٦٠

5.9K 469 7
                                    

"Jika setiap anggota tubuh kita diterangi oleh cahaya dzikir, pada saat sakaratul maut tiba, misalnya kita akan keluar dari dunia yang fana ini bidzikrillah, dengan dzikir kepada Allah dan akhirnya dengan husnul khatimah."
-Maulana Habib Luthfi bin Yahya-

Di dalam rumah bernuasa cat hijau berkombinasi dengan warna gold dengan terdiri dari empat lantai itu terdapat seorang lelaki dengan pahatan wajahnya yang sempurna sedang menyipit ketika menerawang masa kecilnya bersama seseorang.

Rafza, cowok itu menghela napas ketika cintanya pada Luna tak bisa dilupakan begitu saja.

Pria itu mengusap tengkuknya dan mengembuskan napasnya. Tak ada cara lain selain cara ini yang akan dirinya lakukan sekarang.

Rafza bangkit dari ranjang lalu menutup pintu kamarnya dan menuruni tangga dengan cepat.

Kedua orang tuanya melihat anak tunggal yang sudah besar itu menyeringit heran.

"Kenapa?"

Rafza duduk di hadapan kedua orang tuanya.

"Sepupunya Rafza banyak yang dijodohin bahkan sama sepupunya sendiri."

Abisnya yang sedang disuapi oleh Uminya itu tersenyum kecil.

"Terus?"

"Rafza juga mau gitu."

Uminya menatap anaknya itu heran. "Bukannya kamu sendiri yang bilang kalo kamu gak mau dijodohin?"

Rafza mengangguk. "Aku mau Umi sama Abi bilang ke orang tuanya Lun---"

"Apa?!!"

Uminya yang selalu ekspresif itu lumayan terkejut mendengar penuturan anaknya.

"Jadi kamu minta dijodohin tapi sama pilihan kamu sendiri?"

Rafza mengangguk seraya tersenyum kecil.

"Iya." Ada jeda. Cowok itu menerawang. "Rafza mau, Luna jadi syarifahku."

Cowok itu berdiri. Keinginannya sedari dulu tak pernah ditolak oleh kedua orang tuanya, kan?

×××

"Sampe kapan kamu mau kita backstreet?"

Pria yang selalu dominan di dalam hubungan itu sedang mengukung istrinya di atas ranjang.

Abigail meneguk salivanya kasar.

"Nanti."

Qori tersenyum liar. Cowok itu mengirup dalam aroma istrinya.

"Qori...." Abigail tak bisa diam saja ketika makin hari sikap cowok itu semakin mendominasi dirinya.

"Why, Bi?"

Abigail menggeleng begitu suara berat pria itu terangkat.

"Jangan panggil aku itu."

Qori sedikit memiringkan kepalanya seraya menikmati wajah sempurna kekasih halalnya.

"Jadi... Aku harus panggil kamu apa?"

Imam untuk Gladysa✓Where stories live. Discover now