Chapter 8

3.2K 377 8
                                    

Irama melodi musik terdengar merdu, ruangan dengan aroma blossom membuat suasana di cafe itu terasa nyaman. Suhu ruangan tidak terlalu hangat, ataupun dingin, pengurus cafe seakan memperhatikan semua itu dengan teliti. Sebagian orang mungkin hanya bisa mencium aroma bunga itu, namun bagi Becca dia juga bisa menangkap wangi masakan di dapur belakang. Bahkan bunyi minyak yang sedang menggoreng tidak luput dari pendengarannya, dia hanya belajar dari banyak situasi yang dia lewati selama ini.

Becca sedang menunggu dokter psikolog itu. Becca datang lebih awal, dia tak ingin telat. Mereka janji temu di cafe ini. Becca duduk di dalam, di samping kaca yang lebar. Dia bisa mendengar banyak kendaraan yang lewat di jalan sebelah kanannya. Dia duduk dengan tenang, tidak gugup. Ini bukanlah sesi konseling, dokter itu hanya ingin menyapa.

Beberapa lama kemudian, seseorang berjalan mendekati meja Becca, dia bertanya sebelum duduk, "Nona Rebecca Swift?" Suara wanita yang sama dengan panggilan malam tadi terdengar lagi olehnya, dia adalah Dokter Jisoo, seorang profesional dalam bidangnya.

Becca mengangguk dan tersenyum, dia menjawab dengan nada yang sama, sopan, "Benar, silahkan duduk Dok." Becca mencuri napas sedikit, sekarang dia sedikit gugup dengan kedatangan dokter ini. Dokter Jisoo pun duduk di depannya, wajah ramah ini selalu tersenyum walaupun calon pasiennya tidak melihatnya.

"Sebentar, kamu ingin pesan apa?" Jisoo tampaknya tak ingin meja putih itu kosong, dia ingin berbicara dengan santai pada Rebecca.

Becca tampak tak ingin memesan apapun, perutnya sudah penuh dengan sarapan itu, tapi agar terdengar sopan dia berkata, "Aku es jeruk saja, terima kasih." Dia tersenyum lagi.

Jisoo tersenyum, dia segera berdiri untuk memesan di counter. Jisoo kembali dengan cepat, dia tak ingin Rebecca menunggu lebih lama, pesanan itu akan di antar ke meja mereka sebentar lagi.

"Nona Rebecca, saya ingin meperkenalkan diri secara langsung." Dokter muda ini menatap mata itu, dia sebenarnya sudah menjalankan tugasnya dari awal, dia sedang melihat kondisi calon pasiennya sekarang. "Saya Kim Jisoo, dokter yang memeriksa anda sebelumnya adalah ayah saya, dan dia meminta saya untuk menghubungi nona Rebecca." Jeda sebentar, lalu dia berkata lagi, "Saya tidak memaksa anda untuk menjalani sesi konsultasi secepatnya, tapi saya menyarankan anda untuk mempertimbangkannya, sebab apa yang anda alami sekarang tidak hanya anda sendiri mengalaminya. Ada banyak kasus yang seperti anda dengan sebab yang berbeda." Jisoo menjelaskannya dengan pelan dan berharap Becca mengerti inti dari pertemuan ini.

Jisoo masih memperhatikan semuanya, dari raut muka dan gerak tubuh. Untuk sekarang, dia hanya memperhatikan dua hal itu, karena bagi Jisoo, akar permasalahannya ada di balik kehidupan yang dijalani pasiennya.

Becca mendengar semua penjelasan itu, dia pertama diam sejenak, berpikir. Lalu dia menghela napas dan tersenyum, dia berkata, "Terima kasih atas kedatangan anda, Dok. Saya akan memikirkannya." Becca akan pergi konsultasi jika dirinya sudah benar-benar siap untuk berbagi.

Jisoo tersenyum, dia tak pernah memaksakan semua itu, hanya saja ayahnya sudah berapa kali meminta Jisoo untuk menemukan Rebecca, karena bagi ayahnya, ini adalah kasus yang menarik untuk Jisoo kerjakan. Beliau ingin melihat kemampuan anaknya lebih jauh lagi. Jisoo mengangguk sekarang, dia bertanya, "Kamu tinggal di sekitar sini?" Jisoo mengenal daerah ini, temannya tinggal di sini beberapa tahun yang lalu. Dan, Becca meminta Jisoo untuk menemuinya di Cafe dekat apartemen itu.

Becca mengangguk lagi, "Iya, di apartemen Pyeon-anhan."

Jisoo mengangkat kedua alisnya, seakan tau nama apartemen itu.

Tiba-tiba ponsel Jisoo berdering, dia pamit untuk mengangkat panggilan itu.

Becca duduk saja, dia menunggu Jisoo dan pesanan es jeruknya datang. Berbicara singkat dengan dokter itu sedikit membuatnya gugup, dia tak tau mengapa dia merasa seperti itu. Namun tiba-tiba dia mendengar ada ketukan di kaca samping itu, dua kali. Becca terkejut, karena dia tidak pernah mengira ada suara itu. Dia melihat ke kanan, mencoba mengetahui asal sumber suara, namun dia tau, dia takkan bisa melihatnya.

DOT OF LIFE - FREENBECKYWhere stories live. Discover now