sebenarnya ia mendengar gumaman Ragas. Tetapi kenapa adiknya ini berandai-andai menginginkan kalau ia bukan kakaknya.

Sedetik kemudian Zavira melotot menyadari satu hal. Jangan-jangan Ragas menyukainya tetapi bukan sebagai adik ke kakak, melainkan seorang pria ke wanita.

Sepertinya Zavira harus menyiapkan diri mulai sekarang. Ia menyadari alur cerita berubah perlahan. Jadi mungkin akan ada kejutan lain yang tidak terduga. Seperti perasaan Ragas kepadanya yang seharusnya untuk Gavriel ini misalnya












§§§










Prince, pemuda itu menatap datar pria dan wanita di depannya yang berstatus orangtuanya. Wajahnya juga tidak menampilkan ekspresi apapun membuat orang-orang tidak dapat menebak apa yang tengah dipikirkannya.

Keheningan menemani satu keluarga itu bahkan sudah dari lima belas menit yang lalu. Mereka tetap saling diam dan menatap datar ke depan. Mereka sibuk berperang dengan pikiran masing-masing.

"Tiga bulan lagi.. " lirih wanita paruh baya itu menatap putra sulungnya.

Prince nampak menegang. Ia bimbang sekarang karena harus membuat keputusan yang sama-sama membuatnya kehilangan. Ia harus memilih antara orang yang dicintainya atau keluarga.

Otak dan hatinya kini berperang saling mengajukan opsi yang saling bertentangan. Ia benar-benar tidak bisa memilih karena ia tidak mau kehilangan keduanya. Dia merutuki dirinya kenapa ia harus terlahir di keluarga ini.

"Kamu harus bisa memutuskan nak, Mama gak akan memaksa. Tetapi.. kalau bisa kamu pilih keluarga kita."

Prince menatap wanita yang ia sayangi sekaligus ia benci itu. Ia tidak mengatakan apa-apa. Ia benar-benar bingung sekarang. Tangannya mengepal, pikirannya kalut. Bolehkah ia meminta agar ia tidak kehilangan keduanya? Ia benar-benar tidak bisa memilih.








§§§










Seorang pemuda mengusap darah di sudut bibirnya lalu terkekeh sinis. Sedangkan pemuda lain di depannya menatapnya dingin. Wajah pemuda yang mengusap darah sudah babak belur berbanding terbalik dengan wajah pemuda di depannya yang masih baik-baik saja.

"Saya mengijinkan anda dekat dengan dia untuk menjaganya, bukan menjadi pacarnya"

Pemuda yang babak belur itu terkekeh sinis mendengar ucapan dari pemuda di depannya yang tak lain adalah atasanya.

"Gue gak bisa ngontrol perasaan gue"

"Apa anda ingin kematian anda dipercepat? Saya tak masalah"

"Gue gak peduli dengan kematian. Gue cuma mau dia. Gue cinta sama dia."

"Anjing tidak boleh menggigit tuannya sendiri. Anjing yang menggigit tuannya harusnya mati"

Pemuda yang sudah babak belur itu berdecih.

"Gue gak peduli lagi kalau lo atasan gue. Yang gue tau sekarang dia milik gue"

"DIA MILIK SAYA!" Rahang pemuda itu mengeras, "Anda benar-benar menginginkan kematian tenyata, baiklah"

Pemuda itu mengambil sebuah pistol berniat menembak pemuda yang sudah babak belur didepannya. Sebenarnya bawahannya ini salah satu anak buahnya yang terbaik, tetapi ia sudah berani menginginkan miliknya. Maka sama saja dia menginginkan kematiannya dipercepat. Miliknya adalah miliknya. Ia tidak akan membiarkan miliknya direbut siapapun.

Ia sudah terlalu membebaskan miliknya sepertinya. Tinggal sebentar lagi dan ia akan mengurung dia hanya untuk dirinya sendiri.

Ia sudah siap menarik pelatuk dan akhirnya peluru itu melaju cepat ke mantan bawahannya. Tetapi tiba-tiba ada peluru lain yang menghantam pelurunya. Mereka bertabrakan dan hancur.

Pemuda itu kembali menarik pelatuk, tetapi tidak terjadi apa-apa. Peluru tadi ternyata adalah peluru terakhirnya.

Ia mendengus kesal, "Ternyata kematianmu bukan hari ini. Tetapi tenang saja saya akan memberikan proses menuju kematian yang tidak akan pernah anda lupakan"

Pemuda itu kemudian memanggil seseorang untuk membawa bawahannya yang kurang ini.

"Felix bawa dia ke ruang bawah tanah"

Felix, orang yang dipanggil pemuda itu mendengus lalu dengan ogah-ogahan membawa pemuda lain disana.

Bahkan orang itu memakai bahasa baku sekarang. Felix tau dia pasti sedang sangat marah.

"Gue bisa sendiri"

Bumi, pemuda itu menepis kasar tangan Felix.

"Weh santai bro, slay dong. Hidup itu diwa slay aja"

Felix mengikuti Bumi dari belakang. Tetapi ketika mereka tepat di depan pintu sebelum keluar, Bumi menatap mantan atasannya itu sinis.

"Di tetep milik gue, V"

V, ia menatap balik Bumi dengan dingin.

"Dan saya tidak akan membiarkan itu terjadi"














Annyeong yeorobun!

Sebelumnya maaf baru up hhe

Seperti biasa yang merasa punya tangan silahkan vote, komen, and share

Gratis kok

Sekian terima Luhan

Help MeWhere stories live. Discover now