( bagian 3 ) Arjuna Jamet

4.5K 1.1K 184
                                    

Tentu Aya kenal Arjuna,
entah sepertinya Aya yang terlalu cuek pada sekitar sampai ia tidak mengenali panggilan khas cogan dkv itu.

Junet

Arjuna jamet, kalau kata Hema.

Tapi, jujur walau Aya akui Arjuna tampan bukan main tetap saja rasa takutnya lebih besar. Pernah satu waktu Arjuna datang kerumahnya, janjian dengan Aji sepertinya. Saat itu Aya kira Arjuna adalah yang paling waras diantara teman Aji yang lain, namun kenyataannya—

"Ribet lo"

—hampir sama pedasnya dengan bunda.

Wajarnya orang bertamu kerumah orang lain hendaknya mengucapkan salam saat memasuki rumah. Arjuna tidak, langsung buka suara tepat saat pintu rumah terbuka.

Untung yang buka Aji.










Aji memandang handphone-nya dengan datar, jarinya bahkan enggan bergerak membalas atau membuka pesan yang baru saja ia terima tersebut.

Bunda: Ji, temani bunda belanja ya?

Rasanya ia harus apa?

Aji: Aji ada kelas, Bun. Coba ajak Aya, kali aja dia lagi kosong.

Bunda: ribet, bunda tunggu kamu aja
Bunda: kabarin bunda kalau udah selesai

"Ribet"
"Males ajak dia"
"Malu-maluin aja nanti."
"Aya bisa apa, sih? Mending bunda ajak kamu."

Aji tidak tahan, ada rasa dimana ia ingin memberontak atau setidaknya berkata, "Bun, Aya sama aku itu sama."

Tapi urung, baginya lebih baik diam daripada Aya terluka lagi.

Aji sering berpikir bahwa selama ini ia menjadi sosok kakak yang tidak berguna, melindungi Aya saja tidak bisa. Bahkan sekedar menahan bunda agar tidak membanting pintu saja ia tidak mampu.

Karena pada saat Aji mencoba membela, bunda akan semakin menjadi.

Pernah satu waktu, dengan hasil pertimbangan selama satu minggu. Aji mencoba bercerita, setidaknya ada satu benang kusut yang bisa ia selesaikan.

"Buat menghadirkan satu nyawa didunia ini aja pertaruhannya nyawa, antara hidup dan mati. Kalau hidup pun sakitnya bukan main. Masa lo mau bilang diri lo gak berguna, lo sia-sia gitu? Gak sopan lo sama bunda, udah taruh nyawa. Mana dua lagi sama gue."

Terkadang Aji iri dengan Aya, gadis itu mendengarkan dengan baik setiap perkataan yang diterima walau tidak pandai membalasnya. Seringkali responnya terdengar ngawur malah merujuk menjadi menyebalkan.

Jangan diambil hati, gadis itu hanya coba menghibur diri.

Dulu Aji kira dengan berjalan tanpa sandal berkeliling komplek sangat membuang waktu, ayahnya sampai gemas pada dirinya karena malas sekali diajak jalan bersama. Aji yang dulu belum mengerti, maksud Ayah selalu mengajak anak-anaknya berkeliling komplek setiap sore.

Sampai akhirnya Ayah pulang, ia baru mengerti.









"Kok gue merinding ya?"

Aya mengusap tekuknya, perasaan hawa hari ini teduh lalu mengapa dirinya seperti akan kerasukan?

Layar handphone-nya menyala, menampilkan roomchat kosong dengan nama Arjuna terpampang.

"Junet maunya lo yang bilang sendiri, gak sopan pake perantara katanya."

"Kan gue mau minta tolong, bukan jual beli rumah" gumam Aya.

Aya: misii, Arjuna ini gue Ayana. Sorry ya gue malah ngontak lewat Nandra tadi.
Aya: Sebelumnya gini, gue ada tugas semacem disuruh gambar gitu. Kira-kira lo bisa bantu gak ya?

Sedetik kemudian, Aya langsung me-lock handphone-nya, "Sumpah lebih serem dari ngechat dosen."

Sepertinya Aya akan menempatkan nama Arjuna sebagai posisi kedua orang yang dia takuti, hawa seram pria itu sampai menembus roomchatnya.



"AYA!"
Karin datang sambil mengebrak meja, maksud hati iseng mengagetkan Aya namun,

Gadis itu bereaksi agak berbeda, tangannya menutupi kedua telinganya sambil menunduk.

Karin lupa.

"Ya Aya Aya, sumpah sorry banget. Gue gak maksud begitu, sumpah ya sorry."
















"Nih, cilor ceban. Jangan pundung lagi."
"TENGKYU KARIN CANTIK!"

tning!

Aya menengok ke handphone-nya yang tergeletak, dengan mulut yang sambil mengunyah tangannya meraih benda persegi panjang tersebut.

Ia kira, Arjuna yang membalas. Nyatanya,

Bunda?:  Aji udah bunda jemput, kamu gak usah ngeluyur gak jelas. Langsung pulang dan bebenah.

Moodnya berantakan, bahkan cilor kesukaannya tidak lagi mampu membantu membuatnya senang seperti biasa.

"Gue tebak, nyokap lo." Karin buka suara, setelah menyadari perubahan Aya. Aya sendiri hanya mengangguk tidak minat sambil meletakkan handphone-nya kembali.

"Lo disuruh joki tugas Aji lagi?"
"Kagak."
"Terus?"

Aya menelan sisa cilor yang ada didalam mulutnya, "cosplay art"

Karin menghela nafas, "Lo kapan sih, mau berhenti?."

"Udah gue bilang kan, kalau gue berhenti nanti Aji—"

"Aji mulu pikiran lo!"

Loh kok marah?

"Aji aja gak ada saat lo digebrak, masih aja lo pikirin. Lo tau gak?  Gue yang liat aja capek, gimana lo yang ngejalanin."

"Udahlah, Rin."

Karin meminum teh poci, Aya kembali menyuapkan cilor kedalam mulutnya. Karin memang agak sensitif dengan topik Aji, apalagi bundanya. Itu kenapa Aya enggan membawa Karin main kerumah, bisa perang nanti.

"Ini hidup lo sendiri, Aya.
Lo yang punya kendali, bukan nyokap lo. Please, jangan hidup dibawah ekspetasinya."

Ekspetasi ya?
Apa yang bunda harapkan apa darinya?

"Kayaknya semuanya udah terpenuhi di Aji deh." — Aya

tning!

"Iya bun astaga abis ini Aya ba—Anjir jamet!"






Arjuna: Jam 9 gue call

to be continue...

—————

Writer note:

haloo,
Sorry banget buat editan yang abal-abal dan tulisan yang berantakan. Agaknya alurnya juga membingungkan..

Btw, makasih banget buat kalian yang selalu meninggalkan komentar positif 💚
diem-diem aku baca ngehehe.

Okee, have a good day. See you di updatean selanjutnya
—ays

[1] 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘵.𝘢 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang