09. Kisah Kasih Pesantren

12 7 18
                                    

bismillahirrahmanirrahim.

kaifa khalukum, ya, bestie-bestie?

aku update! nanti juga bakal double up, jadi, ditunggu, ya!

oiya, bestie, aku bersyukur alhamdulilah karena ratingnya naik banyak, ini semua juga berkat kalian dari dukungan kalian yang vote, komentar tiap bab itu udah ngaruh banget. makasih, ya!

sayang banyak-banyak sama kalian!

happy reading and enjoyyy!

***

Rutintas di pesantren hari Jumat adalah ekstrakurikuler, semua para santriwan maupun santriwati mengisi kegiatan tersebut.

Bermacam-macam pilihan ekstrakulikuler yang bisa diikuti sesuka hati, dimulai dari jam tujuh pagi hingga jam sebelas acara selesai, kecuali jam tiga sore untuk acara bakti sosial bagi yang dipilih.

Tidak dilakukan satu kali ekstrakurikuler, mereka wajib mengikuti dua macam dan bebas diberi pilihan.

Sesuai masing-masing tempat yang disediakkan di setiap berbagai macam ekstrakurikuler, santriwan dan santriwati masuk kelas sesuai ruangannya.

“Assalamualaikum.” Bunyi ketukan dari arah pintu sukses membuat mereka yang ada di dalam menghentikan aktivitasnya.

“Waalaikumsalam,” balas mereka serempak. Rupanya yang datang perwakilan panitia bakti sosial.

Panitia yang bernama Halimah, perempuan yang mengenakan jilabab segiempatnya panjang mengeluarkan kertas dan membacakan nama-nama yang diikutsertakan bakti sosial nanti.

“Di sini yang aku panggil namanya bisa angkat jari, ya, untuk dibuatkan daftar hadir acara bakti sosial.”

Para santriwati mendengarkan dengan seksama penjelasan kakak panitia dan nama-nama yang disebut sebagai acara siang nanti.

“Bella, Keysa, dan Qiana untuk kelompok tiga akan ada tambahan dua santriwan,” jelas Halimah menatap tiga perempuan yang bersebelahan.

“Mereka siapa, Kak?” tanya Keysa penasaran.

“Marvel dan Alga.” Para perempuan itu mengangguk setuju dengan usulan kakak panitia.

Halimah izin pamit setelah tidak ada pertanyaan lagi, tidak lama setelah itu bel berbunyi menandakan esktrakurikuler selesai.

***

Acara jam satu siang hingga jam tiga sore, kegiatan mereka adalah membagikan sembako pada orang fakir di pinggir jalan.
Setiap kelompok berpisah memberikan sembako hasil dari penyaluran donatur pesantren untuk diberikan kepada fakir miskin, seperti ayat Al-Quran di bawah yang menerangkan sebagai berikut:

“Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.” (QS. At-Talaq 65: Ayat 7).

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari harta yang Dia telah menjadikan kamu sebagai penguasanya (amanah). Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menginfakkan (hartanya di jalan Allah) memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al-Hadid 57: Ayat 7).

Lima insan remaja itu membawa banyak kardus yang berisi beras, gula, telur, minyak goreng, dan mie instan.

Perempuan berhijab panjang biru tua itu tidak terbiasa dengan hal berbau sosial, awalnya ia sangat malas untuk berisipitasai bakti sosial karena kegiatan seperti ini sangat melelahkan, tetapi hal yang seperti ini bisa dijadikan awal mempunyai jiwa sosial.

“Cih, gitu aja lemah,” cibir Bella melihat temannya berhenti.

“Loh, kenapa berhenti?” Bingung Alga menoleh ke belakang melihat Qiana dengan posisi jongkok yang sudah berkeringat deras.

“Mana bisa orang lemah ikutan bakti sosial,” sindir Keysa menyahut.

“Kamu baru pertama kali ikutan bakti sosial, An?” tanya Alga lagi. Laki-laki yang memiliki kulit cokelat manis itu bukannya melerai justru menanyakan dengan rasa penasarannya.

Marvel memijit pangkal hidung karena mereka tidak bisa mengerti keadaan.

“Kita tunggu Ana dulu, kalau Ana udah nggak capek kita lanjut jalan.” Dua perempuan yang terkenal dengan cerewetnya menolak ucapan Marvel.

“Nggak! Kita nggak setuju!” sungut Bella dan Keysa serempak.

Kesabaran laki-laki berparas tampan habis dengan sikap dua perempuan di depannya.

“Alga, kamu jalan dulu sama mereka nanti aku sama Ana nyusul, nggak ada penolakan!” Dengan berat hati Alga, Bella, dan Keysa mengangguk pasrah.

Sebelum pergi, mereka mengingatkan sesuatu pada dua insan berbeda kelamin. “Jangan macam-macam kalian, ingat zina!”

“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra' 17: Ayat 32).

Ketiga remaja melanjutkan perjalanan yang tertunda, sedangkan perempuan yang sedari tadi menyimak kini mencoba untuk berdiri.

Kaki jenjang Qiana tiba-tiba lemas hampir terjatuh, laki-laki yang melihat gerak-geriknya dengan sigap menopang tubuh menjaga keseimbangan. Posisi mereka seperti tengah berpelukan.

Retina mereka saling bertubrukan, mata lentik menatap bola mata hitam pekat, detak jantung gadis mungil itu berirama kencang.

Keduanya mengerjapkan mata menyadari kesalahan yang tidak seharusnya mereka lakukan.

“Astaghfirullah.” Dengan kaku, Marvel membantu tubuh Qiana berdiri.

Perempuan memakai gamis merah maroon muslimah mencoba menetralkan detak jantungnya yang terasa berdisko, berulang kali di dalam hatinya beristighfar.

Astaghfirullah. ucap Qiana dalam hati.
“Kamu nggak apa, An?” Laki-laki berperawakan tinggi, kurus mencoba memecahkan keheningan karena kejadian yang tidak sengaja barusan.

“Nggak apa, kok. Makasih, ya, Vel.” Tidak ada balasan dari Marvel, tetapi yang dilihat laki-laki berbaju koko itu mengangguk canggung.

***

qiana sama marvel makin deket, ya, bestie. ada yang kesel ngga sama qiana yang plin-plan?

next? spam, dong!

Tak Lagi Salah (Terbit)Where stories live. Discover now