02. Ghosting

34 21 9
                                    

bismillahirrahmanirrahim.

update lagi, bestie! oiya ini alurnya ngga berat-berat banget, ini tuh berat, tapi, ya, begitu. wkwk. pokoknya baca aja dulu.

alangkah baiknya sebelum baca, vote dulu biar ngga lupa. ote, bestie?

happy reading and enjoy!

***

Semua persiapan telah selesai, hari ini sudah packing baju dan keperluan lainnya untuk dibawa ke pesantren.

Sesuai keinginan kedua orang tuanya, Qiana mengabulkan. Rasanya sangat banyak untuk ditinggalkan, menjalani kehidupan baru bersama orang-orang baru, di tempat dan suasana baru.

Qiana menghela napasnya, lalu meraih ponsel untuk menghubungi seseorang.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Qiana menggigit bibir bawahnya saat mendengar suara itu.

"Za, sibuk nggak?" tanya Qiana pelan.

"...."

Qiana mengangguk. "Kita ketemu di tempat biasa sekarang, ya? Aku berangkat sendiri," pinta Qiana di dalam telepon.

"...."

"Wassalamualaikum."

Maaf, Za. batin Qiana meremas ponsel yang masih digenggam.

Qiana bercermin melihat dirinya dari pantulan kaca. Setelah rapi, ia langsung keluar kamar dan pergi untuk bertemu dengan seseorang di telepon tadi.

***

"Kamu kenapa, sih? Nggak ada angin, nggak ada hujan, kamu minta kita putus? Kita pacaran udah tiga tahun ini, Ana," ujar Reza dengan suara rendah.

Qiana menghela napasnya pelan. "Aku tahu, tapi aku nggak bisa, Za." Qiana menautkan jari-jari mungilnya di atas meja.

Reza yang hendak meraih tangan Qiana, perempuan itu langsung menghindar sebelum Reza menyentuhnya.

"Maaf, Eza," tolak Qiana ketika melihat kekecewaan dari Reza.

"Alasan kamu apa?" Kali ini Reza benar-benar dibuat aneh dengan sikap Qiana.
Qiana-nya berbeda.

Qiana berdiam cukup lama, ia takut jika Reza tidak suka dengan ucapannya nantj. Ia tidak ingin mengakhiri semuanya, tidak ingin berubah dengan kehidupannya sekarang.

Akhir pekan ini pikirannya sangat kacau, hidup di pesantren yang tidak pernah ia pikirkan dan ia bayangankan. Qiana ingin kabur dari rumah, tetapi tidak semudah itu. Otaknya gelap untuk memikirkan hal buruk.

"Ana."

"Qiana!" tegur Reza kesal.

Lamunan Qiana buyar saat Reza memanggilnya dengan keras. Ia melirik Reza malas dengan satu alisnya terangkat, lewat isyarat matanya untuk bertanya.

"Alasan kamu apa?" Reza mengulangi kembali pertanyaan yang sama.

"Aku pindah ke pesantren nanti sore," ucap Qiana memejamkan matanya.

Tak Lagi Salah (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang