( Bagian 11 ) Laranya belum usai

3K 742 254
                                    

Karin terdiam memaku, matanya bergantian menatap kedua rumah dihadapannya sembari menimang kira-kira yang mana rumah Aya.

"Di blok rumah gue, cuma rumah gue sama Nandra yang pagernya putih, lo coba tarik aja. Kalau gampang berarti itu rumah Nandra, kalau yang kerasnya kayak cobaan hidup nah itu baru rumah gue"

"Bisa dikira maling gue," Karin bergumam sembari menepuk-nepuk pagar putih yang berada di sebelah kanannya.

Tiga bulan lamanya Karin tidak kemari benar-benar berimbas pada ingatannya tentang rumah Aya. Entah ingatannya yang buruk atau letak rumah Aya yang memang sulit rasanya untuk mengingatnya, pernah Karin datang dengan mobilnya yang terjadi malah nyasar sampai ke blok ujung, pernah juga ia menumpang pada Nandra tapi laki-laki itu malah mampir kesana kemari yang mana malah membuat Karin pusing menghafal jalan kerumah Aya yang memutar-mutar.

Pernah sekali, satu kali dari sekian banyak percobaan ke rumah Aya untuk pertama kalinya Karin berhasil tanpa harus nyasar kesana kemari. Walaupun dengan bantuan Aji yang menjemputnya di depan gapura, itu juga kebetulan karena Aya malas meladeni kebiasaan nyasar Karin dan meminta Aji menjemput gadis itu setelah selesai membeli nasi goreng.

Karin menggaruk sedikit punggung tangannya, Sebenarnya mudah saja jika Karin berani melawan gengsinya, tinggal menelpon Aya dan memintanya keluar rumah dan masalah selesai. Namun sayangnya sifat itu sedang senang-senangnya memenuhi diri Karin dan berakhir membuatnya kebingungan seperti ini. Datang kemaripun modal nekat dengan meminta sharelocation dari Nandra selaku tetangga gadis itu, dan sialnya Karin lupa menanyakan mengenai pagar putih.

Nandra juga tidak ada inisiatifnya, mentang-mentang Karin hanya meminta sharelocation dan laki-laki itu benar-benar hanya memberinya sharelocation yang ia pinta tanpa embel-embel lainnya.

Tidak peka, pantas jomblo.

Karin mendumal kesal karena Nandra yang sulit sekali dihubungi, puluhan pesannya juga tidak kunjung dibaca, "Mati suri apa ya ini orang."

Kegalauan kembali merundungi Karin, melihat pagar putih di sebelah kanan dan kirinya secara bergantian. Dengan modal nekat dari perasaannya, Karin mulai memegang pagar di sebelah kanan walau rasanya ragu untuk menariknya.

"Semoga aja ben—anjir!"

"Maleng maleng~"

Jantung Karin berdegup kencang, cepat dan tidak teratur. Jika dalam waktu kedepan nantinya ia tidak sadarkan diri, tolong pidana Nandra atas dugaan pembunuhan berencana.

Nandra datang dengan klakson motor yang menyeru kencang dari depan portal, dengan kaki yang merentang melayang laki-laki itu hampir menabrakan motornya ke Karin. Mulutnya membulat, dari kejauhan dapat terlihat bagaimana Nandra membawa motornya seperti di jalan nenek moyang. Meliuk-liuk semaunya sampai polisi tidur di hajar begitu saja, mungkin jika benda mati itu bisa bicara pasti sudah berteriak untuk meminta dipindah tangankan kepemilikannya.

"Mau mati ya lo?"

"Mau adek"

Karin memutar bola matanya sebal, "Gue bukan nyokap lo, Nan"

"Emang bukan, lo nyokap dari anak-anak gue nanti"

Karin muak.

"Karin! Bercanda doang!" Nandra menarik mundur motornya, sebelum sepatu biru Karin menyapa spakbor depan motornya dan membuatnya harus mengeluarkan cuan lebih.

"Gak lucu!"

"Yaudah, seriusin aja. Mau sekarang nih gue lamar?"

Karin sudah ancang-ancang untuk kembali mengangkat kakinya namun urung ketika lengkingan suara Nandra keluar mengkhawatirkan nasib spakbor depan motornya.

[1] 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘵.𝘢 ✓Where stories live. Discover now