Chapter 11

3.3K 355 16
                                    

Sembilan belas tahun yang lalu

Kotamadya Interlaken, Swiss tengah

Sebuah kota kecil yang terletak di kaki pergunungan Alpen, seorang perempuan dengan rambut tergurai duduk di dekat jendela memandang Danau Brienz. Danau itu membawa udara ketenangan di setiap pandangan yang meraihnya. Dia menggerak-gerakkan tangannya, jari-jari itu seakan memegang kuas untuk mengambar apa yang dia lihat, dia belajar untuk meniru semua warna yang terlihat pada ujung matanya.

Rumah itu hangat, tak seperti di luar. Tapi itu bukan masalahnya, dia hanya ingin bisa menggambar sesuai pandangan yang dia lihat. Dia seharusnya bisa meniru, karena dia memiliki ingatan yang kuat. Namun, ternyata sulit.

Nyonya Kim adalah walinya untuk tinggal di kota rendah polusi ini, dia yang menemani perempuan malang ini dari satu tahun yang lalu. Beberapa guru berdatangan untuk memberi ilmu yang berbeda, nyonya Kim tidak mengajarnya, beliau menuntun perempuan kecil ini untuk keluar dari ingatan kelam itu.

"Freen, ini." Nyonya kim menyiapkan kanvas dan empat warna utama: biru, putih, kuning, dan merah. Perempuan kecil tak menggunakan syal itu hanya melihat saja dari tempat duduknya, dia seakan berbisik pada dirinya 'aku bisa melewati ini'

Freen berdiri dari pemandangan jendela, bersiap untuk duduk di depan kanvas panjang itu. Kuas menunggunya untuk tidak membuat kesalahan lagi. Bukan. Bukan kesalahan, tapi mengulang kejadian lagi. Dia duduk agak lama, memandang kanvas ini membuatnya lupa dengan pergunungan, langit, danau dan kota. Di ujung kanvas itu ada satu foto yang sengaja diletakkan di sana, Freen kali ini harus menggambar apapun itu yang hijau, putih atau biru, tak boleh yang lain. Freen harus melewati tahap ini untuk mendapatkan sesi berikutnya. Namun, satu tahun berlalu, Freen tak bisa membuat laut biru berwarna biru, dia juga tak bisa membuat gunung hijau, berwarna hijau selama foto itu masih berada di sudut kanvas.

Sebelum Freen melukis, nyonya Kim berkata, "Freen, lakukan semua ini demi dirimu dan nenekmu." Nyonya kim berdiri di samping kanvas itu, dia ingin membantu Freen untuk keluar dari ingatan itu, "Freen, belajarlah untuk melupakan."










______________






.....

Freen sedang berdiri di dapurnya, dia mengoles selai cokelat di roti yang terbelah itu. Sedikit demi sedikit, roti tersebut penuh dengan cokelat yang enak. Freen menikmatinya langsung, perut yang sebelumnya berbunyi itu tampaknya berterima kasih.

Hari ini dia ingin berencana jalan-jalan dengan Becca, dia sudah merencanakan semuanya. Becca mungkin tak suka dengan rencana yang Freen buat, karena lagi-lagi Freen tak menganggap wanita itu buta. Dia tak pernah berpikir Becca memiliki kekurangan.

Freen ingin mengajak Becca untuk pergi ke taman hiburan, menaiki kuda-kuda putar, makan es krim, membeli kembang gula, bermain tembak-tembakan dan masuk rumah hantu. Satu lagi, dia ingin menaiki ferris wheel, bagi Freen itu seru, tapi bagi Becca mungkin tidak.

Bahkan Freen sudah memisahkan baju apa yang akan dia gunakan hari ini, dia sungguh ingin menikmati hari atau bisa dikatakan, dia ingin melakukan banyak hal.

Sekarang, dia mengambil ponselnya, dia ingin menghubungi Becca. Dia menekan ikon hijau itu, namun dalam bersamaan ada pesan masuk dari nomor tak dikenal, isinya hanya tulisan Freen. Freen menutup panggilan pada Becca dan langsung memanggil nomor tak dikenal itu. Dia merasa itu penting.

"Hallo?" Freen tidak tau siapa yang mengirim pesan itu, tapi dia merasa penasaran.

"Selamat pagi Nona Freen, aku Kirk." oh, Kirk. Freen mengingatnya, dia yang memberi kunci mobil itu beberapa hari yang lalu. Freen melihat kunci mobil itu yang terletak di atas kulkas, tak pernah disentuh sedikit pun.

DOT OF LIFE - FREENBECKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang