20. in the end

250 79 22
                                    

Dalam keheningan, termenung dia sendirian sedang memandang kosong langit malam yang akan Juan lewati beberapa saat lagi. Caca menyenderkan tubuhnya pada badan mobil Juan sambil menunggu pria itu pergi mengantri mencari  segelas minuman hangat untuk keduanya.
Maklum, bukan malam namanya jika tak identik dengan hawa dingin.

Sambil menunggu,Caca pun menyibukkan diri dengan ponselnya.

Caca
Mama, maaf ya
Caca mau anterin Om Juan ke bandara
Mama nggak usah khawatir, Caca sekarang bisa kok naik taksi sendiri hehe

Caca
Mama nanti marahin Caca aja
Nggak apa-apa kok
Maaf ya Ma, Caca nakal :(

MamaCa
Mama jemput!

Caca mengukir seulas senyum tipis menatap balasan dari Mamanya. Meski singkat, balasan Cantika masih menunjukkan kepedulian terhadap Caca, gadis itu lega karena sebelumnya sempat membayangkan bagaimana jika dia di pecat sebagai seorang anak oleh Mamanya?

Tak masuk akal memang, entah Caca merasa sangat bersalah karena merebut Juan dari Mamanya. Tidak peduli hubungan antar Juan dan Cantika itu sebenarnya seperti apa, bagi Caca tetap saja keduanya juga memiliki hubungan yang kuat.

Sempat beberapa kali memiliki rencana menikah dan selalu diundur sebab selalu saja ada masalah, ini adalah fakta baru yang Caca dapatkan dari Juan beberapa saat yang lalu.

"Mama bilang pengin bahagia sama Om Juan, tapi justru Caca yang dulunya nggak suka malah ngrebut kebahagiaan Mama" sambil menatap wallpaper layar ponselnya bersama sang Mama, Caca bermonolog.

Meski sadar dengan kesalahannya, Caca tetap tidak bisa meninggalkan Juan dari bagian relungnya yang paling dalam.

Pria itu kemudian datang dengan membawa dua kopi pesanannya dan langsung memberikan pada Caca saat sampai. Caca menerimanya dengan hati-hati. Sempat diam dan meniupi kopi yang tak kunjung dingin, Caca akhirnya berbicara.

"Caca udah bilang sama Mama, Caca ikut anter Om, titik!"

Juan mengurungkan niat untuk menegak kopinya sebentar, memilih menatap Caca dengan raut tak terbantahkan itu.  Padahal baru saja mereka membahas masalah ini.

"Cacaa"

"Maunya anter Om Juan, Caca nggak bakal pulang sebelum liat Om berangkat!" Ayolah, Caca tak ingin melewatkan sedetikpun momen terakhir bersama Juan hari ini.

Ngomong-ngomong ternyata Juan sudah siap dengan keberangkatannya, pria itu bahkan sudah membawa koper dan barang-barang lain dalam mobil, jadi tidak perlu masuk lagi kedalam rumah Cantika setelah ini.
Hal ini juga makin menguatkan tekad Caca dengan keinginan untuk ikut mengantar Juan, tak peduli dengan rencana awal yang sempat mereka susun.

"Jangan keras kepala. Tadi kesepakatannya saya anter kamu pulang dulu setelah itu baru pergi, kan juga udah janji kalo nanti saya bakal sering hubungin kamu" Juan mengulang rencana sebelumnya. Bukan tidak mau ditemani orang yang ia sayang, tapi Juan juga mengingat kesepakatan dengan Cantika yang tidak boleh membawa Caca lama-lama.

"Harusnya ini semua nggak mendadak! Caca sebel, nggak suka!"  Kaki mungil Caca melayang dengan ringan menendang badan mobil Juan sebagai pelampiasan mutlak atas emosinya.

Juan hanya geleng-geleng kepala melihatnya, sebagai orang yang menyayangi Caca, Juan tahu pasti perasaan gadis itu sekarang bagaimana.

"Lucu banget kalo marah gini"  kata Juan tak mau Caca terus sedih.

Caca hampir salah tingkah dibuatnya, "Caca ikut ke bandara, tetep. Nanti Mama mau jemput Caca" meski demikian keputusan Caca masih sama.

"Saya berangkat jam 10, nanti kalo ngantuk gimana?" Bahkan setelah ditelisik, Caca biasanya sudah tidur jam segini. Sekarang sudah pukul sembilan malam lebih.

Perfect uncle ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang