١٥

6K 507 6
                                    

"Salah satu obat dari Al-Isyq (jatuh cinta) adalah dengan membuat dirimu berputus asa untuk mendapatkannya."
-Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rh-

Imam mengetukkan jarinya berulang kali di atas meja. Cowok itu membasahi bibirnya lalu berdecak.

Qori melirik sahabatnya itu. "Waras?"

Imam menghela napas. "Pihak sekolah minta pas acara wisuda gue tilawah, si Nadya saritilawahnya."

Qori tertawa dalam hati. "Lo takut istri?"

Pria itu langsung melayangkan tatapan tajamnya ke pria yang di sebelahnya. "Nanti juga lo ngerasain." Ada jeda. "Istri kalo udah marah, tuh, lo mau napas aja susah banget rasanya."

Qori mengibaskan tangannya. "Gue anti bucin."

Imam mengusap wajahnya ketika suara Nadya yang bertilawah itu mampu menghipnotis mereka semua. Terutama kaum Adam.

Sudah biasa jika Nadya yang selalu bertilawah pada saat adzan Dzuhur ingin berkumandang di sekolahnya. Suara merdu nan sejuk itu memang patut diapresiasi.

Imam melangkahkan kakinya menuju Masjid sekolahnya. Cowok itu tersenyum cerah ketika mendapati Gladysa yang sedang membuka sepatunya.

Gladysa membuang muka begitu melihat suaminya. Dirinya lebih memilih menunduk karena sadar saat ini cowok itu menjadi pusat perhatian.

Ubin masjid ketemu ubin masjid, Masya Allah....

Luna menyenggol lengan sahabatnya. "Gila! Ini spek yang kayak Imam bisa order gak, sih?! Buat gue!!" Pekik Luna tertahan seraya melihat Imam yang sedang mengambil air wudhu.

Gladysa meraup asal wajah sahabatnya. "Gadhul bashar!"

Luna tersenyum mesem lalu mengerjapkan matanya ketika melihat Alfa yang sudah memakai peci sedangkan Abigail menatap diam Qori. Mereka sempat bersitatap tapi cowok itu lebih dahulu memutuskan kontak matanya.

Gladysa mengambil air wudhu lalu mulai memasukki Masjid. Gladysa mengerjapkan matanya ketika melihat Imam menerima mic yang Nadya sodorkan.

Mendengus tapi tak luput pipinya bersemu merah ketika Imam melihat ke arahnya.

Jika dulu Gladysa selalu tutup mata tentang kelebihan Imam yang selalu digosipkan kaum Hawa, beda dengan sekarang. Perempuan itu mengakui jika suara suaminya begitu merdu.

Senyum getir menghiasi wajah perempuan itu.

Ah, seharusnya memang Nadya yang serasi untuk mendampingi lelaki itu. Perempuan itu sedikit minder meski dialah pemenangnya, tapi tak bisa bohong jika Nadya tidak boleh disepelekan begitu saja.

×××

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Gladysa izin sebentar ke toilet sedangkan Imam tadi memberitahunya lewat pesan jika cowok itu menunggu di dalam mobil.

Sedikit terkejut ketika melihat Nadya juga berada di toilet. Seolah tahu, Nadya tersenyum licik.

"Bahkan di sekolah aja kamu gak dianggap istri Imam!"

Imam untuk Gladysa✓Where stories live. Discover now