١١

6.3K 572 6
                                    

"Jika hatimu banyak merasakan sakit, maka belajarlah dari rasa sakit itu untuk tidak memberikan rasa sakit itu kepada orang lain."
-Ustadzah Syarifah Aminah Al-Attas-

Imam melangkahkan kakinya cepat diikuti Qori di belakangnya. Kedua pemuda itu ingin ke perpustakaan untuk meminjam buku karena sebentar lagi akan melaksanakan ujian.

Cowok itu sedari pagi sering sekali tersenyum entah apa penyebabnya. Qori yang melihatnya hanya bisa bergedik ngeri.

"Muka lo tambah adem aja kata fans-fans lo," celetuk Qori berniat menyindir.

Imam memudarkan senyumnya itu lalu menatap sahabatnya sinis.

"Gue tau lo nyindir," jawabnya kelewat santai lalu mulai memasukki perpustakaan.

Qori mengedarkan pandangannya lalu melihat istrinya bersama teman-temannya ternyata ada di sini juga.

Sepertinya Gladysa menyadari keadaannya hingga cewek itu menutup buku yang sedari tadi dibacanya lalu mengajak Luna dan Abigail untuk keluar.

"Kak Imam!" Sapa seorang cewek bertubuh mungil takut-takut.

Imam mengerutkan alisnya kecuali Qori, cowok itu tersenyum.

Perempuan berkuncir kuda itu menunduk malu lalu menyodorkan sebuah kertas kecil yang sudah dirobeknya. "Aku boleh minta nomor Kakak nggak?"

Pergerakan Gladysa berhenti sesaat, Luna dan Abigail hanya bisa menatap jahil sahabatnya itu. Gladysa menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha untuk tidak peduli, toh. Hanya sebuah nomor bukan?

Imam memasang raut dinginnya. "Buat apa?"

"Buat.... Deket aja," cicit perempuan itu tak tahu jika Imam sudah beristri.

Imam tersenyum samar lalu menyodorkan tangannya ke depan gadis itu seraya memperlihatkan cincinnya dan menunjuk Gladysa yang sedang menatapnya sedari tadi. Gladysa melotot tajam. Apa-apaan?! Mengapa cowok itu tak bisa saja tak membawa-bawa dirinya meski dominan orang tahu jika pria itu sudah menikah?!

"Itu.... Mintanya ke Kakak cantik itu aja, ya..."

×××

"Gila kali, tuh, si Nadya! Padahal tau kalo Imam udah nikah masih aja ngedeketin!" Gerutu Abigail seraya menyedot pop icenya kuat-kuat terlampau kesal.

Gladysa menatap santai sahabatnya itu. "Santai aja kali. Dia cuma ngasih sarapan doang." Ada jeda. "Posthink aja mungkin masakannya nggak ada yang mau makan."

Luna menatap jengkel Gladysa. "Posesif dikit, kek! Lo nggak takut emangnya Nadya bakalan rebut Imam dari lo?!"

Bukannya sadar justru Gladysa tertawa renyah. "Enggak. Kalo---"

Ting!

Ucapan Gladysa terhenti ketika ada notifikasi masuk. Perempuan itu tersenyum samar begitu ada chat dari suaminya.

Qolbi
Kamu pulang sama Mamang, yaa.... Tadi udah aku telepon, aku masih ada urusan. Mau rapat buat sertijab. Jangan cemburu, ya? Masakan Nadya aku tolak.

Gladysa tak membalas pesan Imam. Perempuan itu menaruh ponselnya kembali di dalam kantong.

"Gue nggak bareng Imam. Dia lagi rapat."

"Ada Nadya, tuh, pasti!" Kompor Abigail masih terlihat kesal.

Baru saja menyebut namanya, sang pemilik nama itu muncul di hadapan mereka. Tapi ada hal lain yang membuat ke tiga perempuan itu mengatupkan bibirnya rapat-rapat.

Di samping perempuan itu ada Imam.

"Kan.... Bener aja."

Dari arah kejauhan Iman tersenyum lega melihat istrinya berada di depannya.

Gladysa yang melihat pemandangan itu menatapnya sinis.

"Mamang belum dateng?"

"Menurut anda?!"

Cowok itu tertawa membuat Gladysa mengalihkan pandangannya.

"Dia yang ngikutin," adu Imam seraya mengelus jilbab istrinya lembut.

"Bodo amat."

Imam menghela napas. "Aku temenin kamu di sini."

Luna dan Abigail yang merasa terabaikan akhirnya menepuk pundak Gladysa sebelum menghampiri sopir mereka yang sudah datang.

"Gak mau sama tukang boong," sindir Gladysa membuat Imam teringat kejadian waktu pagi.

Di mana Imam mengaku bahwa dirinya tak bisa memakai dasi. Gladysa awalnya percaya-percaya saja tapi seketika tersadar, dulu dia pernah telat dan tidak bisa memakai dasi lalu dibuat simpulnya oleh lelaki itu.

Ketika sudah ketahuan Imam hanya bisa menyengir. Cowok itu modus!

"Sama-sama untung! Kamu dapet pahala, aku bahagia."

Gladysa mendorong Imam. "Udah sana! Bentar lagi juga Mamang dateng."

Cowok itu tak menggubris. Imam menatap waspada ke arah Gibran yang ingin pulang sehabis bermain basket.

Cowok itu menarik Gladysa posesif membuat perempuan itu sedikit kaget.

"Aku anter kamu pulang sekarang," tekannya teringat kejadian pada saat Gibran meminta username Instagram Gladysa.

"Loh? Katanya nunggu Mamang? Bukannya kamu ada rapat?," Tanya Gladysa kebingungan.

"Anter kamu dulu!" Ada jeda. Imam membuka pintu mobil untuk Gladysa. Sebelum menutupnya kembali cowok itu mencuri kecupan di kening sang istri lalu berkata.

"Nanti mutiaranya diambil sama Gibran."

Imam untuk Gladysa✓Where stories live. Discover now