( bagian 20 ) Panjang umur, Ajinanda

2.1K 509 160
                                    


Dian menurunkan tubuhnya, tangannya meraih gagang laci yang tersembunyi dibawah ranjang tidurnya. Sebuah tempat penyimpanan berukuran sedang yang hampir tidak pernah ia buka selama ini, tidak ada yang mengetahui tempat penyimpanan ini selain dirinya dan Pandu.

Ada beberapa map dokumen disana, jemarinya mengeluarkan beberapa map dari sana hingga mencapai map yang ia simpan dibagian paling bawah. Map dokumen berwarna abu-abu dengan label nama bertuliskan nama kedua anaknya dibagian ujung kiri bawah, yang tanpa sadar membuat telapak tangan Dian berkeringat tanpa sebab.

Jantung Dian berdegup dengan cepat, sebuah tindakan nekat yang ia lakukan dengan melawan ketakutannya. Map dokumen atas nama anaknya ini memang ia ketahui keberadaannya, namun hingga anaknya kini tumbuh besarpun Dian masih belum berani membukanya. Selama ini, hanya Pandu yang mengetahui apa yang terisi di dalamnya, selain dokumen kelahiran kedua anaknya.

Jika ada keperluan yang membutuhkan dokumen tersebut juga hanya Pandu yang berani membukanya, Dian enggan mengetahui hingga menjadi sebuah kenyataan yang terpendam tanpa berniat dibebaskan. Namun hal tersebut harus ia lawan untuk saat ini, jemarinya sudah bergerak membuka lembar penutup map tersebut dengan bergetar.

"Tante bisa cari saya kalau masalah ini tidak selesai, anak perempuan tante tahu banyak tentang saya"

Sejujurnya Dian sempat ragu, jelas orang yang ia temui tempo hari bukanlah sembarang orang. Namun ambisi orang tersebut sampai menyerahkan potongan video rekaman dari kamera pengawas yang menyoroti Aji saat kecelakaan benar-benar sesuatu yang aneh baginya, bagaimana seseorang bisa bertindak sejauh itu sampai tanpa memerlukan bantuan polisi pun ia sudah mengetahui pasti siapa pelakunya.

Seorang diri, mencari tahu segalanya sampai akar hanya untuk satu pinta

"Tante cukup berlaku adil untuk Aya, itu sudah setimpal dengan apa yang saya lakukan untuk semua ini"

Untuk Aya, untuk putrinya.

Perkataan orang tersebut yang membuatnya langsung pulang kerumah setelah tersadar dari pingsannya, bahkan Anisa baru menghampirinya saat itu. Jemarinya bergerak menarik selembar kertas yang sudah menguning di beberapa bagian, Dian meletakan kertas tersebut pada dinginnya lantai rumah. Tarikan nafas ia ambil sedalam mungkin guna menguatkan diri mengingat potongan kecil ketika dunianya terjatuh, netranya bergerak perlahan dan yang pertama kali ia lihat adalah nama anak laki-lakinya disana.

Telunjuknya bergerak turun menelisik bagian isi, menemukan sebuah bukti bahwa memang benar bahwa anak laki-lakinya menderita Hemofilia. Pada bagian penghujung tertera tanggal beberapa bulan setelah anaknya lahir, yang mana menjadi bukti kuat memang benar putranya sudah mengidap Hemofilia sejak lahir.

"Maafin bunda, nak" gumam Dian dengan lirih, tangannya kembali bergerak menyentuh halaman selanjutnya. Dimana halaman tersebut tidak pernah ia ketahui isinya, bagian depannya saja sudah cukup membuatnya hancur apalagi jika diteruskan ke halaman selanjutnya. Namun, untuk kali ini ia bertekad untuk menerima apapun fakta yang akan ia temui kembali.

Tercantum nama Pandu dan Dian, selanjutnya Dian tidak paham dengan angka dan persen yang tertera dalam tabel pemeriksaan. Hanya bait kalimat dibagian bawah, yang menyatakan bahwa dirinya sebagai pembawa.

Dian, pembawa dari penyakit pada putranya.

Helaan nafas ia keluarkan, akhirnya apa yang Dian duga selama ini benar adanya. Tangannya terulur mengambil lembar pemeriksaan tersebut, melipatnya lalu ia masukannya pada tas yang tergeletak disebelahnya. Map dokumen yang ia keluarkanpun ia kembalikan ke dalam laci penyimpanannya. Walaupun dadanya terasa sesak bukan main, Dian mencoba untuk menerima. 

[1] 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘵.𝘢 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang