10. Keinginan

13 6 15
                                    

bismillahirrahmanirrahim.

double update, bestie! walau ini udah malam, sih. hehe maaf telat.

jangan lupa vote sama komentar, ya!

happy reading and enjoy!

***

Anak sulung itu masih betah di dalam kamar sehingga pikirannya sedari tadi mulai melayang meluruskan tujuannya untuk membujuk ayah dan bunda.

Menulis tujuan utama yang akan nanti ia tunjukkan kepada kedua orang tua, meminta satu permintaannya untuk dikabulkan, gadis dengan tinggi badan 165 cm berusaha merayu Reagan dan Aza.

Berdiam di dalam kamar cukup lama, Qiara memutuskan keluar kamar menemui bunda yang masih memasak dengan fokus, karena tidak ingin mengganggu, perempuan tunawicara itu menunggu wanita tersebut menyelesaikan hobi dapurnya untuk makan malam.

“Siang, anak Bunda,” sapa Aza selesai memasak.

Anak sulung membalasnya dengan tersenyum tipis menanggapi sapaan bunda.

“Ada apa, Sayang? Kok, wajahnya murung gitu?” Wanita paruh baya yang mulai mengerti perubahan keadaan putrinya mulai bertanya khawatir.

Qiara memberikan selembar kertas yang tadi ia tulis kepada wanita yang melahirkannya, diterima kertas putih itu, Aza membaca sedikit terkejut karena tulisan yang berada di dalamnya.

Wanita anggun itu langsung meletakkan kertas, terdiam menatap anak perempuan bermata bulat, tanpa kesadaran bunda dan putri sulung, Reagan tiba-tiba langsung mengambil alih kertas di atas meja.

“Abi nggak akan izinin kamu! Memangnya alasan kamu itu apa, Nak?” tanya pria yang mempunyai watak tegas.

Tanpa banyak menulis lagi, anak bisu itu memberikan kertas kepada kedua orang tuanya.

Pria dan wanita paruh baya baru saja membaca secarik kertas yang baru saja Qiara tulis, menatap putri sulungnya dengan heran.

Perempuan bisu yang ditatap seperti itu melemparkan tatapan dengan memelas, berharap Reagan dan Aza menyetujui.

“Pasti ini suruhan dari adik kamu,” simpul Reagan yang langsung membulatkan kesimpulan.

Kedua perempuan yang mendengarkannya menggeleng keras. Wanita dengan sifat keibuan tidak suka tanggapan suami, ia menasihatinya.

“Kamu jangan fitnah Ana, Mas. Qiana nggak salah apa-apa dan jangan pernah melibatkan masalah Ara dengan adiknya karena Ana nggak mengetahui masalahnya,” urai Aza lembut pada suaminya.

“Kamu itu selalu membela dia, Za! Bisa nggak jangan berpihak terus ke anak kamu itu?” geram pria itu kesal.

“Ana putri kamu juga, Mas.” Kesabaran bunda habis, wanita dengan sifat keibuan, penyayang benar-benar muak dengan pemikiran Reagan.

Sedangkan anak gadis yang sedari tadi diam kini melenguh panjang, karena adik bungsu, kedua orang tuanya selalu bertengkar.

Abi sama bunda lagi dan lagi tengkar karena penyebabnya Ana. batin Qiara memutar bola matanya memalas.

“Terserah kamu!”

Sebelum kepergian abi-nya, anak pertama mengejar abi-nya berharap terkabulkan satu keinginnya. Ia memberhentikan langkah lebar itu seraya menunjukkan jurus puppy eyes untuk merayu Reagan, sedangkan wanita anggun yang melihat tingkah putrinya hanya geleng-geleng kepala.

“Mau mondok di tempat adikmu, Nak?” Gadis bermata bulat itu mengangguk kecil.
Ketika akan membalas ucapan bunda, abi-nya lebih dulu memotong. “Nggak! Kalian nggak boleh satu pesantren, Ana nggak bisa menjagamu, Nak,” larang pria bermata Elang.

Qiara hampir frustrasi karena sifat posesif abi yang luar biasa, tidak dapat dipungkiri semua yang menyangkut Qiana adalah larangan baginya. Aza menghampiri pria yang berdiri di depan televisi, mengelus pundak yang lebih tinggi darinya mencoba memberi pengertian kepada suami.

“Ingat, Mas. Kamu jangan terlalu mengekang Ara, beri dia sedikit kebebasan. Ara dan Ana udah dewasa, mereka bisa menjaga diri mereka masing-masing. Bukankah kalau mereka di satu pesantren yang sama, mereka bisa melihat keadaan masing-masing? Mereka bisa saling menjaga dan saling suport,” jelas Aza tepat.

Reagan menghela napas berat, setelah mendengarkan pendapat istrinya, semuanya tidak salah karena itu semua untuk kebaikan dan kebahagiaan putri-putrinya kelak.

“Ara boleh mondok di tempat Ana.” Beri tahu pria berbadan kekar.

Tanpa banyak pergerakan, gadis ayu itu memeluk abi nya erat, mengucapkan ucapan terima kasihnya dan rasa senangnya, melerai pelukan putrinya, lalu mengajak istri berpelukan bersama.

“Kamu berangkat lusa, ya. Jaga kesehatan dan jaga diri kamu baik-baik,” ujar bunda dibalas anggukan kepala.

***

wait? kok, ara jadi ikutan masuk ke pesantren?

ada yang aneh ngga sama sikapnya ara ini?

menurut kalian, kira-kira respon ana nanti gimana? coba jawab, ya!

lunas double update, jangan lupa vote sama komentar sebagai penyemangatnya. hehe.

Tak Lagi Salah (Terbit)Where stories live. Discover now