26 - Hujan dan Patah Kesekian

103 19 0
                                    

BYEFRIEND BY HAZNA NUR AZIZAH

Instagram : @hsnrzz_ & @hf.creations

****

Paguyuban Jomlo Merdeka

Lukas:

Yon, are you OK?

Upi:

Lo dimane, Yon?

Kata temen lo, lo mgga ada di kelas

nggak*

Daniel:

Mantan Yona jadian?

Apa kabar hati kamu, Keiyona?

Butuh tisu atau ibu jari gue, ngga?

Lukas:

Yon, angkat panggilan gue

Lo di mana, sih?

Hujan lebat mengguyur kompleks perumahan Sagara dan sekitarnya. Angin yang menerobos masuk lewat jendela menusuk-nusuk kulit Sagara yang hanya terbalut kaus tipis. Cowok itu baru selesai mandi. Kepalanya belum berhenti berasap sejak tiga jam yang lalu dia meninggalkan Yona di bazar.

Sagara masih belum bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi. Rahasia dan masalah hidupnya yang selama ini dipendam dalam akhirnya ada yang mengetahui. Parahnya, Yona tau hal itu langsung dari Ibu, orang yang sama-sama Sagara percaya.

Sagara kecewa, tentu saja. Merasa kepercayaannya dikhianati dengan cara paling menyakitkan. Sayangnya, Sagara tidak bisa membenci. Dia juga tidak bisa meluapkan emosinya. Hanya duduk diam menatap jendela yang mengembun karena tetesan hujan.

Jika biasanya Sagara bisa dengan mudah menghubungi Yona untuk memberi tugas atau memarahinya karena tugas yang ia berikan melewati deadline, kali ini Sagara tidak bisa melakukan itu. Dia ingin memarahi, memaki, meneriaki Yona yang mengkhianati kepercayaannya, tapi tidak bisa. Ada sesuatu yang menahannya. Sagara tidak tau sesuatu itu apa.

Napas panjang terembus. Sagara memilih mematikan daya ponsel, lalu kabur ke rumah sakit untuk menemui Syahnaz. Tidak peduli hujan di luar masih sederas sebelumnya.

^^^

Tubuh Yona melintang di atas kasur dalam posisi diagonal sejak satu jam yang lalu. Kakinya pegal-pegal karena berjalan terlalu jauh. Tadi, waktu Sagara memintanya untuk menghubungi Lukas atau siapa pun yang bisa menjemputnya di bazar, Yona merasa kepalanya dijatuhi bongkahan es. Sikap Sagara yang berubah dingin menimbulkan gigil.

Melawan perintah Sagara, Yona tidak menghubungi siapa-siapa. Membiarkan kakinya menyusuri jalanan yang ia lewati bersama Sagara. Memungut kenangan manis yang tercipta beberapa puluh menit sebelum Yona membuat Sagara marah.

Cewek itu mendesah cukup pnajang. Hujan yang turun seolah mengerti kegalauannya atau mungkin tengah mengejeknya. Yona tidak tau.

Kamar berukuran tiga meter kubik itu hanya berisi ranjang, lemari kecil, dan meja belajar lengkap dengan kursinya. Lelah berguling-guling di atas kasur, Yona beranjak ke arah meja belajar. Menarik kursi dari kolong meja, kemudian duduk menghadap jendela yang tirainya sengaja dibuka lebar-lebar.

Telunjuk Yona menyentuh permukaan jendela. Menulis sebuah kata di atas embun yang tercipta: sori. Gadis itu memejamkan mata sesaat. Menikmati ketukan air yang jatuh membasahi bumi. Aroma tanah yang tercipta cukup menenangkan badai yang berkecamuk di dadanya.

"Harus pakai cara apa lagi biar lo tau kalau gue bener-bener peduli? Bukan cuma sok manis di depan lo, terus di belakang berubah jadi iblis. No, Sagara, no. Mana ada iblis secakep gue?" Kepalanya diletakkan di atas lipatan tangan.

"Tanggung jawab, dong, Gar ... gue galau gara-gara lo, nih," Yona berbicara pada udara kosong di sekelilingnya.

Ponsel Sagara tidak aktif, mau mendatangi orangnya langsung, Yona tidak tau rumahnya di mana. Satu-satunya tempat yang Yona tau adalah kamar VIP tempat kakak Sagara dirawat. Namun, mustahil Yona menemui Sagara di sana. Selain sedang hujan dan Yona tidak bisa mengendarai kendaraan sendiri. Keberadaan Sagara yang entah di mana membuat Yona mengubur dalam-dalam ide konyol itu.

"Hai, hujan." Pada akhirnya, Yona menjadikan hujan sebagai pelampiasan.

"Boleh curhat, nggak?" Yona menghela napas. Mencoba menghilangkan sesak yang terperangkap di dadanya.

"Ini bukan tentang gue, tapi Sagara, teman gue, ketua OSIS Akasia yang sama sekali nggak gue sangka menyimpan banyak luka. Lukanya abstrak dan transparan, tapi gue bisa melihat dari jendela matanya yang cemerlang, tapi kehilangan cahaya.

"Gue menawarkan telinga, tapi dia memilih bungkam. Gue menawarkan dia bahu, tapi dia memilih bisu. Gue harus apa supaya dia tau kalau gue peduli, bahwa seburuk apa pun masalahnya, gue bakal selalu ada di sebelahnya."

Yona menyeka wajahnya yang dibanjiri air mata, entah sejak kapan.

"Jadi, hujan ... kalau lo bisa bicara, bisa tolong sampaikan pesan ini kepadanya? Bilang sama dia, penawaran itu masih berlaku."

Yona gagal menahan isakan. Dia berdoa, semoga hujan dan angin berhasil menyampaikan pesan itu pada alamat yang ia tuju.

^^^

Esok hari tiba dengan cepat. Pagi berganti siang, siang berganti sore. Inti OSIS Akasia berkumpul di ruang OSIS untuk mengevaluasi kegiatan yang sudah dilaksanakan selama sebulan terakhir. Sagara duduk di barisan depan untuk memimpin. Di sebelah kanannya ada Yona, Ratih, dan Keiko. Sedangkan sebelah kiri ditempati oleh Rendy dan Ayumi.

Evaluasi selesai kurang dari satu jam. Sagara beranjak dari tempatnya. Cowok yang saat ini tidak memakai jas OSIS itu tampak sedang terburu-buru. Namun, Yona yang tidak peka justru mencekal pergelangan tangannya setelah berhasil mengejar langkah Sagara.

"Antar gue balik, dong. Kaki gue masih pegal gara-gara kemarin lo tinggal," ucap Yona. Nadanya merajuk. Yona berharap Sagara sudah memaafkan kesalahannya.

Namun, harapan tinggal harapan. Sagara menyentak tangan Yona hingga lepas, kemudian melanjutkan perjalanan tanpa berniat menoleh ke belakang.

Ratih menghampiri Yona yang berdiri lesu. "Lagi marahan sama Pak Bos?"

Yona mengangkat kedua bahunya.

"Belakangan bukannya lo akur sama Sagara? Kenapa mendadak perang dingin begini?"

"Nggak tau, Rat. Kayaknya gue bau badan makannya Sagara males deket-deket gue lagi."

"Halah! Alasan. Kalian berantem?"

"Nggak tau gue, Rat. Asli, enggak pakai bohong!"

Keesokan hari hingga hari-hari berikutnya, Yona mendatangi kelas Sagara setiap pagi. Membawa kotak berisi bekal empat sehat lima sempurna, plus susu kotak rasa vanila kesukaannya. Namun, lagi-lagi perjuangan Yona sia-sia. Setelah Yona meletakkan bekal yang ia buat di atas meja Sagara, beberapa menit kemudian kotak itu dikembalikan oleh seseorang, yang Yona tebak adalah teman Sagara. Lebih dari tiga kali hal itu terjadi, akhirnya Yona berhenti membuatkan Sagara sarapan di hari kedelapan.

Yona mendudukkan diri di gazebo taman belakang. Di sebelah pohon rindang yang katanya banyak penghuninya. Yona tidak mau ambil pusing mengenai rumor itu, dia hanya sedang membutuhkan ketenangan meski hanya sementara. Karena ada yang sedang mengusik ketenangannya selain aksi mogok bicaranya Sagara. Yakni, kabar jadiannya Leon dan Shirey yang tersebar luas sampai ke telinganya.

Hati Yona seperti diremas oleh tangan tak kasatmata. Rasanya sakit sekali melihat orang yang dulu setia menggenggam tangannya, kini memiliki pegangan lain. Sementara Yona masih berdiri seorang diri. Tangannya sampai dipenuhi sarang laba-laba karena belum menemukan pegangan lagi.

Cewek itu menunduk dalam. Menenggelamkan wajahnya yang lecek di sela lipatan lutut. Hatinya kembali dipatahkan sebelum patahan sebelumnya disembuhkan. Sakit bukan main. Yona mencengkeram ujung seragamnya.

Sungguh, Yona ingin menangis. Siapa pun tolong dia sekarang.

BYEFRIENDWhere stories live. Discover now