Chapter 4

3.5K 377 11
                                    

Banyak, pandangan mata hampir tertuju padanya. Tidak hanya satu atau dua, mengenai suka atau kagum, semua sama saja. Tanpa melakukan usaha yang berlebihan, berdiri saja sudah cukup, dia sudah membuat orang lain terpesona. Atau, duduk dan menikmati kopinya, Freen selalu mendapatkan semua perhatian itu. Namun, yang dia inginkan bukanlah penyanjung hati, malah wanita yang bahkan tak bisa melihat dirinya. Sampai sekarang, Freen tersesat di semua ingatan tentang wanita itu. Rebecca, kata kertas rumah sakit itu.

Freen menyadari, mungkin saja itu bukan namanya. Tapi untuk sekarang, dia gunakan nama itu untuk memberi perekat di pikirannya.

Ingatan Freen yang mudah merekam segala macam yang dia lihat, memudahkan dirinya untuk tersenyum lebar setiap saat. Dia seakan melihat langsung wajah cantik itu kapan pun dia mau. Mata cokelat yang indah dan bulu mata yang hitam, beberapa bintik samar yang menambah kesan cantik kulitnya, hidung yang mancung, bibir yang sangat membuat perasaan Freen hampir saja keluar dari dada, rambut favoritnya, alis yang rapi, rambut-rambut halus di sekitar telinga dan leher yang membuat pupil Freen lebih besar dari biasanya.

Wanita itu...

Suara ponsel berdering, mengganggu Freen yang sedang menikmati lamunannya di atas kasur. Dia tak ingin bergerak dari tadi, masih terlentang, suasana malam Seoul membuatnya seperti itu.

Freen mengangkat panggilan itu. Jackson memanggilnya.

"Ada apa?" Freen menyapa dengan tanya.

"Aku yang seharusnya bertanya, ada apa?" Oh? Foto! Freen harus mengganti ingatan Becca dengan foto sejenak, nanti dia akan sambung lagi memimpikan Becca.

Freen duduk dengan cepat, matanya sudah tampak kesal, "Kamu memposting foto taruhan itu, huh?" Suara Freen sedikit tajam.

"Huh?" Jackson terdengar bingung, dia bahkan lupa taruhan apa. Freen dan Jackson sangat banyak bermain taruhan, walaupun Freen selalu kalah. "Yang mana?" Jackson meminta rincian taruhan apa.

"Foto cium patung." Singkat, kesal.

"Oh!" Oh Jackson agak panjang, lalu dia berkata lagi, "Freen itu sudah lama sekali, sekitar.." Jackson mengingat sebentar, "Tiga tahun?" Dia bahkan tidak terlalu ingat, tapi jawaban Jackson benar.

Freen memejamkan matanya, menghela napas sesaat. Dia menyadari bahwa semua itu sudah lama berlalu, hanya saja neneknya baru mengungkit sekarang. Jadi, seharusnya tidak usah dibahas lagi. Lalu dia berkata, "Sudahlah, lupakan." Suara Freen sedikit pasrah.

"Memangnya kenapa?" Jackson tampaknya sedang berjalan sekarang, suara orang cukup ramai di sekitarnya.

Freen berpikir sejenak, dia tak ingin mengatakannya pada Jackson tentang perkataan neneknya. Tapi apa boleh buat, dia tidak ingin memendamnya sendiri, "Karena foto itu, nenek kira aku menyukai patung. Bukan manusia. Dan," Freen ingin mengatakan kata yang membuatnya tersinggung, "Nenek juga bertanya apakah aku aseksual atau tidak." Freen menunggu respon Jackson.

Jackson diam sejenak, seolah mengulang kata-kata Freen sekali lagi dalam pikirannya, lalu tak lama kemudian tertawa terbahak-bahak, terdengar dipaksa, "Mengapa nyonya Yoonha sangat lucu, Freen?"

"Kamu mengerti apa yang aku katakan?" Freen tau Jackson tidak memahaminya.

Jackson diam, lalu dia berkata, "Tidak, aku tidak mengerti."

Freen mengangguk saja, lalu dia berkata, "Ya sudah, jangan dipikirkan." Freen menutup panggilan tersebut. Dia kembali terlentang seperti tadi

...

Sampai di mana tadi? Freen bertanya pada pikirannya.

Wanita itu...

Dia sangat cantik.
Mengapa ada manusia seperti dirinya?
Oh Tuhan, boleh kamu titipkan dia untukku?

DOT OF LIFE - FREENBECKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang