Bab 01 DIMULAI

1.5K 521 51
                                    

Part t 01 DIMULAI

Rasanya aku ingin melarikan diri. Tapi kewarasanku masih ada walaupun hanya 1 persen. Aku tidak mungkin lari karena akan membuat Ibu dan Ayah bersedih. Terlebih kesehatan Ayah yang memang tidak stabil. Akhirnya aku memang hanya bisa menangis.

"Ca,...Kakak cariin."

Suara Abimana membuat aku terkejut. Hanya dia yang tahu di mana tempat aku menangis di sini. Aku memang mempunyai tempat rahasi dikala aku sedang bersedih. Di balik garasi mobil Ayah. Aku buat rumah-rumahan kecil yang cukup aku buat tidur. Keluargaku tahunya ini hanya tempat untuk bermain, tapi sejak aku menginjak remaja aku suka menghabiskan waktu di sini.

"Kakak ngapain cari Ica?"

Aku menghapus air mata yang membasahi wajahku. Tidak peduli dengan make up yang berantakan karena menangis. Aku juga masih mengenakan kebaya menikahku. Suasana rumah juga masih rame dengan para tamu.

Abimana duduk di sebelahku. Hari ini dia tampak makin ganteng dengan setelan jas putihnya, layaknya dia yang akan menikah. Dia menoleh ke arahku dan menatapku dengan sedih.

"Maaf. Membuat kamu jadi gini."

Dia menatapku penuh penyesalan. Hatiku merepih mendengarnya.

"Aku tuh cinta sama Kakak, dari dulu."

Itulah yang aku ucapkan saat ini. Biarlah, urat malu di dalam diriku sudah putus. Lagipula aku sedang frustasi.

Raut wajah Abimana makin terlihat jelas kalau dia sedih. Dia mengulurkan tangan untuk mengusap rambutku.

"Ca, sejak dulu, kamu udah aku anggap adik. Karena aku nggak punya adik cewek, dan memang kamu itu perlu dilindungi. Salah aku karena tidak memperjelas. Maaf. Buat kamu..."

"Cukup, Kak."

Aku tidak mau mendengar penolakan lagi. Rasanya hatiku sudah ditusuk ribuan belati dan sekarang harus terkena sabetan pedang.

Abimana akhirnya terdiam. Aku sendiri juga tidak mau berbicara lagi.

"Seharusnya aku tegas menolak perjodohan ini dari awal. Jadi semuanya tidak terjadi."

Dia mengatakan itu malah lebih memperjelas kalau dia memang tidak menyukaiku.

"Kakak udah punya pacar?"

Apa yang aku tanyakan tidak sesuai dengan suasana hatiku. Memangnya aku sudah siap mendengarnya? Aku memang bodoh.

Kali ini, Abimana beranjak berdiri. Dia tampak berjalan ke arah bunga-bunga Mawar yang aku tanam. Dia tampak termenung, lalu kemudian dia berbalik dan menatapku lekat.

"Sebenarnya, Kakak punya calon istri."
Dan seketika hatiku hancur berkeping-keping.

******

Tubuhku rasanya begitu lelah. Bahkan untuk melangkah saja rasanya sulit. Tadi, Ibu menemukanku saat aku baru saja dari belakang garasi dan malah mengajakku untuk menemui tamu yang datang. Sejak saat itulah aku tidak bisa berkutik. Berpura-pura tersenyum dan bahagia.

Abimanyu.

Pria itu aku tidak tahu keberadaannya. Kata Abimana, adiknya itu masih harus mengurus beberapa kepentingan. Karena baru saja pulang dari luar negeri. Entah dari mana aku tidak mau tahu. Memalukan memang, pengantin wanita ditinggal pengantin pria.

Saat aku masuk ke dalam kamar, dan mulai membuka kebaya yang aku kenakan. Tiba-tiba ada orang yang masuk begitu saja. Aku lupa mengunci pintunya. Otomatis aku memekik terkejut. Aku menutup kembali kebaya yang baru saja aku lepas kancingnya.

"Astaga."

Aku mendapati Abimanyu sudah berdiri di depan pintu yang sudah dia tutup. Dia tidak terkejut, bahkan mengangkat alisnya ketika melihatku.

"Keluar!"

Aku langsung mengusirnya. Tapi dia berjalan pelan ke arah kasur dan malah membaringkan tubuhnya di sana. Emosiku tersulut.

"Kamu..."

"Ca, aku capek. Biar aku tidur."

Dia memejamkan mata bahkan menutup matanya dengan salah satu tangannya. Pria ini memang kurang ajar.

"Nggak boleh, ini kamarku. Kamu tidur di kamar tamu sana."

Aku mencoba untuk mendorong tubuhnya. Tapi tubuh Abimanyu tetap diam tak bergerak.

"Anyuuuu...."

Aku berteriak frustasi. Lalu perlahan dia membuka mata dan menurunkan tangannya. Menghela nafas dan menatapku.

"Kamu bisa sopan nggak sih, Ca? Aku udah diam aja saat istriku tadi malah asyik pacaran di belakang rumah. Nah sekarang malah ngusir suaminya."

Abimanyu bergeser dan kini beranjak duduk. Aku masih memegang kebayaku yang belum aku kancingkan lagi. Terlalu canggung situasi ini. Karena sejak dulu, aku tidak pernah akrab dengan Abimanyu.

Pria di depanku ini menatapku sinis. Dia bahkan menatap dari atas sampai bawah. Wajahnya memang tidak banyak berubah, hanya saja kini rahangnya ditumbuhi bulu-bulu halus sisa bercukur. Perasaan, dulu, Abimanyu itu selalu tampil bersih. Tidak mau menumbuhkan cambangnya.

"Masih benci sama aku?"

Dia menunjuk dirinya sendiri. Refleks aku menganggukkan kepala.

"Aku selalu benci kamu. Benciii..."

Dan tatapan Abimanyu seperti terluka saat aku mengatakan itu. Dia lalu beranjak berdiri, dan kini berbalik untuk menatapku.

"Kamu itu ternyata masih kayak dulu ya, Ca. Masih anak kecil. Kamu nggak berkembang. Tubuh kamu aja yang dewasa, tapi pikiran masih kekanakan."

Setelah mengatakan itu, dia berlalu dari dalam kamar. Membuat aku makin membencinya.

BERSAMBUNG

MESKIPUN ADA YANG BILANG NGGAK SUKA BACA WATTPAD TAPI AUTHOR TETAP AKAN MENULIS DI WATTPAD. kALIAN SEMOGA MENYUKAINYA YA. KARENA MENULIS DI MANAPUN,SAMA SAJA. mAKASIH SUDAH SUKA SAMA CERITAKU YA. 

Jodoh TerbaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang